Selama di Padang Panjang, kami menyempatkan diri ke rumah Kakak Mama. Sesekali pulang kampung tak ada salahnya sekalian bersilturahmi menguatkan kekerabatan antar keluarga.
Silaturrahmi |
Jalan ke makam Nenek Uyut |
Lagi bahas si 'doggy' |
Hi doggy...kita teman ya... |
Mesjid Antik nan Unik |
Bagian dalam Mesjid |
Polah Bocah |
Ke Padang Panjang kami kan kembali....*singing |
Setelah menghabiskan siang hari di perjalanan termasuk menikmati kuliner Sate Mak Syukur di Kota Padang Panjang, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Solok, mengunjungi salah satu adik Mama yang memang berdomisili di sana. Perjalanan menuju Kota Solok ini juga menyuguhkan pemandangan yang tak kalah cantik. Melewati gunung. sawah dan menyusuri Danau Maninjau yang terkenal dengan ikan bilihnya.
Neio yang memang suka dengan laut, pantai beserta isinya termasuk ikan tampak sangat menikmati perjalanan sambil sesekali menyanyikan lagu karangan Mami.
Danau-danau-danau Maninjau
Banyak airnya, kecil ombaknya
Lagu yang berirama sama hanya ganti lirik dengan lagu pantai dan kisah malin kundang ini sepertinya lebih mudah dipahami oleh Neio dibandingkan harus menerangkan dalam bentuk deskriptif. Buktinya, beberapa nulan berselang setelah perjalanan, Neio terkadang masih suka menyanyikannya, hihihi.
Di Solok kami disuguhkan makan sore (sekalian malam) dengan menu ala Nenek Lin. Rasanya jangan ditanya, kelegitan 'bareh Solok' dipadu ikan, kalio telur itik dan samba lado asam yang rasanya maknyooos. Soal kolestrol mungkin bisa kita bahas terpisah, huehehehe.
Tak terasa, saatnya pulang ke Rumah Padang. Perjalanan malam hari ini dihiasi pemandangan city view Kota Padang. Jalan Solok-Padang ini memang merupakan jalan utama dari Jawa menuju Padang, jadi ketika masa kuliah dan sempat merasakan pulang ke Padang menggunakan bis, jalan ini cukup akrab dengan saya yang memang seorang perantau.
De ja vu. Dulu, rasanya baru kemarin merasakan betapa memasuki kota Solok perasaan sudah senang bukan kepalang membayangkan suasana rumah. Ditambah kerlap-kerlip lampu kota Padang seringkali membuat kami yang pulang basamo bersorak tak sabar menyongsongnya. Kemarin, ketika kembali melewati jalan ini, saya hanya bisa tersenyum mengingat-ngingat tingkah kocak masa lalu.
Malamnya, setiba kembali di rumah, kami langsung istirahat. Meski capek tak terkira, namun perjalanan seharian tadi benar-benar menyenangkan. Anak-anak bisa main di pantai, mengenal keluarga dan bersilaturrahmi dan merasakan secara langsung betapa indahnya kampung halaman Maminya, hehehe.
Seperti yang sudah disepakati bersama jika misi pulang kampun kali ini adalah untuk bebenah dan beberes, maka selama kurang lebih 10 hari di Padang, anak-anak lebih banyak bermain di sekitaran rumah nenek kakek. Namun, rumah ini ternyata masih tak jauh berbeda dengan apa yang ada di gambaran saya ketika melakukan hal yang sama saat masih kecil.
Bagi saya, berlibur ke rumah oma/atuk yang ada di Batusangkar (kurang lebih 3 jam perjalanan) berarti merasakan suasana yang benar-benar desa. Ada sawah, kolam ikan (tabek) yang dipakai buat mancing ikan. Bahkan sesekali kami suka buang air besar di jamban yang persis ada di tabek dan ketika kotoran kita masuk ke tabek, mulut-mulut ikan siap memakannya, dan setelah itu ikannya kami pancing lalu digoreng, huekkksss. Namun, saat itu tidak pernah terpikir sama sekali itu hal yang menjijikkan, baru setelah besar kita menyadari kenapa kita makan kotoran kita lagi (meski lewat perantara si ikan), hahaha.
Di kampung oma/atuk pula kami masih bisa memetik jambu air, rambutan yang ada di halaman. Termasuk merasakan jajanan pasar tradisional yang sering bikin kangen.
Kini, ketika sudah punya anak dan membawa anak-anak pulang ke kampung halaman saya, anak-anak juga masih bisa melihat sawah, main di kali yang ada di belakang rumah, melihat sapi ternak milik tetangga, lengkap dengan ayam, kambing, dan kucing (ini siy lebih ke piaraan kali ya, hehehe).
Di sini pula anak-anak bisa menghirup udara pagi yang masih dilengkapi kabut, meski tidak harus buang air besar di jamban yang ada di atas kolam. Ketika sore menjelang dan udara panas mengeringkan dahaga, maka si kakek dengan sigap memetik kelapa muda ijo yang ada di kebun. Ya, persis di sebelah rumah nenek ada sebuah lahan kosong yang dimanfaatkan kakek untuk berkebun. Selain kelapa muda, di kebun kami juga bisa menikmati buah matoa (jika lagi musim). Sejenis lengkeng namun dengan rasa yang tidak terlalu sama.
Air Kelapa Pelepas Dahaga |
Sayang, pada saat pulang kampung kemarin kami kelupaan menjajal ayunan gantung yang sudah dibeli kakek. Beruntung, di dekat rumah ada sebuah Sekolahan Paud (Pendidikan Anak Usia Dini) yang kerap dikunjungi anak-anak di pagi hari. Meski tak ikut belajar di kelas, tapi Neio bisa melatih gerakan motorik kasarnya di arena bermain. Makasih ya Paud....
'Sekolah Gratis' |
Palimo and its surroundings |
Seolah-olah berangkat sekolah |
Selama beberapa hari di rumah kami juga menerima kunjungan dari saudara yang akhirnya bisa menjadi teman bermain Nadhifa dan Neio. Tx aunty fenny dan uncle faried, can't wait to see you soon...
Rumah Palimo di Padang ini tak hanya menjadi tempat menyenangkan buat saya, apalagi Nadhifa. Beberapa kali saya menanyakan lebih senang ke Jawa (rumah Mbah dari pihak papi) atau ke Padang, maka tanpa pikir panjang Nadhifa pasti akan memilih Rumah Padang. Lengkap dengan alasan khas anak-anak yang rasanya tidak etis buat dituliskan, huehehehehe. So sorry ya Pi...
---to be continue---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar