Rabu, 03 Januari 2018

Kakak #Ranking 1

Alhamdulillah tahun 2017 berlalu, meski semangat nulis blog belum kembali tapi ada niatan semoga tahun 2018 bisa berkunjung lebih sering dan bisa berbagi banyak hal di 'rumah' ini.

Setiap kali memasuki tahun baru atau berulang tahun saya makin menyadari umur berkurang dan setiap kali mendapat kabar duka baik itu teman seumuran ataupun siapapun itu yang lebih dulu menghadapNya saya selalu berpikir ingin meninggalkan cerita buat orang-orang tersayang.

Banyak hal yang mungkin tidak terucapkan melalui lisan namun melalui tulisan terkadang jauh lebih bermakna. Beberapa 'white lies' juga bisa diungkap melalui tulisan meski pada akhirnya akan terungkap pada waktunya nanti namun setidaknya (semoga) bisa dimaklumi, hehe.

Nah, talking about 'white lies', sebenarnya saya bukan tipe ibu yang ingin terlihat sempurna di mata anak-anaknya. Sebagai ibu pekerja yang membantu roda perekonomian keluarga tentu banyak kekurangan yang saya miliki. Misalnya, saya ga jago masak, lebih suka bebenah rumah dan taman daripada harus berkutat di dapur. Saya juga bukan termasuk dalam golongan pintar yang pakai banget meski di sekolah masih masuk 5 sampai 10 besar. Namun dibandingkan kedua saudara laki-laki saya maka kecerdasan saya masuk kategori so so.

Tapi apalah daya, ketika memiliki anak dan anak pertama saya bisa dikategorikan anak yang sangat kompetitif, ingin selalu tampil, maka mau tidak mau saya melakukan 'white lie' yang pertama (meski tidak ingat juga yang berikutnya apa, semoga tidak ada ya, hehe).

Setiap kali Kakak bertanya, 'Mami pernah ranking 1 gak?' dan dengan yakinnya saya menjawab 'pernah waktu SD'. Meski agak menyesal karena terpaksa berbohong namun niatan saya waktu itu hanyalah untuk memotivasi si Kakak untuk lebih rajin belajar.

Ketika Kakak memasuki kelas 4 SD akhirnya saya mulai santai dan tidak terlalu mementingkan ranking lagi. Apalagi setelah membaca beberapa artikel parenting mengenai pendidikan akhirnya saya membulatkan tekad untuk tidak peduli pada ranking. Saya hanya ingin Kakak belajar dengan baik dan perkara apapun hasilnya ya itulah kemampuannya.

Jika kelas 1-3 SD kakak lebih banyak belajar dengan papinya terutama pada saat ujian semester, maka di semester pertama kelas IV SD saya lebih banyak  menemaninya. Apalagi si papi sering lembur dan pulang lebih malam. Sampai akhirnya saya menyadari ternyata pelajaran anak-anak SD sekarang susahnya minta ampun. Mendadak saya merasa jadi lebih pintar karena tiba-tiba jadi tahu struktur mata, struktur telinga, tumbuh-tumbuhan ditambah pengetahuan sejarah tentang Kerajaan Nusantara.

Selama mendampingi belajar berkali-kali saya harus membuka 'Mbah Google' demi menemukan jawaban yang tidak ada di buku paket. Kadang saya merasa kasihan karena dengan mata yang sudah '5 watt' namun beberapa materi belum sempat dibahas. Jika sudah demikian biasanya saya kan langsung stop dan minta si Kakak supaya lebih banyak berdo'a atau ikut review sekolah di pagi hari dengan berangkat lebih awal.

Setelah masa-masa ujian semester terlewati saya bisa melihat betapa kakak sangat lega dan bisa punya waktu nonton TV favoritnya lebih lama. Sesekali dia akan bertanya, 'Mami, kira-kira Kakak bisa ranking 1 gak ya? Kakak pengen sekali ke Singapur'. Ya, sebelumnya si papi tanpa kompromi dengan saya telah menjanjikan akan mengajak liburan ke Singapura kalau dia berhasil ranking 1. Sejak mendengar cerita tentang teman-temannya yang sering ke luar negeri, Nadhifa jadi latah. Ya, namapun bocah jaman now ya bow apalagi resiko menyekolahkan di sekolah yang memang mayoritas muridnya dari keluarga berada dan rata-rata sudah ke luar negeri. Dan entah mengapa pula negara yang dipilih adalah Singapur (kali menyesuaikan dengan kemampuan mak bapaknya yak, noce girl:p).

Hingga akhirnya Hari H pengampilan rapor pun tiba. Seperti biasa setelah menjalani rutinitas Sabtu pagi, kita sampai di sekolah rada siangan. Saya sama sekali tidak berharap si Kakak ranking 1. Apalagi beberapa hari sebelumnya ada satu ujian yang nilainya 89, di bawah rata-rata nilainya yang lain dan saya sangat sangat menyesal sempat kesal hingga pada saat hasil ulangan diperlihatkan Kakak sampai menangis. Maafin Mami ya Kak, semoga ke depan mami bisa lebih sabar, amin. Katanya ga peduli ranking tapi masih ga terima hasil ulangan anaknya di bawah 90, haduh dasar mak2 yaaaa.... *tepok jidat.

Memasuki kelas pembagian rapor akhirnya bisa copy darat dengan Ibu Wali Kelas karena selama ini
kita hanya komunikasi by wa group atau japri. Ibu guru tak banyak berkata apa-apa padahal pas lagi antri berasa lama gitu ngobrolnya sama murid dan wali murid yang sebelumnya.

Ibu guru langsung memperlihatkan daftar ranking dan rincian nilai yang nomor urutnya ada di paling atas (padahal no absen 30) dengan nilai rata-rata 98 atau 97 koma sekian. Huaaaa, rasanya Mami pengen nangis Kak, terima kasih Kakak, kerja keras kakak berbuah hasil, semoga bisa konsisten ya Kak.

Namun, kalaupun pada suatu masa Kakak merasa hasilnya belum seperti yang diinginkan tidak usah kecewa Kak. Kegagalan itu hal biasa Kak. Melalui kegagalan kita akan belajar untuk berusaha lebih baik, melalui kegagalan kita belajar menghargai usaha orang lain, melalui kegagalan kita bisa belajar rendah hati meski kesuksesan juga tidak boleh membuat kita sombong dan merendahkan orang lain.

You'll always be my sunshine Kak, I love you to the moon and back...






Minggu, 21 Mei 2017

Tahun Baru, Karir Baru

Mengawali tahun baru 2015 lalu, alhamdulillah saya mendapat amanah menjadi salah satu pejabat negara, hahahah (padahal pejabat kelurahan doang).

Ceritanya karena memang butuh semangat baru berkarir sebagai PNS, maka di akhir tahun 2014 saya mengikuti lelang jabatan yang saat itu memang tengah heboh-hebohnya diterapkan oleh Gubernur Basuki Tjahaya Purnama.

Singkat cerita setelah melalui berbagai tahapan tes mulai dari seleksi administrasi, tes tertulis, dan wawancara akhirnya pada bulan Desember saya dinyatakan lulus dan ditempatkan di salah satu Kelurahan di Kecamatan Kebayoran Baru....Alhamdulillah....

Beberapa bulan kemudian ternyata Mas Farid juga dipindahkan dari BRI Cabang Radio Dalam ke BRI Cabang Kebayoran Baru, jadilah kita pacaran setiap hari. Semotor berdua dan menyempatkan dalam seminggu makan siang bersama. Bahkan beberapa kali kalau lagi BT di Kantor saya selalu ngerecokin Bapake nyaris setiap hari *puk puk Papi.

Lalu apa saja tugasnya di Kelurahan, ternyata banyak sodara-sodara. Apalagi setelah ada Pasukan Oranye alias Pekerja Penanganan Prasarana Sarana Umum (PPSU) yang memang ditempatkan di setiap Kelurahan. Tapi untuk belajar mengenai kewilayahan dan administrasi dasar di Kelurahan OK banget lah. Apalagi di awal-awal sebagai Ka. Seksi Prasarana, Sarana dan Kebersihan Lingkungan, saya hanya punya 1 staf dan staf tersebut adalah pejabat Non Job yang saat ini posisinya saya isi, jleb banget kan.

Tapi show must go on, dan here I am.....

New Life...New Career, bismillah

Pimpin Apel PPSU :)



Jumat, 16 September 2016

Graduation Photo Session

Cerita wisuda tak ada habisnya, rasanya happy nya ga ilang-ilang. So...setelah selesai semua prosesi Wisuda UI, saya dan suami bergegas pulang karena sudah niat mau photo session sama anak-anak. Sengaja banget tidak bawa bocah ke UI untuk menjaga mood mereka pada saat photo session siangnya. Niyaaaaat....

Setelah gagal di studio dekat rumah, akhirnya kita dapat studio di Bintaro Sektor 7. Meski sempat ditolak karena penuh namun melihat kita sudah ready to the max, akhirnya Customer Service luluh juga dan mempersilahkan kita langsung ke studio...*rejeki anak sholeh.

Selain foto wisuda, mumpung di studio, kita sekalian jepret-jepret untuk nambah koleksi foto keluarga.
















Kamis, 15 September 2016

Perjuangan Berbuah Manis; Vonis 'Kanker', Tulis Tesis, Sidang, Wisuda (2)

Semua indah pada waktunya...setelah melewati perjalanan panjang dan berliku diwarnai ujian-ujian penuh makna dari Allah SWT, alhamudlillah saya bisa merasakan wisuda sebagai lulusan Pasca Sarjana UI.

Wisuda UI kali ini tentu berbeda dengan wisuda saya sebelumnya yang notabene kampusnya juga beda.

Waktu di UNPAD wisudanya ditemanin Kakak, kalau di UI didampingi suami, hehehe

Lucunya lagi wisuda, UI ini agak-agak sedikit heboh. Terutama pada saat Gladi Resik a.k.a GR. Kalau GR biasa paling hanya duduk dan mendengarkan urutan acara buat acara wisuda di hari H. Namun kalau di UI, GR itu harus dengan pakaian wisuda lengkap dan make up pula. Karena prosesi salaman dengan Rektor dan Dekan itu malah pas acara GR. Di hari H nya mah cuma seremoni mendengarkan lagu-lagu, tapi tetap kudu dandan juga. Jadilah saya berpikir berat akankah ke salon atau cukup dandan sendiri mengandalkan sisa-sisa skill tempo dulu jaman jadi presenter, halah....

Setelah ditimang-timang dan diitung-itung, baik dari segi biaya dan waktu, rasanya koq ya ga efektif banget harus datangin (teman) make up artist atau ke salon pada saat-saat seperti itu. Selain pasti diuber-uber waktu, tentunya dari sisi biaya juga lumayan. Harus bayar 2 kali untuk hajat yang sama (GR dan Wisuda). Akhirnya saya bertekad membeli 'peralatan tempur' lengkap mulai dari foundation, primer, bedak, eye shadow, councelar, dan lai-lain. Habisnya sih lumayan bikin manyun, tapi kalau dipikir-pikir kan saya nantinya bisa menggunakan untuk acara kondangan yang agak serius.

Beberapa hari sebelum hari H mulai berlatih dan rajin nonton youtube untuk update skill dandan. Tak lupa praktek bersama kakak Nadhifa ketika Neio sedang tidur. Dan tadaaaa, ... Kenapa harus tunggu Neio tidur? karena selain direcokin pasti Neio juga maksa minta didandanin.....Ampuuunnn






Pas GR, saya dandan di kantor, lumayan ada waktu cukup sebelum diantar bapak suami yang baik hati ke Depok. Bertepatan pas hari itu saya juga Ulang Tahun, jadi happynya nambah-nambah deh.

Setibanya di UI semua pada eksis ya bow....saya pun....:D






ki-ka : mbak ingki, rini, me, teh indri, dan amal







with Kiki dan Mbak rini







What a day, malamnya disambut 2 bocah kesayangan untuk tiup lilin dan potong kue, alhamdulillah



Berselang 3 hari kemudian, pagi-pagi saya berangkat ke UI dan dandan di mobil. Sempat badmood karena eye linernya abal-abal, setiap kali diraut patah terus, hikssss. Namun, hasilnya not bad lah, meski lebih puas dengan make up pada saat GR, hehe.











Semoga menjadi ilmu bermanfaat untuk kemajuan peradaban, aminnnn....
 

Sabtu Pagi, September Ceria


Tak pernah terbayang kalau kita sekeluarga bisa menikmati wisata berkuda dengan berkalan kaki dari rumah. Tapi sejak ada Branchsto di pojokan Bintaro beberapa bulan lalu, lumayan buat menjadi alternatif untuk berwisata murah.

Seperti sabtu pagi kemarin, iseng kita jalan kaki ke Branchsto dan bisa melihat kuda-kuda bule yang lagi sarapan. Bocahnya juga senang meski pulangnya cuma beli nasi uduk pinggir jalan dan mak nya lanjut bakar kalori lari pagi ke Pasar Segar untuk berbelanja keperluan Lebaran Idul Adha. Anak-anak take over to daddy for a while...:)

Bahagia itu sederhana...









Senin, 05 September 2016

Perjuangan Berbuah Manis; Vonis 'Kanker', Tulis Tesis, Sidang, Wisuda (1)

Times fly...Setelah kurang lebih 2 tahun berjuang melanjutkan pendidikan di salah satu kampus idaman Tanah air, alhamdulillah terbayar sudah tepat pada hari Ulang Tahun saya yang ke sekian (agak sensitif ya nyebutin umur kalau sudah lewat kepala 3), hehe. Pada 24 Agustus 2016 kemarin saya resmi menyandang gelar Master of Science di bidang Manajemen Komunikasi dengan konsentrasi Komunikasi Pemasaran.

Rasanya baru kemarin masih naik turun Transjakarta, mendengarkan dosen mentransferkan ilmunya di kelas malam bersama teman-teman yang berjuang melawan kantuk karena sudah bekerja seharian. Pulangnya menunggu teman barengan ke stasiun Tanah Abang, kadang mencoba peruntungan pakai Grab Taxi atau di akhir-akhir masa kuliah sempat merasakan kehebohan tarif Ojek Aplikasi.

Sampai di rumah kurang lebih pukul 10 malam atau 11 malam langsung mandi. Seringnya sih disiapkan air panas oleh suami tersayang, makasih ya Pi, meski terkadang si Papi lupa dan sudah molor duluan sambil ngelonin bocah. Sebelum tidur sempat-sempatnya memandangi wajah 2 (dua) bocah sambil ngebatin penuh rasa bersalah dan mencium dahinya untuk meminimalisir sesak di dada. Aaaahhhh, Alhamdulillah semuanya sudah berakhir dan semuanya terasa manis.

Officially pada tanggal 9 Mei 2016 saya resmi dinyatakan lulus dalam sidang yang berlangsung kurang lebih satu jam di Ruangan IASTH 602. Rasanya hari itu berjalan lambat. Betapa tidak, pada malamnya saya sama sekali tidak tidur karena Neio mendadak mengeluh sakit perut. Entah karena apa, Setiap saat Neio terjaga sambil merintih dan memegang perutnya. Saya yang seharusnya istirahat untuk persiapan sidang malah akhirnya tidak bisa tidur sama sekali. Bolak-balik mengoleskan minyak kayu putih dan mengusap perutnya. Sementara suami membantu dengan menyiapkan handuk air panas yang dimasukkan ke dalam gelas dan mengompresnya ke perut Neio.

Paginya saya dengan dukungan penuh dari suami dan Papa, saya  membulatkan tekad untuk berangkat ke kantor dan menyiapkan diri untuk Sidang Tesis. Rasanya sudah tidak karu-karuan. Badan remuk, kepala kliyengan, mata berat menahan kantuk. Akhirnya naik ojek ke kampus sempat-sempatnya tertidur di tengah kemacetan. Ppppfffhhh, what a day....

Mundur beberapa bulan sebelum sidang, sebenarnya ada peristiwa penting dan bersejarah dalam hidup saya. Pada awal Januari 2016 tepatnya pada saat menyusun Tesis Bab 1, saya divonis dokter menderita Kanker Payudara Stadium 2B. Saat itu rasanya bagai kiamat kecil buat saya. Di tengah impian membesarkan anak-anak, membina keluarga Samara, menemani Papa di masa tuanya hingga cita-cita menyelesaikan studi S2, vonis itu terasa sangat berat.

Saya tidak tahu harus berbuat apa, namun kata-kata seorang dokter yang pada saat itu memeriksa saya cukup membekas dalam hidup saya. Ya, pada saat itu, setelah melihat hasil USG, Mammografi dan memeriksa payudara kanan saya, beliau dengan yakinnya berkata bahwa bejolan ini sudah dapat dipastikan 98% adalah Kanker Payudara. Namun dia menyemangati saya sambil berkata, "Santai saja, kanker menjadi kesempatan buat belajar kembali memaknai hidup" (by. Dr. Dhismas Chaspuri).

Saya yang saat itu masih shock hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Langsung terbayang wajah anak-anak yang selalu menanti kedatangan Maminya, wajah Papa yang menaruh harapan besar agar saya bisa menyelesaikan studi dan tulisan-tulisan di Tesis yang harus diselesaikan.

Bertekad untuk sembuh saya memantapkan diri untuk melakukan operasi pada minggu itu juga. Terima kasih kepada suami yang sudah begitu sabar menghadapi kelabilan emosi saya pada saat itu, selalu menyemangati saya untuk bisa sembuh dan bilang bahwa dia masih yakin akan adanya kemungkinan 2% keajaiban, mukjizat dari Allah SWT untuk umatNya yang tawakkal.

Singkat cerita, malam pada saat operasi, mukjizat Allah SWT itu nyata adanya. Drama dalam hidup saya selama seminggu terakhir menjadi 'happy ending'. Adalah sang dokter bedah (Dr. Samuel J. Haryono) yang tiba-tiba sampai bolak balik ke luar ruang operasi dan awalnya mengabarkan bahwa saya harus di masektomi (pengangkatan seluruh payudara) karena benjolannya mencapai panjang 5cm. Namun tiba-tiba berselang setengah jam kembali memanggil suami dan mengabarkan bahwa hasil baca cepat/Pemeriksaan potong beku (Vries Coup/VC) menunjukkan jika benjolan yang baru diangkat ternyata BUKAN KANKER. Suami yang saat itu hanya ditemani kakaknya langsung sujud syukur dan meneteskan air mata. Sementara saya pada saat baru sadar hanya bisa bingung karena tiba-tiba suami memeluk saya dan bilang bahwa benjolan saya bukan kanker.

Wujud tumor yang diduga Kanker dan Alhamdulillah ternyata hanya radang, terima kasih ya Rabb,..
Meski penampakan seperti Hotel Bintang 5 bertekad untuk tidak menginap dimari lagi, amin
Recovery

Sarapan pagi ala 'western' sebelum pulang, yummy dan foto bawah hasil PA (Patologi Anatomi) yang melegakan hati, Alhamdulillah...

Cukup 3 hari 2 malam di RS dan sebelum pulang menyempatkan diri menonton lomba tari Kakak di Ragunan, Alhamdulillah Kakak dan Tim mendapat Juara 1, bravooo

Ternyata, mukjizat Allah SWT itu nyata adanya, Subhanallah. Di satu sisi saya menyesalkan kenapa dokter dengan gampangnya nge-judge seseorang dengan Kanker padahal belum melakukan biopsi atau pemeriksaan laboratorium apapun. Namun di sisi lain saya bersyukur bisa bertemu sang dokter yang mengingatkan saya untuk belajar kembali memaknai hidup.

Kembali ke laptop...beginilah penampakan setelah sidang, mata panda namun dadanya plong...



Yes, I'am a master.....


Foto atas, bersama Citra 'The Last Samurai' dan Foto bersama 'Sang Pembimbing yang Luar Biasa', Bpk. Firman Kurniawan dan juga teman-teman yang luar biasa, terima kasih Cendekiawan 2014
Setelah sidang pastinya ada hutang revisi yang harus dituntaskan. Selama tak revisi jangan berharap bisa diwisuda dan dapat ijazah. Dan ada lo beberapa teman UI yang tidak sempat revisi dan tidak pernah melihat wujud ijazahnya. Godaan buat tidak mengerjakan revisi itu sangat besar. apalagi bagi pekerja tangguh seperti saya. Namun tekad untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai menjadi tantangan tersendiri untuk menuntaskan perjuangan ini hingga titik darah penghabisan, hahaha.


Dan tadaaaaaaa, inilah akhir perjuangan saya di Program Pasca Sarjana Komunikasi UI...




'The Masterpiece'
terima kasih tak terhingga untuk Mama di Surga, Papa yang sabarnya seluas samudera, Suami dan anak-anak tercinta, Uda dan Endo, Teteh Imah yang penuh pengertian men-take over urusan dapur, rumah dan anak-anak selama saya bekerja dan kuliah (you're rock teteh) serta pihak-pihak lain yang sudah membantu dan tidak mungkin saya sebutkan satu per satu.

Lalu bagaimana keceriaan wisuda UI setelah berjuang 2 tahun? ... coming soon


to be continued...

Kamis, 25 Agustus 2016

Dunia Neio #4th

Memasuki usia 4 tahun, Neio makin aktif. Berbeda dengan si kakak Nadhifa yang sudah lancar membaca di usia 3 tahun 8 bulan, Neio saat ini masih belajar mengenal huruf karena waktunya banyak dihabiskan untuk bermain. Ya namanya anak lelaki, butuh effort lebih untuk membuatnya bisa lebih fokus. Saya termasuk orang tua yang tidak anti Calistung bagi Balita. Bagi saya selama anak sudah tertarik dan koperatif ketika diajak mengenal huruf kenapa tidak dicoba. Apalagi Neio sudah mulai senang mendengarkan cerita dari buku atau Tab. Pasti akan lebih seru jika secepatnya dia bisa membacanya sendiri.

Selain baru mengenal huruf-huruf, belum bisa merangkainya, memasuki usia 4 tahun Neio juga mulai masuk TPA (Taman Pendidikan Alqur'an) di dekat rumah. Jadi, makin sibuklah si abang. Udahlah sekolah TK A nya full day (Senin-Jum'at) pagi hari sampai jam 11.30, sekarang setiap Senin-Kamis pukul 16.00 mulai TPA dekat rumah. TPA nya juga banyak diikuti anak seumuran Neio, jadi selain belajar juga bisa sekalian bermain. 

Target saya agar Neio bisa lebih fokus. Selama kurang lebih 3 tahun pertamanya Neio menghabiskan waktunya dengan bermain dan bermain, kini saatnya perlahan mulai menambah pengetahuannya. Dan its work, kurang lebih sebulan TPA kini Neio sudah bisa menirukan gerakan shalat. Sebelum TPA kalau ke mushola pasti sibuk lari sana lari sini, kini sudah mulai tenang mengikuti imam. Amazingly, bacaan shalat dan surat-surat pendek juz amma pun sudah mulai hafal. Meski kadang tak sadar dan bahkan bisa dibilang sering, Neio suka melafazkan ayat-ayat shalat atau surat pendek tersebut di kamar mandi, padahal sudah berulang kali diingatkan kalau itu tidak boleh, hehe.

Mmmhh, apalagi ya, o ya, beberapa bulan menjelang usia 4 tahun, Neio mulai keranjingan berenang. Padahal sebelumnya takut banget kalau diajak ke kolam renang. Sekarang, minimal sebulan sekali harus berenang dan kebetulan di sekolah juga ada kegiatan berenang rutin, jadi lumayan bannget untuk meredam gejolak berenang Neio yang sedang menggebu-gebu. Pengennya sih dalam waktu dekat mulai kursus renang agar berenangnya tidak pakai pelampung lagi dan sekalian buat pembentukan body, kali aja bisa kaya bodynya oom Phelps (perenang Amerika peraih emas terbanyak di olimpiade) ya bang... Ga hanya body keren, prestasinya juga boleh dicontoh loh bang Neio.

Sayangnya, memasuki usia 4 tahun juga Neio makin 'matre'. Hampir setiap hari sepulang kantor, saya dan suami harus bawa 'upeti'. Entah itu makanan, permen, es krim, minuman fermentasi (Yak***) dan lain-lain. Daaaaan yang paling bikin tersiksa adalah agenda rutin beli mainan setiap minggu. Ini cukup menguras dompet pastinya. Emosi pun terukuras untuk memberikan pengertian bahwa tidak semua mainan yang dia inginkan bisa kita beli. Tapi tetap saja anaknya susah untuk mengerti dan nangis jerit-jerit agar keinginannya dipenuhi. Hikkkks.

Anyway, semoga dengan berjalannya waktu Neio bisa makin mengerti dan paham kalau bekerja tidak hanya untuk memenuhi hasratnya untuk beli mainan. Masih banyak kebutuhan prioritas lain yang harus dipenuhi selain mainan-mainannya yang sudah segambreng itu. 

Niat banget mengajarkan Neio bisa memahami tidak semua keinginannya bisa dituruti, kelak Neio juga harus mengerti untuk mendapatkan sesuatu itu butuh perjuangan bukan sekedar tangisan. 

Berikut kelucuan dan keseruan Neio di usia fabulous 4 nya....


I'm a spiderman...aaarrrggghhhh

Isshhh, ganteng ya aselinya, ga kalah ama uncle Peter Parker:p

Neio, si Kura-Kura Ninja

Ceritanya mau jadi Bumble Bee (Transformers)

Ninja-ninja an ala Ninja Go

Dapat kiriman mainan dari Uncle plus beraksi ala ala Captain America