Kamis, 23 Oktober 2014

Nadhifa Diary

Berberapa hari lalu, Nadhifa baru saja menyelesaikan Ujian Tengah Semester (UTS) pertamanya di Tingkat Sekolah Dasar. Tapi entah kenapa di UTS pertama ini justru malah saya yang deg-deg an. Khawatir kalau anaknya kurang konsentrasi, nanti soalnya ada yang terlewatkan, pokoknya banyak kekhawatiran-kekhwatiran yang menurut suami saya malah tidak berdasar sama sekali.

Nadhifa dan seragam hariannya...
Ya, begitulah sebagai kaum Virgo yang selalu menuntut perfeksionisitas dalam segala hal, jadinya ya begini, eits kenapa jadi nyalahin zodiak ya, hihi. Singkat cerita, dengan bimbingan dari Coah Papi di malam hari (karena maknya juga ribet dengan kuliah malamnya), alhamdulillah Nadhifa menyelesaikan UTS nya. Padahal saat UTS sempat dilanda batuk pilek gitu.

Beberapa hari setelah UTS, kakak Nadhifa mengabarkan berita baik. Setelah diperiksa oleh Ibu Guru, alhamdulillah semua nilai UTS Nadhifa untuk pelajaran tematik (4 macam) mendapat nilai 100. Nilai 100 untuk semua pelajaran tematik juga didapatkan oleh satu orang teman lainnya. Jadi hanya ada 2 anak yang mendapat nilai 100 untuk pelajaran tematik dan salah satunya anak saya, Nadhifa.

Duuh, saya senaaaangnya bukan main, alhamdulillah ya. Bapaknya apalagi, mengaku sebagai coach dan pulang lebih awal dari biasanya demi menemani putri tercinta untuk persiapan UTS membuat si papi rada jumawa, hehehe. Tapi, entah kenapa kami masih aga sedikit tidak percaya pada saat itu dan mencoba mengkonfirmasi langsung pada Ibu Guru by BBM (gaya ya sekolah sekarang, bisa chat bbm langsung ama guru segala). Ternyata apa yang sudah dijelaskan Kakak Nadhifa benar adanya.

Beginilah resiko punya anak yang rada talkative dan terkadang punya daya imajinasi tinggi, kadang sebuah informasi harus di recheck kebenarannya pada sumber lain, hehehe, maaf ya Kak :p. Setelah pengumuman pelajaran tematik, saya masih menunggu informasi untuk 2 pelajaran lain yang belum ada hasilnya, yakni Agama dan Bahasa Inggris. Hingga pada suatu hari si kakak akhirnya menuliskan sendiri hasil UTS agamanya lewat sebuah surat.

Memang selama ini untuk melatih motorik halus Nadhifa terutama dalam hal menulis, kami menstimulasinya lewat surat. Keterbatasan waktu menemani Nadhifa di rumah pada hari kerja diusahakan sebisa mungkin terbayar lewat hal-hal lain. Salah satunya ya lewat gerakan menulis surat setiap hari ini. Semua hal yang sudah dilakukan di sekolah seharian dapat dituliskan dalam selembar kertas dan malamnya kami menyempatkan waktu membahasnya.

Alhamdulillah, beberapa hari berjalan, sudah terlihat ada kemajuan dari kerapihan tulisan tangan si Kakak. Semoga semangat terus menulis ya Kak, apalagi jika Kakak mau jadi penulis beneran, insyaAllah didukung.

Lalu, penasaran melihat surat Nadhifa tentang hasil UTS agamanya, ini dia....

Surat 'perdamaian' buat Mami...

Well, sebenarnya saya masih belum habis pikir dengan terbitnya surta ini. Kenapa anak usia 7 tahun sudah memiliki konsep menyuap. Padahal selama ini saya juga marah bukan yang giman-gimana juga. Paling hanya mengingatkan agar lebih konsentrasi dan teliti. Tapi, namapun anak kecil, jadinya memang tugas orang tua untuk mengarahkan si anak bukan...

Entah kenapa, tiba-tiba ingin berkonsultasi dengan KPK terkait upaya penyuapan ini, hahahaha #drama




Kamis, 16 Oktober 2014

Rumah Nenek Kakek #PadangTrip2014 (2)


Selama di Padang Panjang, kami menyempatkan diri ke rumah Kakak Mama. Sesekali pulang kampung tak ada salahnya sekalian bersilturahmi menguatkan kekerabatan antar keluarga.

Silaturrahmi
Di Padang Panjang pula kami singgah untuk shalat di mesjid antik daerah Gunung, desa kelahiran Kakek dari pihak Papa. Usai shalat kami lanjutkan dengan foto session di sekitar mesjid yang sangat ciamik ini. Tapi sebelumnya Papa menyempatkan diri berziarah ke makam nenek.

Jalan ke makam Nenek Uyut
Lagi bahas si 'doggy'
Hi doggy...kita teman ya...



Mesjid Antik nan Unik
Bagian dalam Mesjid



Polah Bocah


Ke Padang Panjang kami kan kembali....*singing


Setelah menghabiskan siang hari di perjalanan termasuk menikmati kuliner Sate Mak Syukur di Kota Padang Panjang, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Solok, mengunjungi salah satu adik Mama yang memang berdomisili di sana. Perjalanan menuju Kota Solok ini juga menyuguhkan pemandangan yang tak kalah cantik. Melewati gunung. sawah dan menyusuri Danau Maninjau yang terkenal dengan ikan bilihnya.

Neio yang memang suka dengan laut, pantai beserta isinya termasuk ikan tampak sangat menikmati perjalanan sambil sesekali menyanyikan lagu karangan Mami.

Danau-danau-danau Maninjau
Banyak airnya, kecil ombaknya

Lagu yang berirama sama hanya ganti lirik dengan lagu pantai dan kisah malin kundang ini sepertinya lebih mudah dipahami oleh Neio dibandingkan harus menerangkan dalam bentuk deskriptif. Buktinya, beberapa nulan berselang setelah perjalanan, Neio terkadang masih suka menyanyikannya, hihihi.

Di Solok kami disuguhkan makan sore (sekalian malam) dengan menu ala Nenek Lin. Rasanya jangan ditanya, kelegitan 'bareh Solok' dipadu ikan, kalio telur itik dan samba lado asam yang rasanya maknyooos. Soal kolestrol mungkin bisa kita bahas terpisah, huehehehe.

Tak terasa, saatnya pulang ke Rumah Padang. Perjalanan malam hari ini dihiasi pemandangan city view Kota Padang. Jalan Solok-Padang ini memang merupakan jalan utama dari Jawa menuju Padang, jadi ketika masa kuliah dan sempat merasakan pulang ke Padang menggunakan bis, jalan ini cukup akrab dengan saya yang memang seorang perantau.

De ja vu. Dulu, rasanya baru kemarin merasakan betapa memasuki kota Solok perasaan sudah senang bukan kepalang membayangkan suasana rumah. Ditambah kerlap-kerlip lampu kota Padang seringkali membuat kami yang pulang basamo bersorak tak sabar menyongsongnya. Kemarin, ketika kembali melewati jalan ini, saya hanya bisa tersenyum mengingat-ngingat tingkah kocak masa lalu.

Malamnya, setiba kembali di rumah, kami langsung istirahat. Meski capek tak terkira, namun perjalanan seharian tadi benar-benar menyenangkan. Anak-anak bisa main di pantai, mengenal keluarga dan bersilaturrahmi dan merasakan secara langsung betapa indahnya kampung halaman Maminya, hehehe.

Seperti yang sudah disepakati bersama jika misi pulang kampun kali ini adalah untuk bebenah dan beberes, maka selama kurang lebih 10 hari di Padang, anak-anak lebih banyak bermain di sekitaran rumah nenek kakek. Namun, rumah ini ternyata masih tak jauh berbeda dengan apa yang ada di gambaran saya ketika melakukan hal yang sama saat masih kecil.

Bagi saya, berlibur ke rumah oma/atuk yang ada di Batusangkar (kurang lebih 3 jam perjalanan) berarti merasakan suasana yang benar-benar desa. Ada sawah, kolam ikan (tabek) yang dipakai buat mancing ikan. Bahkan sesekali kami suka buang air besar di jamban yang persis ada di tabek dan ketika kotoran kita masuk ke tabek, mulut-mulut ikan siap memakannya, dan setelah itu ikannya kami pancing lalu digoreng, huekkksss. Namun, saat itu tidak pernah terpikir sama sekali itu hal yang menjijikkan, baru setelah besar kita menyadari kenapa kita makan kotoran kita lagi (meski lewat perantara si ikan), hahaha.

Di kampung oma/atuk pula kami masih bisa memetik jambu air, rambutan yang ada di halaman. Termasuk merasakan jajanan pasar tradisional yang sering bikin kangen.

Kini, ketika sudah punya anak dan membawa anak-anak pulang ke kampung halaman saya, anak-anak juga masih bisa melihat sawah, main di kali yang ada di belakang rumah, melihat sapi ternak milik tetangga, lengkap dengan ayam, kambing, dan kucing (ini siy lebih ke piaraan kali ya, hehehe).

Di sini pula anak-anak bisa menghirup udara pagi yang masih dilengkapi kabut, meski tidak harus buang air besar di jamban yang ada di atas kolam. Ketika sore menjelang dan udara panas mengeringkan dahaga, maka si kakek dengan sigap memetik kelapa muda ijo yang ada di kebun. Ya, persis di sebelah rumah nenek ada sebuah lahan kosong yang dimanfaatkan kakek untuk berkebun. Selain kelapa muda, di kebun kami juga bisa menikmati buah matoa (jika lagi musim). Sejenis lengkeng namun dengan rasa yang tidak terlalu sama.

Air Kelapa Pelepas Dahaga

Sayang, pada saat pulang kampung kemarin kami kelupaan menjajal ayunan gantung yang sudah dibeli kakek. Beruntung, di dekat rumah ada sebuah Sekolahan Paud (Pendidikan Anak Usia Dini) yang kerap dikunjungi anak-anak di pagi hari. Meski tak ikut belajar di kelas, tapi Neio bisa melatih gerakan motorik kasarnya di arena bermain. Makasih ya Paud....

'Sekolah Gratis'

Palimo and its surroundings

Seolah-olah berangkat sekolah

Selama beberapa hari di rumah kami juga menerima kunjungan dari saudara yang akhirnya bisa menjadi teman bermain Nadhifa dan Neio. Tx aunty fenny dan uncle faried, can't wait to see you soon...


Rumah Palimo di Padang ini tak hanya menjadi tempat menyenangkan buat saya, apalagi Nadhifa. Beberapa kali saya menanyakan lebih senang ke Jawa (rumah Mbah dari pihak papi) atau ke Padang, maka tanpa pikir panjang Nadhifa pasti akan memilih Rumah Padang. Lengkap dengan alasan khas anak-anak yang rasanya tidak etis buat dituliskan, huehehehehe. So sorry ya Pi...

---to be continue---


























Senin, 13 Oktober 2014

(Truly) Weaning With Love

Ye ye yeaaayy, sudah seminggu ini saya berhasil melakukan weaning with love di usia Neio yang menginjak 27 bulan. Pan tidak ada istilah terlambat lah ya, yang penting akhirnya Neio mengerti kalau memang sudah saatnya untuk disapih.

Setelah melakukan evaluasi, koreksi, dan interpelasi (berasa di parlemen) terhadap diri sendiri, keterlambatan proses menyapih ini ternyata tidak semata karena Neio yang memang sangat demanding dengan jatah ASI-nya. Tetapi yang lebih nyata terasa, justru saya seringkali merasa tidak siap untuk mulai menyapih sang bocah.

Selama 2 tahun lebih saya benar-benar merasakan nikmatnya menjalani proses menyusui. Selama itu pula saya selalu merasa jumawa ketika Neio benar-benar 'tergantung' dengan saya. Hal ini padahal sebenarnya menyusahkan ketika weekend karena Neio hanya mau melakukan banyak hal bersama saya. Bahkan pernah ada fase ketika saya harus buang air kecil sekalipun diiringi tangisan Neio hanya karena tidak mau ditinggal.

Hal ini berlangsung berlarut-larut dan entah kenapa meski sedikit ada kekesalan tapi saya lebih banyak merasakan kadar nikmatnya, hehehehe. Seperti orang jatuh cinta yang pasangannya tak mau berjauhan satu sama lain barang sedetik pun, hahahaha. Tak jarang, hal ini membuat saya dan suami seringkali berdebat karena sejatinya si Papi ini juga punya andil terhadap keberadaan Neio. Tapi setiap kali ingin mendekati Neio untuk membangun bonding selalu ditolak dan papi pun tereak...."sakitnya tuh disini" *sambil tunjuk dada.

Singkat cerita....suatu hari, saya merasakan sakit yang tidak biasanya pada payudara sebelah kanan. Padahal, jarang-jarang payudara kanan ini bermasalah, meski menjelang haid sekalipun. Biasanya saya hanya merasa sedikit nyeri pada payudara kiri menjelang datang bulan. Akhirnya saya menghampiri dokter kantor untuk berkonsultasi ***. Saya pun bercerita, saat ini dalam proses menyapih Neio di usia nya 27 bulan. Apakah ada kemungkinan ketidaknyamanan ini karena hal tersebut atau karena hal lain.

Tak disangka, si dokter malah menceramahi saya betapa menyusui melebihi usia anak 2 tahun itu ternyata berdampak tidak baik pada perkembangan psikologi anak. Sambil mencontohkan pengalaman beberapa pasiennya yang mengalami hal yang sama dengan saya. Ada contoh kasus seorang ibu yang memiliki 5 orang anak laki-laku dan disusui hingga melebihi batas 2 tahun. Ternyata hingga besar tepatnya SMP, jika sang anak sakit, maka si anak baru sembuh jika disusui oleh ibunya, jleb...

Whaaattt, mendengar penjelasan tersebut saya benar-benar shock. Ditambahkan lagi penjelasan beberapa kasus Odipus Complex atau laki-laki yang menyukai perempuan jauh di atas usianya juga ada beberapa karena proses menyusui yang melebihi batas waktu 2 tahun. Detik itu juga saya langsung bertekad untuk menyapih Neio dengan cara apapun. Bahkan harus 'berpisah' untuk beberapa waktu seperti yang dulu terjadi pada proses menyapih (yidak sengaja) kakak Nadhifa pun akan saya jalani.

Menyadari memang tidak ada tujuan dan alasan khusus untuk keluar kota pada saat itu akhirnya saya mencoba lebih realistis dan perlahan memberi pengertian pada Neio. Malamnya, saya menyiapkan air putih di gelas. Sebelum tidur saya juga memastikan Neio sudah meghabiskan susunya di gelas. Jadi ketika tidur saya bisa memberikan penjelasan tidak aad lagi ASI karena sudah minum susu pakai gelas.

Ditambah dengan cerita pengantar tidur (yang didominasi cerita truk molen, mobil patroli dan beberapa jenis mobil lainnya) maka proses tidur pun lancar jaya. Setelah cerita selesai dan Neio sudah mulai benar-benar mengantuk biasanya saya akan membisikkan kata-kata 'I love you' seperti halnya pada kakak Nadhifa, tapi saat ini ucapan sayang ini belum berbalas maksimal, malah berujung ketawa ngakak....Berikut cuplikan percakapannya...

Mami     : I love you Neio
Neio       : Iya...
Mami     : Neio jawab lagi, I love you too Mami...
Neio       : Iya...
Mami     : Ulang ya...I love you Neio....
Neio       : Iya....
Mami     : Jawab dung Neio...I love you too Mami...
Neio       : Iya.....
Mami     : Baiklaaah...*mulaifrustrasi, hahahahahaha
 
Malam pertama proses penyapihan berjalan relatif lancar. Sesekali bangun paling hanya mengambil minum air putih pakai gelas. Siang harinya, karena memang saya ke kantor, selama ini sudah tidak ada masalah.

Malam kedua, saya mencoba menyiapkan botol dot berisi air putih biar Neio bisa minum sambil tidur. Eh, si anak kecil ini malah sangat menikmati dot nya dan siang pun minta minum pakai dot. Haddeeeuh, kenapa jadi mundur gini Neio, kaya RUU Pilkada lewat DPRD aja niy si Neio, hahahaha.

Beruntunglah akhirnya Neio bisa menyadari kekhilafannya dan minum dot hanya berlangsung 2 hari saja. Menginjak hari ketiga Neio kembali minta minum pakai gelas di malam hari. Gelas pun spesifik harus seperti gelas yang saya pakai. Di siang hari proses minum air putih juga dilakukan sendiri oleh Neio dan mengambil langsung dari dispenser. Untunglah dia bisa membedakan mana air dingin dan panas. Tapi drama pecah gelas beberapa kali terjadi hingga stok gelas di rumah mulai menipis, hikssss.

Namun, setelah hari ketiga, Neio malah sama sekali tidak lagi minta minum di malam hari. Maminya yang memang sudah lelah bekerja lanjut kuliah ini akhirnya bisa tidur dengan nyenyak tanpa interupsi minta minum, alhamdulillah. Beberapa kali Neio sempat terbangun gelisah, namun hanya untuk digaruk di punggung atau bagian lain yang dirasa gatal. Selebihnya paling hanya usap-usap punggung atau memeluk saya seperti guling dan lanjut tidur lagi...huuuuh, finally...

Hari berikutnya, saat weekend dan bercengkrama di kasur, biasanya Neio suka senyum-senyum sambil merayu agar mimik ASI lagi. Setelah dijelaskan kalau ASI nya sudah tutup akhirnya Neio pun bisa mengerti. Good boy....

Ternyata menyapih dengan cinta tidak sedramatis yang saya bayangkan. Alhamdulillah tidak ada tangisan dan tantrum di malam hari seperti yang banyak diceritakan orang. Kini, PR selanjutnya adalah potty training dan lepas Pospak di malam hari. Semoga segera ada kisah seru yang bisa dibagi...amin.



***Pemeriksaan payudara saya yang nyeri akhirnya berlanjut dengan mammografi di YKI dan alhamdulillah hasilnya baik-baik saja. Dokter di YKI menjelaskan bahwa nyeri menjelang haid adalah hal yang wajar karena pengaruh hormon, apalagi jika si Ibu dalam proses menyapih. Keep healthy and happy ya semuaaaa....Aminnn

Selasa, 07 Oktober 2014

'Pantai Air Manis' yang Tidak Manis #PadangTrip2014 (1)

Banyaknya aktifitas dan rutinitas membuat kegiatan dokumentasi agak terbengkalai. Tidak ingin makin keteter maka saya mencoba mencicil sedikit demi sedikit ketertinggalan ini dan memastikan semua cerita tidak basi terutama buat para pemeran utama, my wonderful kiddos.

So, akhir bulan Agustus lalu niat mudik ke Padang alhamdulillah terwujud. Target beberes rumah di Padang pun terealisasi dengan sukses dan anak-anak juga senang tak terkira bisa huru hara di rumah penuh cinta ini. Selain itu, bisa bertemu keluarga besar dari pihak ibunya juga dan yang terpenting bisa merasakan 'konektivitas' dengan rumah kesayangan almarhumah sang nenek.

Meski waktu banyak dihabiskan buat 'nginem' namun kami masih menyempatkan diri untuk sekedar jalan-jalan dan menikmati kuliner wajib yang sayang dilewatkan. Es Duren Pondok, Pecel dan Lontong Sayur, Ketan Duren, Sate Mak Syukur Padang Panjang, Kue Mangkuak, Perkedel Jagung khas Padang Panjang, dan aneka masakan asli Padang olahan keluarga dapat dinikmati secara maksimal, Alhamdulillah.

Beberapa hari stay di rumah karena alasan 'nginem' maka Rabu (27/8) kami mencoba mengeksplorasi keindahan kota Padang. Kali ini tujuannya adalah ke Pantai Air Manis dimana Batu Malin Kundang teronggok manis di pinggir pantai. Niatnya selain bermain di pantai saya juga ingin menceritakan kisah Malin Kundang kepada anak-anak. Apalagi memberikan penjelasan pada Neio yang lagi senang-senangnya ngobrol, pasti menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana merangkai kisah si Malin Kundang nan tersohor kepada bocah 2 tahun dan ternyata tidak terlalu susah lo, cukup dengan nyanyian maka Neio bisa langsung menangkap makna dan mampu menceritakannya kembali kepada saya, pintaaaar....

Hi Pantai...Nice to see you...
By the way...kami memutuskan berangkat pagi ke Pantai Air Manis diantar abang driver rental yang baik hati. Selain karena pertimbangan beberapa tujuan lain yang akan ditempuh seharian, bermain di pantai di pagi hari tentunya lebih meyehatkan ketimbang siang bolong. Apalagi jika mengingat jam tidur Neio pada pukul 11.00 siang.

Setibanya di pantai kami mendapati suasana yang relatif sepi. Sayangnya kenapa ya pantai yang menjadi andalan tempat wisata Kota Padang ini sangat tidak terawat. Kesan kumuh dan berantakan terbukti dengan banyaknya sampah serta tenda-tenda yang tidak tertata. Benar-benar menyedihkan. Rasanya koq saya miris ya melihat kenyataan tempat wisata yang seharusnya bisa menjadi aset tapi malah tidak terurus.

Warung-warung itu sungguh annoying...

Rasanya pengen edit photoshop deh backgroundnya....

Tak mau merusak niat bersenang-senang di pantai bersama anak-anak jadi saya memutuskan untuk langsung mencari spot yang cukup teduh untuk bermain pasir. Eh, ternyata ada bapak-bapak pakai motor yang mengikuti mobil kami dari belakang sambil menyodorkan karcis parkir bodong. Jelas-jelas kami sudah membayar 2 kali di gerbang depan yang seharusnya sudah sekalian untuk parkir.

Jadilah untuk parkir di pantai air manis kami melewati 3 lapis penjaga, 1 di gerbang depan yang sepertinya resmi, lalu dihadang lagi oleh remaja tanggung tanpa karcis disusul oleh bapak-bapak bermotor yang membawa karcis bodong, ckckckck.

Well, setelah menemukan batu malin kundang, saya mengajak anak-anak main air dan pasir. Ombak yang memang tidak terlalu besar tetap saja membuat Neio takut. Jadilah Neio hanya bermain pasir saja di pinggir. Sementara si kakak terlihat jauh lebih antusias dan mengeluarkan gaya andalan ala putri duyung terdampar.

konon, disinilah Mr. Malin Kundang pernah melabuhkan kapalnya...tp tidak hatinya, hahaha

Little Mermaid terdampar

Stay 'close' forever ya Nak...


Seumur-umur tinggal di Padang, rasanya saya juga baru sekali berkunjung ke pantai air manis. Kurang lebih waktu seumuran Nadhifa. Namun, masih terbayang jelas di ingatan ketika saya tergulung ombak karena bermain terlalu ke tengah. Hasilnya, sebuah goresan di tangan terkena batu karang yang berbekas hingga sekarang.

Aku seorang pengembara...

Berdo'a untuk Malin Kundang...
Benar ya ternyata...memandang laut dan pulau-pulau di sekitarnya itu bikin refresh banget. Sensasi laut itu sepertinya bisa menjernihkan pikiran, relaksasi otak dan aroma pasir terasa benar-benar menyegarkan. Sepertinya mampu menyaingi kesegaran aromatherapy yang sering dibakar di tempat Spa (abaikan pemandangan sampah dan toko-toko gak penting di sekitar batu Malin Kundang yang bikin 'rusak' mata).

Ini niy prajurit mau ke medan laga, dooorr....dooorrr....dorrrr

Puas bermain di pantai, kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Lagi-lagi ketika memasuki kamar bilas kami mendapati suasana tempat mandi yang masih 'primitif''. Dibuat alakadarnya dengan pintu kayu berbalut seng dan airnya agak-agak butek...Pffhhhh, masa mau pake hashtag #ShameOnYouPDG dulu siy untuk membenahi sebuah pantai di kota yang katanya dijuluki 'Kota Wisata' *pensive.

Dua bocah yang tidak akan selamanya bocah

I love beach

(lively) mommy and (lovely) son

Shadow of Neio
Our quality time...
Melanjutkan perjalanan menuju Padang Panjang, kami mendapati antrean kendaraan hampir di semua SPBU. Ternyata pada saat itu memang lagi ramai berita kelangkaan BBM menyusul rencana pemerintah yang ingin membatasi pasokan BBM bersubsidi lantaran kuotanya sudah habis. Jadi, beberapa kali kami terjebak macet dan untungnya BBM mobil kami sudah full.

Kota Padang Panjang adalah kota kelahiran Papa dan tentunya menyambangi tempat makan sate langganan yang menjadi salah satu kuliner wajib untuk dijajal di kota ini...

to be continue... 





























Di Kala Mendung Menyapa Pagi



di kala mendung menyapa pagi 
ingin rasanya berbagi sedikit kisah tapi penuh makna
untuk menyemagati hari
mengisi kekosongan hati
menenangkan kegalauan jiwa
yang tiba-tiba melanda...

di kala mendung menyapa pagi
banyak rasa yang ingin dicurah
tapi entah mengapa
semua terasa kehilangan makna...

di kala mendung menyapa pagi
aku coba mengumpulkan semua energi
menyambut hari
akankah engkau muncul duhai mentari...


Dear Sun...apa kabar?

Rabu, 01 Oktober 2014

Hi October...

Wooow, udah Oktober saja...Tidak terasa, persis sebulan yang lalu memulai aktifitas baru yang super full karena keputusan untuk kuliah lagi. Jadilah Senin-Kamis menghabiskan waktu sampai malam di luar rumah dan setibanya ke rumah hanya  bisa menatap serta mencium anak-anak yang sudah lelap tertidur.

Masih beradaptasi dengan ritme baru ibunya, tentu terkadang anak-anak mulai kritis juga ya. Terutama si Kakak yang memang tampak sangat mewarisi sifat kritis sang ibu.
Namun ternyata Neio yang usianya 4 tahun lebih muda dari sang Kakak, justru jauh lebih mengerti dan memahami rutinitas ibunya.

Tadi pagi mendapat cerita dari si Teteh kalau kemarin ada obrolan seru yang melibatkan Kakak dan Neio :

Kakak  : duuuh, mami kenapa siy pulangnya malam terus (muka sebel dan cemberut)
Neio     : sabar Kak, mami kan sekolah...(tampang cool nan bijak)

Saya yang hanya mendapatkan ceritanya langsung terharu. Bahkan, si Teteh yang mendengar langsung percakapan ini sampai komentar, "Lah ini siapa yang kakak, siapa yang adek ya?!".

Tapi benar ya, kehilangan moment-moment bersama anak-anak (terutama Neio yang dalam masa "Golden Period") rasanya gimana gitu...Tiba-tiba saja berasa anaknya kok sudah gede. Lalu, selama minggu ini, kalau ditinggal di pagi hari (saya, kakak dan papinya berangkat bareng) ternyata Neio sudah tidak menangis lagi. Bahkan langsung melambaikan tangan sambil tersenyum. Sweet Neio.

Neio juga sudah mulai fokus ketika dibacakan cerita-cerita dongeng pengantar tidur sehingga tidak lagi terlalu bergantung pada ASI. Sangat berharap semoga Weaning with Love program bisa terealisasi di bulan ini ketika Neio menginjak usia 27 bulan, amin.

Di masa ini pula, saya mulai berpikir ulang apakah tetap dengan keputusan memiliki 2 anak atau mengikuti niat suami yang ingin 3 anak, huehehehe. Abis, rasanya ketika melihat anak-anak tumbuh besar koq rasanya sepi ya gak ada yang bisa diuyel-uyel lagi. Apakagi kalau membesuk tetangga yang baru lahiran dan melihat bayi kecil tak berdaya tengah digendong ibunya, huhuhuhu, kok pengen yaaaa, hahaha. Keinginan ini juga makin menjadi-jadi ketika mampir ke toko bayi untuk beli kado, pppffhhh, kenapa semua baby stuff itu bisa dibuat lucu-lucu begitu....

Well....*tarik napas panjang
Sepertinya siap-siap berangkat ke kampus lebih realistis untuk saat ini daripada dihantui pikiran-pikiran melanggar program pemerintah soal jumlah anak, hehehe...cuuuussss...Prof...I'm Comiiing....:)