Minggu, 23 Februari 2014

Girls Talk #1

Salah satu rutinitas favorit bersama Nadhifa adalah Girls Talk sebelum tidur. Biasanya selama 'bertugas' menemani Nadhifa tidur, pasti si anak kecil ini akan menuntut untuk diceritain. Topik pun tidak ada yang spesifik. Mulai dari dongeng pengantar tidur rekayasa (ngarang sendiri jadi ga mainstream, halaaah) seperti Cinderella, Kodok dan Buaya, Kancil Mencuri ketimun dan cerita-cerita khas dongeng lainnya sampai rutinitas sehari-hari si kakak selama di rumah. Biasanya kalau sudah kehabisan ide, buka mbah googling juga trus baca dongeng beneran deh ala Kak Seto.

Tapi, adakalanya si kakak ini tidak minta diceritain dongeng. Dia cuma sekedar bertanya "Mami, tadi di kantor ngapain aja". Nah, kalau sudah begini kadang suka agak mikir beneran jawabnya. Pasti merasa bersalah banget dong kalau bohong. Abisnya seharian di kantor kadang-kadang emang lagi ga ada deadline juga (khas PNS:p). Atau kalau siangnya abis nemenin Bapak Gubernur blusukan siy agak lumayan bisa ada bahan cerita. Endingnya biasanya dirangkai doktrinisasi agar kelak si kakak bisa jadi pemimpin, standar lah yaaaa.

Nah, suatu hari, ketika kebagian shift nidurin si kakak (biasanya karena bapaknya belum pulang, karena abis nidurin si adek Neio, saya langsung cooking class bersama si mbak buat menu besok) ternyata saya langsung ditodong pertanyaan "Mami, apa rasanya jadi orang besar". Maksudnya orang yang sudah besar. Mmmh, kebayang dong anak umur 5 tahun masih duduk di TK B tiba-tiba nanya seperti itu, mak nya kira-kira harus jawab apa coba. Berhubung mak nya emang dituntut harus selalu pintar, kreatif dan sholeh (pinjam tagline sekolah si kakak), akhirnya gw spontan jawab "Seru kak jadi orang besar, bisa kemana-mana sendiri, bisa nyetir sendiri juga, pokoknya asyik deh" (padahal tetap aja jawabannya standar, hahahaha).

Anyway, sebenarnya saya cerita ama si kakak bahwa jadi orang besar itu tanggung jawabnya juga jadi lebih besar. Masalah-masalah yang dihadapi juga pasti lebih banyak. Hidup jadi lebih penuh tantangan. Pasti setuju kan?!. Langsung contoh konkrit saja ya. Perjuangan berangkat ke kantor di kota metropolitan. Kalau tinggal di kota-kota yang tidak seheboh Jakarta siy pasti berangkat ke kantor bisa pakai mobil atau motor sendiri (paling banter agak-agak macet dikit lah ya). Atau kalau mau naik transportasi umum, tinggal milih, mau pakai becak, delman, bis,angkot, bebas.

Potret Suram KRL (Kereta Rel Listrik)

Bagaimana dengan Jakarta dan sekitarnya?. Seperti yang sudah sering disaksikan di televisi sodara-sodara, bagaimana karut marutnya permasalahan transportasi di Jakarta ini. Hal ini pulalah yang daku alami. Setiap hari di drop suami pakai motor menuju stasiun di Bintaro Sektor 3. Setibanya di stasiun drama itu pun dimulai. Jadi Kereta Api di jam-jam 6.30-an itu memang terkenal sangat padat. Apalagi sejak penurunan tarif KA menggunakan tarif progresif dan kemudian turun lagi karena disubsidi pemerintah. Makin menarik aja niy KA buat dijajal. Jadi bisa masuk gerbong KA merupakan sebuah perjuangan yang penuh tantangan. Aksi dorong, sikut menyikut hingga teriakan maut menjelang pintu KA ditutup menjadi makanan sehari-hari. Di dalam pun lebih drama lagi. Tak jarang ada wanita yang pingsan dan akhirnya harus digotong di stasiun terdekat. Mau yang lebih dahsyat, beberapa kali kejadi cewek-cewek histeris antara stress dan depresi (lama-lama antara eneg dan skeptis gw liatnya, whatever).

Adakalanya KA datang telat (lebih tepatnya sering) karena berbagai gangguan, seperti rel tergenang di kala musim hujan, gangguan listrik atas (ya iyalah di bawah pan cuma ada rel #tepok jidat), gangguan wesel bahkan bisa berhenti beroperasi beberapa hari karena tabrakan maut, ooowwwhh. Tapi, sebagai seorang survivor Roker (Rombongan Kereta) tentu tidak boleh menyerah begitu saja. Ketika KA padat penumpang karena alasan apapun, tetap fokus dan jernihkan pikiran. Yakinlah kita tetap bisa terangkut demi bisa datang ke kantor tepat waktu (lumayan bow potongan 'tunjangan di luar gaji' karena telat ituuuh). Ketika gerbong tak mampu menampung jangan sampai kehabisan akal. Tentu masih tersedia ruang kosong yang bisa dimanfaatkan (jangan kira atap ya, karena haram jadah masuk komunitas atapers itu).

Penasaran?!. Eng ing eng, silahkan coba berdiri di lokomotif dekat masinis (ruang masinis kan ga boleh cyiin). Jadi ketika gw nekat naik dan berdiri di sana, sepertinya sang masinis juga bisa maklum, sambil berpesan "Bu, saya tidak pernah ngijinin naik disana ya, kalau ada apa-apa silahkan tanggung sendiri akibatnya" (lhaaa, ini kok lebih terdengar seperti ancaman ya? hahaha). Alhamdulillah, bisa nyampai tujuan selamat ditemani seorang ibu-ibu pedagang yang juga diburu waktu.

"Penampakan Ninja"

Once upon a time

Begitulah kak, kenapa menjadi orang besar itu pasti seru. Tantangan demi tantangan akan membuat kita menjadi pribadi yang matang dan tidak gampang menyerah. Semoga, di saat kakak harus naik KA seperti mami, tidak sampai harus naik di lokomotif juga ya. Semoga PT KA bisa beli Shinkansen ex Jepang dan naiknya ga untel-untelan kaya sekarang (huaaaa, masih konsisten beli KA ex Jepang kah kelak BUMN satu ini? #tutup mata)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar