Jumat, 05 September 2014

Kuliah (Lagi) itu Pengorbanan

Pengalaman kuliah pastinya memiliki kesan tersendiri bagi siapapun yang menjalani. Saya juga merasakan saat pertama kali kuliah jauh dari keluarga a.k.a merantau lintas pulau. Seribu satu kisah terekam apik dalam kepala. Keringat, tangis dan air mata mewarnai setiap perjalanan mengejar gelar Sarjana.

Alhamdulillah semua terbayar ketika bisa lulus tepat waktu dan langsung mendapat pekerjaan idaman sesuai background dan passion. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan?. Kalimat maha dahsyat yang selalu mengajarkan untuk tawadhu dan bersyukur.

Setelah 15 tahun berlalu sejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus, kini sensasi itu kembali hadir. Atmosfir kampus yang menyejukkan jiwa, teori demi teori yang menyegarkan otak rasanya cukup mengalahkan rasa lelah setelah seharian bekerja. Ditambah perjuangan untuk mencapai kampus pada saat jam pulang kantor di kota metropolitan Jakarta. Fiuuuuhhh, begitu melihat gerbang almamater rasanya ada bisikan-bisikan "Anda layak mendapat Bintang", hehehe.

Yup, officially per 1 September saya memiliki agenda baru yakni Kuliah Malam. Bahagia sekali rasanya menyandang status mahasiswa Pasca Sarjana di Kampus impian banyak pelajar se-Indonesia, Universitas Indonesia (UI). Kharisma UI memang tak pernah luntur meski pernah didera Kasus Korupsi. Buktinya, semua pelajar berlomba memilih UI sebagai kampus pilihan pada saat masa  penerimaan mahasiswa baru.

Kalau saya pribadi lebih pada rasa penasaran karena rasanya sayang jika gelar S1 dari Universitas Padjadjaran Bandung yang sudah diraih harus disandingkan dengan Universitas Swasta. Tidak bermaksud mendiskreditkan Universitas Swasta, namun jika kesempatan Kuliah UI itu ada, kenapa tidak?. Alhamdulillah semesta mendengar. Setelah dinyatakan lulus Ujian tertulis SIMAK UI pada akhir Juni lalu, akhirnya saya menginjakkan kaki juga di almamater impian.

Usai menyelesaikan urusan administrasi dan mengisi Isian Rencana Studi/IRS online (beda banget dengan jaman S1 yang harus berburu Dosen Pembimbing, setelah seminggu kuliah sekarang pun saya belum pernah bertemu Pembimbing Akademik di UI), selang beberapa minggu saya mulai belajar di kelas dengan para Profesor Guru Besar UI. Kami hanya saling bertegur sapa secara virtual by email. Canggih yaaaa.... *katroooo.

Hari pertama berangkat ke Kampus saya menggunakan Kereta Api rute Bintaro-Tanah Abang. Karena si Teteh yang pulang mendadak karena Bapaknya meninggal membuat saya pulang dari kantor lebih awal dan memutuskan berangkat ke kantor setelah Bapaknya anak-anak pulang ke rumah. Hasilnya, terlambat 30 menit saja...:(

Hari kedua, sepulang dari kantor saya begitu bersemangat menuju Salemba. Posisi kantor di Prapanca, Jakarta Selatan membuat saya harus meraba-raba jenis angkutan apa yang praktis menuju UI Salemba. Saya memutuskan berjalan kaki menuju Terminal Blok M yang berjarak kurang lebih 500 meter sambil membayangkan jenis angkutan yang akan saya tumpangi.

Setibanya di Terminal Blok M barulah saya menyadari angkutan jurusan Salemba itu tidak semudah yang saya kira. Meski sempat bertanya pada suami dan teman-teman kantor, akhirnya di terminal saya juga masih harus bertanya pada polisi dan petugas Dinas Perhubungan. Malu bertanya sesat di jalan pan, hihihi. Sore itu saya mencoba mengikuti rekomendasi dari petugas Dishub untuk menjajal Kopaja 66 menuju Manggarai karena menurut doi rute Manggarai - Salemba sudah relatif dekat.

Namapun warga yang baik ya saya manut saja. Ternyata, sore itu jalur Blok M-Manggarai benar-benar tidak bersahabat. Macet pembangunan MRT ditambah macet di kawasan 'neraka' Kuningan membuat saya ngos-ngosan setiba di kampus.

Ganti baju, sholat di mesjid dan tidak sempat makan malam. Sebenarnya menurut teman-teman yang pernah kuliah di S2 Magister Komunikasi UI ini, mahasiswa mendapat jatah makan malam prasmanan, namun semester ini tidak disediakan lagi karena anggaran yang mepet (menurut Staf Bagian TU), nasiiiiibbb. Penggantinya, mahasiswa dapat menikmati snack box dan air mineral gelas. Weleh...weleh, degradasinya ga kira-kira, masa iya dari prasmanan langsung snack box, mbok yan ganti nasi kotakan dulu napaaa...*kuciwa.

Malam itu. saya berusaha melupakan soal prasmanan dan mulai konsentrasi pada perkuliahan di hari kedua, eh tetap ga bisa dong karena perut khas indonesia ini benar-benar menuntut harus diisi Nasi, wkwkwkwk. Jadilah malam itu kurang konsentrasi karena belum ketemu nasi, hehe.

Akhirnya, barulah di hari keempat yang merupakan hari terakhir kuliah di minggu pertama, saya mulai merasakan secercah harapan. Beralih menggunakan bis Transjakarta (sebelum naik selalu berdo'a agar bisnya tidak terbakar, haha) saya mencoba jurus baru. Naik dari Blok M, transit di halte Dukuh Atas 1, nyambung pake rute Pulo Gadung, transit lagi di halte Matraman dan nyambung pakai rute Ancol lalu turun di halte Salemba UI. Kali ini saya bisa sampai setengah jam lebih awal meski kaki gempor menyusuri lorong-lorong halte dan ngantri.

Tapi, semua terbayar ketika saya bisa merasakan kenikmatan makan nasi rawon di kantin Kampus dilanjutkan Shalat magrib berjamaah dengan baju ganti dan muka bersih. Lebih fresh, lebih tenang dan semoga bisa lebih bisa menyerap apa yang disampaikan dosen, amin.

Begitulah, kenapa kuliah (lagi) itu pengorbanan. Tak hanya menempuh jarak yang lumayan, Bintaro-Prapanca-Salemba-Bintaro, sya juga harus mengorbankan kebersamaan dengan keluarga terutama anak-anak bocah yang masih menuntut perhatian. Untunglah dukungan dari keluarga terutama suami dan papa berhasil menguatkan tekad.

Khususnya suami, rasanya bersyukur sekali bisa menjadi partner dalam segala hal. Mulai dari support mengantarkan saat ujian, pendaftaran hingga komitmen untuk mendampingi anak-anak di malam hari ketika saya harus kuliah. Papa juga tak kalah hebat. Kesediaan dan keikhlasan untuk mengawasi anak-anak di siang hari seringkali membuat saya terharu dan merasa bersalah. Entah bagaimana akan membalasnya.

Sementara anak-anak, saya tak tahu mendeskripsikannya bagaimana. Saya yakin dan percaya, kelak mereka bisa memahami keputusan ibunya untuk studi S2. Bukan mengejar gengsi dan eksistensi tapi lebih pada keinginan untuk terus belajar mengasah otak demi ilmu yang bermanfaat. Lebih jauh tentunya berharap agar ilmu yang diperoleh bisa menjadi modal mengembangkan potensi diri baik di keluarga maupun di dunia kerja.

Satu hal yang ingin saya tanamkan pada anak-anak, 'jangan pernah merasa terlambat untuk belajar karena tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan'. Semoga kita bisa menebar kebaikan bersama orang-orang yang kita sayangi.

Semangat Belajar...

id kebanggaan penuh pengorbanan 'the yellow jacket'

3 komentar:

  1. mbak mau tanya perkuliahan di S2 Komunikasi UI dimulai jam berapa sampai jam berapa?

    BalasHapus
  2. Bantu menjawab. Utk kelas reguler ada 3 sesi, sementara kelas khusus dimulai jam 18.30 menurut situs https://penerimaan.ui.ac.id/id/period/requirement/1382

    BalasHapus
  3. Salam..
    Kak, apa bisa yang kelas pagi numpang/sit in di kelas malam ya? Terima kasih :)

    BalasHapus