Selasa, 02 September 2014

Happy 6th Birthday Nadhifa

My Dear Nadhifa,

Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat, kini 6 tahun sudah usiamu. Pastinya Kakak Nadhifa makin dewasa, makin pintar dan pelan-pelan mulai bisa belajar memaknai hidup.

Sayang, selama ini mungkin kami agak memanjakanmu. Memenuhi semua permintaanmu hingga akhirnya di ulang tahun ke-6 ini Kakak mulai bisa 'request' macam-macam. Mulai pesta di restoran cepat saji, kado yang banyak, hingga cake ulang tahun 'Frozen'.

Mami juga tidak menyalahkan Kakak karena beragam 'request' ini karena bagaimanapun, salah satu konsekuensi menyekolahkanmu di sekolah yang menurut orang-orang 'mahal' sedikit banyak pasti berpengaruh pada life style kakak. Tapi, jangan pernah terjebak dengan semua itu Kak.

Pesta Ultah mewah, kado banyak dan semua prilaku konsumtif lainnya tidak selamanya menjamin kebahagiaan kita. Adakalanya semua semu. Menurut kami orang tua yang mungkin masih  agak 'primitif' ini, makna Ulang Tahun seseungguhnya lebih pada bentuk rasa syukur atas nikmat umur yang masih diberikan Allah SWT. Kesempatan untuk introspeksi dan kontemplasi atas hal-hal yang telah kita lakukan dan mulai memperbaiki diri menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Terdengar sederhana memang tapi tidak sesederhana itu untuk diaplikasikan sehari-hari.
 
Happy 6th Birhday My lovely Daughter Nadhifa Chaudry Farsya
Teriring semua do'a terbaik dari Mami untuk Kakak Tersayang

Our 'Party Corner'


'Birthday Girl'
Akur terus ya Belahan Jiwa

'Cake Cinta' meski bukan 'Frozen'

Well, beberapa hari lalu Mami menemukan sebuah artikel menarik untuk disimak dari salah teman Facebook. Artikel ini membuka mata Mami, betapa selama ini pujian yang seringkali Mami sampaikan pada Kakak ternyata tidak selamanya berdampak baik. So, maaf ya Kak, mulai sekarang pujian 'cantik' nya akan mulai dikurangi sedikit demi sedikit biar tidak semakin menyesatkan, hehehe

Jangan Puji Anak Perempuan Cantik
Ada sebuah kisah menarik yang dituangkan Lisa Bloom, pengarang ‘Think: Straight Talk for Women to Stay Smart in a Dumbed-Down World’. Menurutnya, anak perempuan sekarang bertumbuh dengan keinginan besar untuk tampil cantik, daripada tampil pintar. Mereka lebih khawatir kalau mereka tampak gemuk dan jelek.

Dalam bukunya, ia menunjukkan bahwa 15-18% anak perempuan di bawah dua belas tahun saat ini sudah memakai maskara, eyeliner dan lipstik. Kepercayaan diri anak perempuan menurun kalau tidak merasa cantik. Hampir 25% remaja perempuan akan merasa bangga menang America's Next Top Model daripada memikirkan untuk memenangi Nobel.

Karenanya memuji anak perempuan bahwa dia cantik, akan membuatnya makin merasa betapa penampilan menjadi penting. Bayangkan nanti dia sudah diet di usia lima, memakai bedak di usia 11, botoks dan operasi payudara di usia 20-an. Apa yang hilang? Mereka akan kehilangan makna hidup, mengungkap sebuah gagasan dan membaca buku untuk mengembangkan pemikiran dan pencapaiannya.

Bloom berkisah, suatu kali ia pernah bertemu dengan anak perempuan temannya berusia lima tahun yang cantik bernama Maya. Rambutnya terurai, matanya indah, dan gaun warna pink yang manis. Seketika ia ingin sekali teriak "Maya, kamu cantik sekali, coba lihat dan berputar". Namun, ia urungkan dan ia tahan niatan itu. Meskipun itu adalah hal yang biasa untuk memuji seorang anak perempuan, sekaligus mencairkan suasana, dia punya alasan lain.

Lalu, bagaimana baiknya? Lisa lalu mengajak Maya, untuk bicara hal lain daripada sekedar memuji.
"Hai Maya, senang bertemu denganmu," sembari menatap mata Maya.
"Senang bertemu denganmu juga," ujarnya dengan kalem seperti orang dewasa.
"Apakah kamu suka membaca?" ujarnya lagi. Maya diam sebentar. "Aku menyukai buku, apakah kamu juga suka buku," lanjutnya.
"Ya. dan aku bisa membacakannya untukmu," jawab Maya akhirnya.

Maya lalu benar-benar membacakan buku pilihannya dengan lantang. Kisah tentang seorang tokoh perempuan yang menyukai warna pink melawan sekelompok anak jahat yang kerap memakai warna hitam. Tidakkah buku ini juga mengajarkannya betapa sosok perempuan dilihat dari penampilan daripada karakternya. Maya juga kerap membandingkan mana yang lebih cantik, tubuhnya lebih ramping dan pakain yang paling bagus.

Lisa lalu mengajak Maya untuk di kemudian hari memilih buku yang lain jika nanti mereka bertemu lagi. Dari sini diketahui bahwa betapa susahnya nanti mendidik anak perempuan untuk mengajarkan mereka betapa penampilan mestinya tidaklah hal yang utama. Namun, di tengah kepungan industri kecantikan, produk perawatan, kompetisi perempuan cantik sejagad dan budaya selebriti lainnya, usaha mengajari mereka harus dua kali lipat lebih besar.

Setidaknya jika suatu saat nanti Anda bertemu seorang anak perempuan, termasuk anak Anda sendiri, usahakan jangan buru-buru memuji penampilannya. Akan lebih baik mengajak mereka untuk berpikir dan bertanya sesuatu tentang apa yang ia baca. Apakah ia menyukai buku itu atau tidak, dan mengapa? Dari sini pembicaraan akan berkembang sekaligus mengembangkan pola pikir dan inteligensia mereka. Sehingga bisa mengubah cara berpikir anak perempuan bahwa menjadi pintar lebih penting daripada sekedar cantik. Selamat mencoba!

(Sumber: Kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar