Tuntutan dan harapan untuk anak-anak zaman sekarang memang cukup tinggi. Berbagai artikel tentang haramnya mengenalkan Calistung pada anak-anak TK ternyata tidak berdampak banyak pada pola pengasuhan ibu-ibu yang tergolong kompetitif dan perfeksionis #tunjuk diri sendiri. Tapi, apapun itu, bagi saya pribadi sebenarnya niat mengenalkan huruf, angka dan gambar pada anak sedini mungkin lebih pada unsur seru dan fun saja.
Usia 6 bulan, saya mulai mengenalkan flash card pada Nadhifa (udah tau dong belinya dimana? benar di Loper koran, hahahaha #pisss). Tadinya buat melatih dan menstimulasi agar si anak bayi belajar mengenal warna, bentuk dan benda-benda di sekitar. Itu juga kalau anaknya lagi mau. Nama pun anak pertama , jadi ya pengen se-ideal dan se-proporsional mungkin saja. Hasilnya, rajian bermain flash card membuat perkembangan verbal Nadhifa cukup pesat. Ditambah lagi, si anak bayi ini kalau tidur harus pakai musik karena banyaknya mamang-mamang yang jualan suka lewat depan rumah. Jadi, kalau tidur suka kaget dengar suara pentungan jual ketoprak, atau teng teng teng mangkoknya abang tukang bubur sampai abang-abang jualan telur yang pakai musik template ber toa. Jadi, biar tidurnya ga kaget-kaget, disetelin lah lagu anak-anak sekalian. Lagu anak-anaknya juga yang sepanjang masa itu, seperti pelangi-pelangi, naik kereta api, lihat kebunku, dan lagu anak-anak jadul lain yang sangat sangat easy listening (thanks to Alm Pak dan Ibu Kasur, AT Mahmud, dkk).
Benar saja, umur setahun an Nadhifa sudah mulai bisa merangkai kata. Kurang lebih umur 14 bulan, si anak kecil ini bahkan sudah bisa menyanyi satu lagu sederhana dengan lidah cadelnya. Jadi, bermain flash card pun makin efektif. Menginjak usia 2,5 tahun, saya pun iseng (kalau gak mau dibilang niat) ngajarin si kakak ceriwis ini membaca. Kali ini, pakai flash card made by my self (kurang niat apa coba, hihi). Potongan kalender bekas digambar alakadarnya dilengkapi tulisannya. Ukurannya lebih besar dari flash card pertamanya. Sebenarnya flash card big size ini banyak dijual di toko-toko buku, tapi sebagai mak-mak kreatif dan rajin menabung selama bisa dibikin sendiri kenapa harus beli, hihi.
Awalnya, si kakak selalu ngapalin gambarnya. Perlahan, gambarnya ditutup dan si kakak mulai mengeja tulisannya. Di umur 3 tahun akhirnya si kakak berhasil mengeja kata-kata sederhana yang biasanya terdiri dari 2 suku kata. Misal : P-A PA, P-I PI....Papi, M-A Ma, M-I Mi...Mami, M-E Me, J-A Ja....Meja, en so on, en so on.
Jangan ditanya perasaan mak nya sebagai tutor ambisius perfeksionis ini. Bangga, tentu. Senang, pastinya. Rasanya seperti lolos Ujian Masuk Universitas Negeri, hahahaha #lebbbay. Lalu, tak puas sekedar membaca, kita juga harus melatih motorik halusnya bukan?!. Jadi, kami memfasilitasi si kakak satu buah white board (punya kakek lebih tepatnya yang diboyong lintas pulau demi cucu tercinta) dan spidol agar Nadhifa lebih bebas berekspresi. Awal-awalnya sih coretan biasa khas anak-anak, misal: jaring laba-laba, dan benang kusut, hehehe. Tapi, suatu ketika di malam hari, tepat sebulan setelah si sulung ini merayakan Ultah ke-3 nya, tiba-tiba kakak terlihat serius menggambar sebuah sosok dan setelah gambarnya jadi, diapun tampak girang sambil bilang "Kuntilanak Mi". Whaaaaaaat, flash card kan tidak pernah ada gambar kuntilanak kan ya. Kenapa goresan gambar utuh pertamanya jadi kuntilanak kak? Kenapa? #colek Komisi Penyiaran Indonesia yang masih melegalkan dunia perhantuan di televisi lokal.
Kuntilanak ala Kakak |
Mmmhhh, daddy's girl |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar