Kamis, 24 Juli 2014

Kembang Api Malam ke-27

Bermain kembang api menjelang akhir-akhir puasa di Bulan Ramadhan seolah menjadi tradisi tak terpisahkan bagi anak-anak di Padang, kota kelahiranku dulu. Apalagi jika dimainkan bersama-sama di kampung, tempat lahir Mama, Batusangkar.

Tak hanya di Jakarta, waktu masih tinggal di Padang pun tradisi mudik menjadi hal spesial menjelang lebaran. Nah, mudik yang dilakukan di hari-hari terakhir puasa Ramadhan itu membuat saya dan saudara-saudara merasakan betul kemeriahan malam pesta kembang api dan pawai obor lilin. Entah makna apa yang terkandung di dalamnya, kami sebagai anak-anak sangat menikmati prosesi ini.

Sekarang, ketika sudah punya anak dan tinggal di kawasan Jabodetabek, saya ingin menularkan kebiasaan ini pada anak-anak. Tapi, entah kenapa koq tetap gak dapat ya 'feel' nya. Kayanya memang harus mudik ke Batusangkar lagi niy, biar anak-anak bisa lebih menghayati *modus:p

So, bermain kembang api ala "Malam 27" kemarin bersama kakak Nadhifa dan Neio ternyata jauh dari kesan ramai, boro-boro sakral. Lha kita cuma asyik sekeluarga saja, sementara anak-anak yang lain tidak ada yang 'ngeh' juga.  Bermodal lilin bekas mati lampu dan 2 kotak kembang api, abis makan malam kita langsung bakar-bakar.

Nadhifa siy sibuk dengan kembang apinya, sementara baby Neio yang sedang belajar menikmati pancaran cahaya kembang api di waktu malam lebih banyak melongo dan ngoceh "mau lagi, neio mau lagi kembang apinya". Jadilah kembang api 2 kotak langsung ludes dalam sesaat.

Dan, setelah abis, langsung masuk ke rumah dan beraktifitas lagi seperti biasa. Saya sebagai orang dewasa yang pernah merasakan kenikmatan pawai obor dan main kembang api di masa kanak-kanak koq agak-agak 'ngenes' ya?!. Andai di komplek rumah ada pawai obornya?. Andai anak-anak bisa merasakan apa yang dulu juga pernah saya rasakan?. Andai bisa mudik ke Padang?, nah loooo, hehehe.

Tapi benaran, meski ga ada fotonya, meski almarhumah mama ga menulis di blognya (belum ada juga kelles blog jaman baheula gitu) tapi memori tentang pawai obor dan kemeriahan "Malam 27" Ramadhan masih membekas di ingatan. Apalagi, saya pernah membuat insiden kecil pada "Malam 27".

Jadi, ceritanya kita lagi main-main lilin. Dan entah kenapa tiba-tiba saya iseng bakar-bakar karet gelang sementara di sebelah saya ada Endo (adik tersayang). Eh, lagi asyik-asyik bakar karet gelang, si karet gelangnya langsung meleleh dan lelehannya koq bisa-bisanya ada yang muncrat ke pipi Endo. Jadilah pipi mulus si adek jadi ada codetnya. Untungnya ga besar, jadi begitu endo dewasa dan mulai muncul jerawat akhirnya bekas lepuhan karet gelangnya jadi nyaru aja gitu (kalah ama jerawatnya, hehehe). Sejak saat itu, saya yang selama ini selalu merasa bersalah telah mengakibatkan cacat pada pipi Endo jadi bisa sedikit bernapas lega. However, I wanna say "so so sorry" for the accident ya dek bro...

Anyway, oneday pengen banget rasanya ngajakin anak-anak sekomplek yang belum mudik untuk merasakan nikmatnya Pawai Obor di "Malam 27". Semoga ya...Aminnn...

Ini dia hasil paparazzi saat bocah ber kembang api ria....







Tidak ada komentar:

Posting Komentar