Selasa, 29 Desember 2015

Celotehan Neio

Kadang suka bingung ya ngadepin si 3 tahun yang sudah lancar bgt ngomongnya. Sesekali suka takjub, keseringannya kaget dan biasanya diakhiri senyum-senyum sendiri.

Beberapa hari lalu bangun sabtu pagi biasanya leyeh-leyeh dulu sambil bercengkrama ama si kecil Neio. Trus lagi pengen sayang-sayangan dan peluk-peluk manja. Biasanya siy pas lagi dipeluk paling Neio cuma tereak, 'Pi, mami manja nih' atau 'Kak, mami manja nih'...Nah, kemarin tiba2 celetukannya beda banget deh :

Mami : Bang, pengen dipeluk...bang, pengen dicium niy sama abang (tone suara diatur semanja mungkin)

Neio  : (dengan muka cool)...mau emang nikah sama aku ? 

Mami  : nikah itu apa bang? (dengan muka terkaget2)

Neio  : nikah itu artinya baralek

Mami : oowwwwhh (jleb...) I love you Neio...

Neio  : I wop yu tu Mami











Sun(shine)day at Ayodya Park

Niat awalnya sih mau meramaikan HUT BRI yg ke-120 di JHCC Senayan tapi karena minggu pagi (27/12) macet banget lantaran acara Silaturahmi Nasional di area Senayan juga, jadilah kami merubah destinasi. 

Awalnya sempat bete karena kesempatan dapat snack box Hut BRI yg biasanya nampol abis jadi hilang seketika. Padahal saya sengaja banget gak sarapan dari rumah demi snack box Hut BRI (mak2 sejati hobi gretongan). 

Beruntung si papi mengobati kekecewaan dengan kreatifnya mengajak kita ke Taman Ayodya yang juga masih di kawasan Jakarta Selatan. 

Alternatif liburan murah meriah tapi tetap menyenangkan. Taman yang dulunya sempat ramai pedagang burung sudah disulap menjadi ruang terbuka yang ciamik.

Neio yang notabene penggemar ikan juga terpuaskan karena banyak ikan2 'kelaparan' yang selalu mangap berebutan makanan. 

Nadhifa juga tak kalah senang karena bisa bernapas lega setelah sebelumnya ngomel2 karena macet dan batal ke JHCC. 


Selain memberi makanan ikan, Neio juga senang dengan desain kreatif tempat sampah di taman Ayodya. Sayang ya masih ada tangan2 jahil yang sembarangan buang sampah. 

Puas memberi makan ikan kami juga menjajal fitness 'Indonesia Bergerak'. Meski masih baru tapi beberapa alat sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 




Overall Neio dan Nadhifa cukup menikmati minggu pgi di Taman Ayodya. Mak-nya sih pengen banget menjajal semua taman2 di Jakarta yang konon saat ini lagi gencar2 nya ditata oleh Pak Ahok dengan istilah RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak). 

Puas bermain di taman kami pun menikmati mie Ayam Jhon di daerah Melawai, ngantri tapi mantap. Nadhifa sukses menghabiskan semangkuk mie ayam ukuran orang dewasa dan Neio sukses memalak bakso kita2 trus me-ngecap-i baksonya seperti rawon, hehe.


Bermain di taman itu tak hanya menyenangkan tapi juga menyehatkan terutama buat dompet, hahaha. Jadi pengen banget resolusi tahun 2016 adalah menambah frekuensi bermain di taman dan meminimalisir seminim mungkin kunjungan ke mall. Apalagi sekarang Neio sudah fasih banget kalau weekend nagih jalan mintanya ke mall, semoga setelah ke Ayodya nanti ngajak kalannya ke taman aja ya Nak...:)










Selasa, 07 Juli 2015

Happy 3rd Birthday Dear Neio

8 Juli 2015

Dear Neio...

Tepat 3 tahun lalu Allah SWT 'mengirimkan' mu ke dunia melalui Mami dan Papi. Masih jelas dalam ingatan Mami, jam 02 dini hari tiba-tiba Mami merasakan kontraksi setelah sehari sebelumnya dr. Musa memberi pil induksi oral karena memasuki minggu 38 kau tak kunjung 'nongol'. Setelah memastikan jika kontraksi kali ini cukup dahsyat, Papi langsung sigap mengantar ke Rumah Sakit yang jaraknya cukup lumayan.

Untungnya, jarak yang cukup jauh itu bisa ditempuh Papi dalam waktu kurang lebih 30 menit karena jalanan Jakarta pada jam tersebut cukup bersahabat. Memang, kelahiran Neio agak berbeda dengan Kakak Nadhifa. Neio lahir di saat mami mendapat cobaan karena nenek divonis sakit kronis. Harapan persalinan didampingi nenek tinggal impian karena Mami berjuang bersama Papi dan beberapa bidan yang baik hati dan tentunya dr. Musa yang pagi itu langsung datang ke Rumah Sakit. Tak perlu berlama-lama dan seolah tak mau menyusahkan, beberapa saat sebelum adzan subuh Neio lahir ke dunia dengan tangisan yang tidak terlalu keras. Mami sempat khawatir karena suara tangis Neio yang tidak sekencang bayi-bayi biasanya. Alhamdulillah semua baik-baik saja dan kini teriakan Neio bisa terdengan hingga beberapa gang rumah.

Kehadiran Neio seakan menyempurnakan kebahagiaan kami sekeluarga. Meski dalam kondisi sakit keras, nenek sempat datang ke RS untuk melihat cucu ketiganya. Malam hari pun di RS Mami lalui seorang diri karena Papi harus menemani Kakak di rumah, sementara Nenek masih harus bolak-balik kontrol ke RS karena sakitnya.

Hingga akhirnya di usia yang belum genap 3 bulan, Neio harus terbang ke Padang untuk mengantarkan Nenek ke tempat peristirahatan terakhirnya. Mami yang tentunya sangat terpukul dengan kenyataan ini berusaha tabah dan ikhlas. Neio pun hadir sebagai penguat karena Mami harus menjaga kesehatan mental dan jasmani untuk membesarkan dan merawatmu. Neio mampu mengalihkan kesedihan Mami meski kadang bulir-bulir air mata tetap menggenang di wajah teringat segala hal tentang Nenek.

Waktu berlalu, memasuki tahun ketiga kepergian Nenek kami mulai tegar. Roda kehidupan terus berputar. Kini, Neio sudah 3 tahun dengan berbagai polah lucu dan menggemaskan. Kadang membuat kami yang melihatnya tertawa terpingkalpingkal, namun di lain waktu menahan amarah karena kenakalan-kenakalan khas anak kecil.

Apalagi setelah Neio mulai mengenal teknologi. Tak hanya TV, tab digital yang dibelikan Uncle Endo untuk kakak pun sukses Neio kuasai. Alhamdulillah sang kakak dikaruniai hati seluas empang di usainya yang baru 6 tahun, hahaha, jadi lumayan sering mengalah untuk sang adik. Ke depan semoga bisa punya hati seluas samudera ya kak, menghadapi semua masalah-masalah kehidupan, amin.

Saat ini Neio juga penggemar fanatik Super Hero. Masih ingat ketika Mami iseng memilihkan tayangan Power Rangers di channel Youtube yang akhirnya bikin Neio ketagihan. Hasilnya, Neio sering bertindak agresif. Menyadari kesalahan mami, akhirnya tayangan Power Rangers pun dinyatakan sebagai tayangan terlarang. Tapi ujung-ujungnya Power Rangers berganti Ultraman, Spiderman, Batman, Captain America dan sekarang Neio keranjingan Transformers. Ppfffhh, akirnya saya menyadari jika itu memang masanya saja. Tinggal orang tua mengarahkan agar si anak tidak terus-terusan larut dengan superhero kebanggaannya.

Justru malah Papinya yang khawatir karena bisa-bisa Neio lupa dengan namanya sendiri. Setiap kali ditanya namanya, pasti selalu jawabnya "Abang Robot", "Abang Transformers", dan abang-abang robot lainnya. Memang, sejak beberapa waktu lalu kami memutuskan memanggil Neio dengan panggilan "Abang". Selain biar tidak manja, semoga panggilan ini menjadi do'a agar Neio bisa punya adik, hahaha, amin.

Di usianya yang memasuki 3 tahun ini juga Neio mau masuk Playgroup. Meski dulu mengangap Playgroup tidak urgent tapi setelah melihat Neio yang sangat aktif rasanya koq sayang ya kalau tidak disekolahkan a.k.a yang momong di rumah sudah kewalahan, hahaha. Tapi berharap dengan bersekolah, nantinya Neio memiliki dunia lain untuk menambah wawasannya dan belajar bersosialisasi.

Well, Selamat Milad yang ke-3 jagoan mami Naryama Khayru Farsyano. Teruslah tumbuh dan belajar. Keep Healthy and Happy my Captain.

My birthday boy









Selasa, 23 Juni 2015

Yes, I'm a biker

Pagi ini saya sukses menjajal jalanan ibukota dengan mengendarai motor sendiri. Tentunya ini pencapaian tersendiri buat saya menempuh perjalanan kurang lebih 20 km dan alhamdulillah sampai dengan selamat sentosa di kantor. Berawal dari si Papi yang mendadak flu berat setelah 2 hari sebelumnya menemani Neio yang batuk pilek bergantiang dengan saya. Akhirnya pagi ini membulatkan tekad bawa motor sendiri karena malas menjajal commuter line (Kereta).

Alhamdulillah jalanan pagi tadi cukup bersahabat, bahkan sempat-sempatin ngantar pesanan Keripik ke kantor Walikota Jakarta Selatan. Eh ketemu teman yang bersedia bantu angkat kardus keripik pesanan kepada para teman yang sudah pesan *rezeki anak sholeh.

Sampai di kantor pukul 7.20, setelah menempuh perjalanan 40 menit langsung telepon ke rumah dan mengabarkan papa tercinta karena si papi masih terlelap di kamarr *cepat sembuh ya pi.

Kini, siap-siap menghadang jam pulang kantor yang entah kenapa selama bulan puasa ini terasa sangat padat. Semoga saya selamat sampai di rumah dan kembali berkumpul dengan keluarga tersayang, aminnn

Cemunguuuddhh eeaaa....
Let's rock vayooo, I love you full...:)


Minggu, 17 Mei 2015

Rhenald Kasali (selalu) Menginspirasi

Dear Kiddos, ini artikel lain dari Rhenald Kasali yang perlu menjadi rujukan dalam mengarungi kehidupan, check it out...

Mereka Cari Jalan, Bukan Cari Uang


   Rhenald Kasali
                                          
@Rhenald_Kasali

KOMPAS.com
 - Duduk di depan saya dua perempuan muda. Sarjana Hukum lulusan UI. Wajah dan penampilan kelas menengah, yang kalau dilihat dari luar punya kesempatan untuk “cepat kaya”. Asal saja mereka mau bekerja di firma hukum papan atas yang sedang makmur, seperti impian sebagian kelas menengah yang memanjakan anak-anaknya.

Tapi keduanya memilih bergabung dalam satgas pemberantasan illegal fishing yang dipimpin aktivis senior: Mas Achmad Santosa. Dari foto-foto yang ditayangkan Najwa Shihab, tampak mereka tengah menumpang sekoci kecil mendatangi kapal-kapal pencuri ikan. Dari Ambon, mereka menuju ke Tual, Benjina, dan pusat-pusat penangkapan ikan lainnya di Arafura.

Itu baru permulaan. Sebab, pencurian besar-besaran baru akan terjadi dua-tiga bulan ke depan. Dan mereka, para pencuri itu, datang dengan kapal yang lebih besar. Bahkan mungkin dengan “tukang pukul” yang siap mendorong mereka ke laut menjadi mangsa ikan-ikan ganas.

Uang atau Meaning?
Di luar sana, anak-anak muda lainnya setengah mati cari kerja. Ikut seleksi menjadi calon PNS, pegawai bank, konsultan IT, guru, dosen dan seterusnya.

Seperti kebanyakan kaum muda lainnya, mereka semua didesak keluarga agar cepat mendapat pekerjaan, membantu keuangan keluarga, dan menikah pada waktunya. Cepat lulus, dan dapat pekerjaan yang penghasilannya bagus.

Tak sedikit di antara mereka yang beruntung bertemu orang-orang hebat, dari perusahaan terkemuka, mendapatkan pelatihan di luar negeri, atau penempatan di kota-kota besar dunia.

Tetapi semua itu akan berubah. Sebab atasan yang menyenangkan tak selamanya duduk di sana. Kursi Anda bisa berpindah ke tangan orang lain. Kaum muda akan terus berdatangan dan ilmu-ilmu baru terus berkembang. Bulan madu karier pun akan berakhir. Mereka akan tampak tua di mata kaum muda yang belakangan hadir.

Sebagian dari mereka juga ada yang menjadi wirausaha. Tidak sedikit yang tersihir oleh kode-kode yang dikirim sejumlah orang tentang jurus-jurus cara cepat menjadi kaya raya. Bisa saja mereka berhasil meraih banyak hal begitu cepat. Tetapi benarkah mereka berhasil selama-lamanya?

Pengalaman saya menemukan, orang-orang yang dulu begitu getol mencari uang kini justru tak mendapatkan uang. Di usia menjelang pensiun, semakin banyak orang yang datang mengunjungi teman-teman lama sekedar untuk mendapatkan pinjaman. Sebagian lagi hanya bisa sharing senandung duka.

Kontrak rumah dan uang kuliah anak yang belum dibayar, pasangan yang pergi meninggalkan keluarga dan serangan penyakit bertubi-tubi. Padahal dulu mereka begitu getol mengejar gaji besar, berpindah-pindah kerja demi kenaikan pendapatan.

Saya ingin membeitahu anda nasehat yang pernah disampaikan  oleh Co-Founder Apple: Guy Kawasaki kepada kaum muda ia pernah mengatakan begini: 

“Kejarlah meaning. Jangan kejar karier demi uang. Sebab kalau kalian kejar uang, kalian tidak dapat ‘meaning’, dan akhirnya tak dapat uang juga. Kalau kalian kejar ‘meaning’ maka kalian akan mendapatkan positiondan tentu saja uang.”

Lantas apa itu meaning?
Meaning itulah yang sedang dikerjakan anak-anak perempuan tadi yang saya temui dalam tapping program televisi Mata Najwa edisi hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei beberapa hari ke depan. Menjadi relawan dalam team pemberantas illegal fishing.

Dan itu pulalah yang dulu dilakukan oleh para mahasiswa kedokteran di STOVIA yang mendirikan Boedi Oetomo yang menandakan Kebangkitan Nasional Indonesia. Bahkan itu pula yang dijalankan oleh seorang insinyur lulusan ITB yang merintis kemerdekaan Indonesia, Ir. Soerkarno. Itu pula yang dilakukan para CEO terkemuka saat mereka muda.

Di seluruh dunia, para pemimpin itu lahir dari kegigihannya membangun meaning, bukan mencari kerja biasa. Dalam kehidupan modern, itu pulalah jalan yang ditempuh para miliarder dunia. Mereka bukanlah pengejar uang, melainkan pengejar mimpi-mimpi indah. Seperti yang diceritakan oleh banyak eksekutif Jerman yang dulu menghabidkan waktu berbulan-bulan kerja sosial di Afrika. "Tidak saya duga, apa yang saya lakukan 20 tahun lalu itulah yang diperhatikan pemegang saham," ujar mereka.

Saya jadi ingat dengan beberapa orang yang mencari kerja di tempat saya, baik di UI maupun di berbagai aktivitas saya. Ada yang benar-benar realistis, datang dengan gagasan untuk membangun meaning dan ada yang sudah tak sabaran mendapatkan gaji besar.

Kelompok yang pertama, sekarang bisa saya sebutkan mereka berada di mana saja. Sebagian sudah menjadi CEO, pemimpin pada berbagai organisasi dan tentu saja wirausaha yang hebat atau Ph.D lulusan universitas terkemuka.

Namun kelompok yang kedua, datang dengan tawaran yang tinggi. Ya, mereka menilai diri jauh lebih tinggi dari kemampuan mereka. Dan tak jarang ada yang diminta berhenti oleh keluarganya hanya beberapa bulan setelah bekerja, demi mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar. Amatilah mereka yang baru menikah. Kalau bukan pasangannya, bisa jadi orangtua atau mertua ikut mengubah arah hidup dan merekapun masuk dalam pusaran itu.

Padahal, semua orang tahu orang yang mengejar meaning itu  menjalankan sesuatu yang mereka cintai dan menimbulkan kebahagiaan.  Dan bahagia itu benih untuk meraih keberhasilan. Orang yang mengejar gaji berpikir sebaliknya, kaya dulu, baru bahagia. Dan ini tumbuh subur kala orang dituntut lingkungannya untuk mengkonsumsi jauh lebih besar dari pendapatan.

Sebaliknya, mereka yang membangun meaning, tahu persis, musuh utama mereka adalah konsumsi yang melebihi pendapatan.

Potret Diri
Kalau saya merefleksikan ke belakang tentang hal-hal yang saya jalani dalam hidup saya, maka dapat saya katakan saya telah menjalani semua yang saya sebutkan di atas. Sementara teman-teman yang 30 tahun lalu memamerkan kartu kreditnya (saat itu adalah hal baru bagi bangsa ini), pekerjaan dengan gaji besar, jabatan dan seterusnya, kini justru tengah mengalami masa-masa yang pahit.

Seorang pengusaha besar mengatakan begini: “Uang itu memang tak punya mata, tetapi mempunyai penciuman. Ia tak bisa dikejar, tapi datang tiada henti pada mereka yang meaning-nya kuat.”

Di dinding perpustakaan kampus Harvard saya suka tertegun membaca esay-esay singkat yang ditulis oleh para aplikan yang lolos seleksi. Dan tahukah Anda, mereka semua menceritakan perjalanan membangun meaning. Maka saya tak heran saat Madame Sofia Blake, istri duta besar Amerika Serikat di sini berkunjung ke Rumah Perubahan minggu lalu, ia pun membahas hal yang sama untuk membantu 25 putra-putri terbaik Indonesia agar bisa tembus diterima di kampus utama dunia.

Meaning itu adalah cerita yang melekat pada diri seseorang, yang menciptakan kepercayaan, reputasi, yang akhirnya itulah yang anda sebut sebagai branding. Anda bisa mendapatkannya bukan melalui jalan pintas atau lewat jalur cara cepat kaya.

Meaning itu dibangun dengan cara yang berbeda dari yang ditempuh pekerja biasa. Dari terobosan-terobosan baru. Dan kadang, dari bimbingan orang-orang besar yang memberikan contoh dan mainan baru. Ya, contoh dan mainan itulah yang perlu kita cari, dan terobosan-terobosan yang kita lakukan kelak memberikan jalan terbuka.

Selamat mencoba. Selamat hari Kebangkitan Nasional. Jangan lupa pemuda yang dulu membangkitkan kesadaran berbangsa di negri ini adalah juga para pembangun meaning.


Prof. Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model dari social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Merubah Mental Passengers Menjadi Drivers.

Senin, 02 Maret 2015

Sepotong Kisah 'Keripik Gaul'

Berasa lama sekali tidak mengunjungi 'rumah' mungil ini. Untungnya hal ini tidak disebabkan rasa malas belaka karena sesungguhnya ada begitu banyak dinamika yang terjadi dalam hidup saya sejak awal tahun 2015 lalu *fakta *bukanNgeles. Apa itu? nanti saja ya di lain kesempatan karena saat ini saya ingin berbagi tentang hal baru lainnya yang sedang saya jalani saat ini.

BISNIS

Berbisnis sudah menjadi impian saya dan suami sejak beberapa waktu lalu. Merasakan betapa kami merasa sangat 'tertindas' pada saat bekerja dengan sebuah perusahaan hingga merasakan telatnya gaji PNS karena kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) antara Ahok Gubernur DKI Jakarta (eksekutif) dan DPRD (legislatif).

Tidak mau terjebak dengan situasi dan polemik yang berkepanjangan maka saya seolah mendapat petunjuk untuk memulai sebuah usaha. Itupun tadinya terpikir selintas karena oleh-oleh Keipik Papa dari Padang yang selalu mendapat pujian dari teman-teman yang berkesempatan mencicipinya. Jadilah akhirnya saat itu kepikiran berbisnis Keripik.

Awalnya sempat bingung dengan alternatif nama/brand keripik yang akan diusung. Namun setelah berdiskusi dengan keluarga terutama sang adik yang pergaulannya cukup luas, kami pun meluncurkan nama "Keripik Gaul" dengan tagline Spicy and Healthy. Tentunya nama dan tagline ini bukan tanpa sebab. 

Nama gaul dipilih karena kami sebagai pecinta setia menganggap keripik ini bisa dimakan kapan saja dan dipasangkan dengan makanan apa saja. Teman nonton tv asyik, teman saat iseng juga cihuy, apalagi jika jadi teman makan nasi, 'nendang' banget.

Sementara tagline 'spicy and healthy' lebih karena memang rasa keripik yang kaya akan bumbu namun bebas MSG dan bebas pengawet. Kalau kata Mbak Senandung Nacita yang didapuk sebagai endorser dadakan sih, "ngemil tanpa rasa bersalah", hehe. Singkat cerita, setelah 2 minggu berbisnis keripik gaul kami merasakan berkah yang luar biasa. Mengasah jiwa enterpreneur, memupuk kerjasama dan semoga bisa meningkatkan income keluarga, amin. 

Awal berjualan kami mencoba peruntungan di Car Free Day 22  Feb 2015. Kebetulan pada saat itu ada acara Dinas Kebersihan (Dinsih) dan teman di Dinsih juga ikut memesan Keripik Gaul dengan jumlah yang lumayan. Akhirnya kita sekalian buka lapak dong disana. Ternyata oh ternyata, menjual secara langsung atau bahasa kerennya direct selling itu bukanlah pekerjaan yang mudah sodara-sodara. Terbukti, kurang lebih 2 jam kita nongkrong, jumlah penjualan tak lebih dari 10 bungkus. Sementara the power of finger (penjualan lewat jari-jari tangan) di sosial media, instant messanging dan broadcast message bisa menghasilkan lebih banyak. 

Sejak saat itu, saya pun bertekad aktif menggunakan digital marketing. Selain karena sudah terbukti ampuh, pemasaran secara digital ini sepertinya pas buat saya dan suami yang (masih) berstatuskan pekerja. 


Proses Cetak Logo, tx to cousin Rendra untuk desainnya

Proses Labelling
KG on CFD Feb 22

Sepi gak apa-apa, bagian dari Product Knowledge, Papi's said

Our lovely KG

'big big and bigger KG'