Cerita tentang kriminal menyisakan banyak kenangan dalam otak saya. Diawali ketika menjadi reporter kriminal di TV "Satu Untuk Semua", lanjut jadi presenter tayangan kriminal terpopuler (terpopuler memang klaim sepihak penulis:p) hingga menjadi korban kriminal saat masih menyandang status anak kos...*tragis
Reporter Kriminal
Sudah lazim bagi reporter-reporter baru yang mencoba peruntungan pada saat itu (awal tahun 2000-an) sebagai wartawan televisi biasanya akan ditempa terlebih dulu sebagai wartawan khusus kriminal. Penempatan ini tentu bukan tanpa alasan, meski banyak pihak yang menganggap desk Buser (nama desk kriminal di SCTV saat itu) sebagai ajang plonco/orientasi. Buser sendiri diambil dari nama istilah di Reserse Kriminal Polisi yang artinya Buru Sergap.
Alih-alih 'diplonco', saya justru belajar banyak hal tentang dasar-dasar jurnalistik waktu menjadi reporter kriminal. Belajar bagaimana rasanya 'ronda' malam, nguber 'bandeng' mayat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM), beberapa kali wawancara dengan almarhum dr. Mun'im nan fenomenal sebagai dokter forensik, bertatap muka menggali informasi dengan tersangka/pelaku kriminal hingga ikut termehek-mehek kala mewawancarai korban peristiwa kriminal baik itu korban langsung yang masih hidup atau keluarga korban yang meninggal.
Sebagai reporter baru yang minim pengalaman jurnalistik (kuliahnya pan
Public Relations) saat itu saya merasakan bagaimana harus mengatur emosi sebagai jurnalis. Jam kerja yang tidak lazim (sering masuk malam untuk berburu berita/hunting) dan jenis pekerjaan yang jauh dari bayangan dan impian saya. Idealnya mimpi anak
Public Relations tentunya menjadi
Corporate Secretary/Spokesperson perusahaan swasta lebih spesifiknya lagi
oil company: kaaaan:p. Tapi saat itu saya justru nongkrong dan nangkring sambil pegang Handheld Transceiver (HT) yang biasa dipakai oleh polisi-polisi. Jika ada tanda-tanda taruna (berita) barulah kita mulai bergerak menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Tak heran saat itu teman-teman reporter kriminal termasuk saya hapal beberapa istilah sandi dan pasal-pasal yang sering dipakai oleh polisi. Mulai dari 86, 87, 340, apa lagi yaaaa...o iya 001, hahahaha (itu mah saluran langsung internasional kelleees mbak e). Ya nama pun udah agak-agak berumur, harap maklum ya cyiiin. Nah, di dunia kriminal ini juga saya mulai belajar menulis reportase/berita. Meski tidak seberat menulis berita cetak, menulis berita televisi juga membutuhkan
skill khusus dan ada seninya. Belajar menggunakan kalimat tutur namun runut dalam merangkai berita dengan konsep 5 W + 1 H (What, Who, Where, When, Why dan How). Kelak ilmu ini jadi ilmu wajib yang dikuasai saat melakukan peliputan dan pelaporan jurnalistik.
Anyway, entah karena memang menjiwai liputan harian kriminal atau entah karena alasan lain, pengalaman menjadi wartawan banyak saya habiskan sebagai reporter kriminal. Memang sempat beberapa bulan nangkring di
desk Ekonomi/Bisnis (Ekbis) yang liputannya dari hotel ke hotel (kalau reporter kriminal dari polsek ke polsek:p) atau antar instansi ekonomi, tapi tetap saja ujung-ujungnya dikondisikan eksis di dunia kriminal (padahal dengan status
single saat itu pengen lebih lama di desk Ekbis
ngarep ketemu pengusaha/ekspatriat tajir yang mungkin lagi nyari jodoh, huehehehe)
Btw, dari sekian kasus kriminal yang pernah saya garap, ada beberapa kasus yang berkesan. Apalagi kasus-kasus dalam liputan berdurasi panjang. Jadi, selain berita kriminal harian dengan durasi 1 hingga 2 menit, dulu pada masa jayanya berita kriminal di televisi, biasanya menyelipkan 1 atau 2 berita durasi panjang (2 segmen/10-15 menit). Untuk SCTV dulu namanya Tabir Kejahatan yang tayang setiap Buser akhir pekan usabtu/minggu. Bahkan, dulu juga sempat berjaya tayangan Derap Hukum (DH) yang merupakan tayangan feature kriminal berdurasi 30 menit (masih di SCTV). Keren deh DH ini, bahkan beberapa kali jadi nominasi di ajang bergengsi seperti Panasonic Award dan kalau gak salah pernah jadi pemenang juga untuk kategori program berita tertentu (lagi-lagi lupa aku lupa, hiks:p).
Nah, untuk beberapa lama saya pernah meliput Tabir Kejahatan. Tayangan 2 segmen ini cukup ampuh menggali sisi lain dari sebuah berita kriminal mulai dari motif Tersangka melakukan kejahatan, hingga profil korban maupun Tersangka. Tak heran, banyak pelajaran kehidupan yang saya dapat saat melakukan peliputan.
Beberapa kasus kriminal meninggalkan kesan mendalam dalam diri saya. Misalnya kesadisan seorang anak SMU di Blitar, Jawa Timur yang menghabisi nyawa 2 orang temannya pada awal tahun 2007. Lain lagi di Pariaman, Sumatera Barat, seorang Ketua OSIS tega membunuh pacarnya karena hamil. Atau, masih di daerah Jawa Timur, ada seorang suami yang tega menyiram isterinya dengan air keras karena sakit hati. PPpfffhhh...Capek banget kan ya kerja harus bahas kisah-kisah begini. Tapi untungnya kejadian-kejadian itu berada di luar Jakarta, bahkan kadang di luar pulau Jawa, jadi sembari kerja bisa sekalian jalan-jalan dan wisata kuliner mengenal tradisi dan budaya negeri.
I love my job sangat lah pokoknya untuk bagian yang ini, hehe.
Presenter Kriminal
Malang melintang di dunia kriminal akhirnya tiba saatnya untuk naik ke layar kaca alias jadi
news anchor. Tapi, lagi-lagi mengawali karir sebagai presenter pun saya harus memulainya sebagai presenter berita Buser (2006). Eits, tapi jangan salah, saat itu Buser pamornya lagi oke banget. Kelihatan dari ratingnya yang biasanya Top 5 diantara siaran-siaran berita lain yang tayang di jam yang sama, 11.30 am. Hingga akhirnya karena kebijakan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada tahun 2009 yang melarang tayangan kriminal pada siang hari Buser pun jadi pindah jam tayang. Pindahnya pun tak tanggung-tanggung jadi dini hari di jam yang kurang.pasti sodara-sodara *sigh.
Pokoknya sejak saat itu siaran Buser buat saya jadi 'siksaan' tersendiri. Tak ubah 'setersiksanya' siaran malam. Berhubung tidak
live, jadi
taping nya pun dilakukan lewat tengah malam pada jam yang tidak pasti pula. Pokoknya merusak
mood banget lah karena serba ketidakjelasannya itu. Pernah suatu hari, karena sudah kesal akhirnya saya siaran sambil marah-marah dan muka BT. Kebayang kan seperti apa rasanya berada di ruang
Master Control tempat para produser,
Program Director, Audio man dan sejumlah kru lainnya memandangi muka saya, bahahahahaha.
So sorry crew, siaran malam itu sangat tidak menyenangkan, huhuhu (bukan contoh yang baik untuk ditiru karena bagaimanapun harusnya tetap profesional dong ya).
O ya, karena kelamaan di dunia kriminal ini pernah lo pada suatu fase dalam hidup ini saya harus menderita insomnia alias susah tidur. Bahkan setelah konsultasi dengan om yang kebetulan dokter akhirnya saya sampai harus mengonsumsi obat tidur dosis tertentu. Beruntung tidak berlangsung lama, setelah mengaktifkan diri di dunia sosial bersama teman-teman perlahan penyakit insomnia ini sembuh dengan sendirinya...Alhamdulillah.
Lalu, bagaimana kisah saya menjadi korban kriminal? lanjut
next episode saja ya...yaaa bis nyaaa udah kepanjangan juga...tariiik maaang....