Selasa, 09 September 2014

Setiap Rumah Punya Kisah

Setiap rumah selalu menyimpan banyak cerita. Begitu juga dengan rumah Padang yang selama ini menjadi tempat untuk pulang. Pulang melepas lelah dari segala rutinitas, pulang untuk bercengkerama dengan keluarga besar, juga pulang untuk mengenang berbagai cerita.

Sejak berdomisili di luar kota, mulai dari jaman kuliah di Bandung hingga bekerja dan menetap di Jakarta, rutinitas pulang kampung selalu memberi kebahagiaan tersendiri. Merasakan kehangatan keluarga di rumah, seolah menjadi sarana 'recharge' yang mumpuni. Namun, sejak separuh jiwaku pergi, semua terasa berbeda. Sepertinya ada ruang hampa di rumah seolah mewakili kekosongan hati saya. Namun, saya mencoba sebisa mungkin untuk menjaga tradisi Pulang Kampung ini selalu masuk dalam agenda tahunan. Setahun sekali wajib hukumnya, kalau bisa dua tahun sekali ya Alhamdulillah.

Untuk tahun ini, ketika memutuskan sekolah lagi, tiba-tiba hasrat untuk pulang itu begitu menggebu-gebu. Modal muka memelas, saya kuatkan tekad minta ijin pada Bapak Suami untuk membawa anak-anak rehat sejenak. Meski awalnya mantan pacar terasa berat hati karena doi ga bisa ikut (namapun bankir koq ya susye sekali ijin cutinya) akhirnya ijin yang ditunggu itu keluar juga. Kendati harus mempertaruhkan rasa kesepian yang akan mendera selama kurang lebih 10 hari, namun demi kebahagiaan isteri tercinta, Bapak Suami pun mengikhlaskan, hehehe.

Sebenarnya semangat pulang kali ini buat saya pribadi memiliki makna lebih. Tak hanya kangen dengan rumah, namun saya juga ingin 'ijin' pada alamarhumah Mama untuk sekolah lagi. Meski kita terpisah pada 2 alam yang berbeda, bagaimanapun saya ingin Mama ikut merasakan semangat saya untuk kembali melanjutkan pendidikan. Saya ingin Mama tahu bahwa anak-anaknya punya semangat belajar yang tinggi.

Selain itu, kepulangan ini juga sekaligus menjadi ajang bersih-bersih rumah. Meski selama ini ada tante yang selalu rutin datang membersihkan rumah 2 minggu sekali, pasti tetap akan berbeda rasanya jika dibersihkan oleh pemiliknya langsung, ya kaaaan. Sebagai satu-satunya anak perempuan dalam keluarga, saya merasa memiliki tanggung jawab lebih dalam hal membersihkan rumah ini. Apalagi, sejak Mama tidak ada, saya merasa paling bertanggung jawab soal kebersihan rumah kesayangan. Sementara dua orang saudara laki-laki tentunya tidak bisa terlalu diandalkan. Disinilah kodrat memainkan perannya.

Lebih-lebih Endo yang officially sebagai penghuni rumah saat weekend sejak 2 tahun terakhir ini ternyata lebih banyak berperan sebagai 'tersangka' ketika rumah berantakan *urut dada. Tapi apa mau dikata, nyinyir pada orang yang memang tak menaruh minat pada kegiatan bersih-bersih menjadi tak ada artinya.

Jadilah, selama 9 hari di rumah, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbenah. Mencuci gordyn, membersihkan kaca (dengan kombinasi cairan Porst** dan Cli** karena kotoran yang sudah menempel) yang bertahun-tahun tak pernah dibersihkan, mengepel lantai bekas plafon yang bocor (lagi-lagi dengan Porst**), mengembalikan kilau keramik di teras depan hingga menyikat kamar mandi sampai kinclong (kembali memakai Porst**). Hasilnya, kaki dan tangan 'hancur' karena kontaminasi reaksi kimia langsung.

Luas rumah Padang yang cukup lumayan, sukses membuat peluh mengucur, badan ringsek dan napas ngos-ngosan. Tapi entah kenapa, jika telah menyelesaikan satu bagian rumah, saya merasa mendapat energi baru untuk membersihkan bagian lainnya di keesokan hari.

Semangat makin bertambah jika melihat ketekunan Papa membersihkan halaman dan kebun samping. Kami seolah berkolaborasi menyelesaikan target pekerjaan hari demi hari, macam orang kejar setoran. Sekilas, terbayang senyuman Mama ketika melihat rumah kesayangannya dirawat penuh cinta oleh orang-orang tersayang.

Mama selama ini memang dikenal sangat concern dengan kebersihan rumah. Tak boleh ada satu jaring sawar yang bersarang di plafon. Menyapu pun tak cukup sekali sehari, tapi bisa berkali-kali. Soal tanaman jangan ditanya. Semua tumbuhan di halaman harus mendapatkan air sebagai nutrisi utama tiap hari. Belum lagi nutrisi tambahan pada waktu-waktu tertentu untuk memastikan semua tanaman tumbuh subur.

Sementara saya, selama ini biasanya hanya bersifat membantu atau back up saja. Ketika mama meninggalkan kami selama-lamanya sama sekali tak terbayang soal perawatan rumah. Untunglah, momen pulang selalu menjadi titik balik buat saya untuk lebih terlibat dalam soal perawatan rumah Padang. Entah kenapa, saya seolah (masih) merasakan kehadiran Mama di setiap sudut rumah yang membuat ritual membersihkan rumah menjadi kebahagiaan tersendiri. Semakin rumah bersih rasanya bonding saya dengan Mama makin erat. (Lagi-lagi) Saya bisa merasakan sebuah energi positif dan 'melihat' Mama tersenyum penuh makna.

Menurut saya, keikhlasan kita dalam merawat benda peninggalan orang tua, apapun bentuknya tentunya dapat menjadi sebuah penghormatan bagi mereka. Khususnya rumah, sebuah bangunan yang menyimpan berjuta kisah,  dibangun dengan penuh perjuangan dan pengorbanan serta senantiasa disirami dengan cinta dan kasih sepanjang masa. Sudah selayaknyalah kita sebagai anak-anak ikut melestarikan dan merawatnya sebagaimana mereka melakukannya semasa hidupnya.

Mmmhh, dalam hitungan beberapa bulan ke depan, rumah ini akan ditempati oleh kakak saya dan keluarganya. Saya berharap dengan sangat agar si Uda dan isterinya ini dapat merasakan 'chemistry'nya dengan Almarhumah Mama, sehingga momen merawat dan membersihkan rumah tidak menjadi suatu beban tapi dapat membawa kebahagiaan seperti apa yang saya rasakan. Aminnn

Stay beautiful 'Homey'





here, my heart belongs

Bonus :

Masih seperti dulu

'Menaklukkan' pohon mangga lewat genteng bukan batang...*anti mainstream

Sports centre...

Kiri-kanan arah jarum jam, SD, GOR berlatih bulu tangkis dan Marching Band serta penampakan kelas jaman SMP dari balik pagar

Musholla yang menyimpan cerita kenakalan khas anak-anak (kenakalan ga pakai tanda kutip lo yaaa)

Sekolah kebanggaan kami tempat Mama mengabdi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar