Kejamnya ibu tiri tak
sekejam ibu kota. Ungkapan ini mungkin sudah sering kita dengar dan rasakan.
Apalagi bagi warga pendatang yang baru menginjakkan kakinya di Jakarta.
Ungkapan ini pernah pula menjadi judul sebuah film di era 80-an.
Kurang lebih 30 tahun
berlalu, sepertinya hal yang sama masih kita rasakan. Apalagi bagi para komuter
yang bekerja di Jakarta. Potret suram layanan transportasi massal di Jakarta
berdampak pada ketidaknyamanan yang dirasakan para komuter, terutama pengguna
Kereta Api.
Tak dapat dipungkiri,
Kereta Api masih menjadi salah satu sarana tranportasi andalan masyarakat yang
bermukim di daerah penyangga ibukota. Sayangnya, tingginya animo warga
menggunakan kereta api tidak diiringi perbaikan layanan dari pengelola, PT
Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ).
Seringkali kita
mendengar dari media banyaknya gangguan kereta Jabodetabek yang berujung pada
demo dan pemblokiran rel, penuh sesaknya kereta terutama di jam-jam kantor
hingga egoisnya penumpang kereta yang tidak mau berbagi kursi dengan ibu-ibu
hamil atau warga lanjut usia (lansia).
Karut marut layanan
Kereta Api ternyata tidak menyurutkan niat beberapa pasangan lansia untuk
beraktifitas menggunakan si roda besi ini. Beberapa kali saya mendapati
pasangan lansia berjuang keras untuk sekedar dapat masuk ke dalam kereta
menembus sesaknya penumpang.
Jika beruntung, ada
penumpang yang akan memberikan tempat duduknya,. Sebaliknya, jika tidak mereka akan
mencoba bertahan sambil bergenggaman tangan satu dengan yang lainnya. Sungguh
romantis. Tak sedikitpun keluhan keluar dari mulut mereka. Kerutan-kerutan di
wajah mereka makin menguatkan betapa kerasnya perjuangaan hidup sudah mereka
lewati.
Pemandangan ini
harusnya bisa menjadi bahan kontemplasi, tak hanya bagi pengguna kereta namun
juga bagi anak-anak muda masa kini. Bahagia itu sederhana. Menikmati setiap
waktu bersama orang-orang yang dikasihi tanpa banyak mengeluh dalam situasi dan
kondisi apapun ternyata dapat memberikan energi positif.
Di sisi lain, sudah
saatnya pemerintah mulai memperbaiki pelayanan publik, terutama trasportasi
massal. Warga tentu sudah bosan melihat pemberitaan media yang didominasi kasus
korupsi pejabat negara. Di negara lain, warga dengan mudah protes jika ada
pelayanan publik yang tidak memuaskan.
Namun, di Indonesia,
khususnya Jakarta, warga ‘dipaksa’ untuk menerima pelayanan publik yang buruk
sekalipun. Warga juga sudah lelah untuk sekedar protes. Mereka lebih memilih pasrah
dan memendam rasa kecewa.
Setidaknya, kehadiran
pasangan lansia di kereta komuter mengajarkan kita untuk belajar menerima
kenyataan. Di titik ini, kita belajar bahagia dengan segala ketidaknyamanan
negeri.
Winny Arfiani
Pasangan lansia menjajal kereta
PS : Tugas Diklat Teknik Penulisan Kehumasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar