Jumat, 16 Mei 2014

Belajar Bahagia di Commuter Line



Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota. Ungkapan ini mungkin sudah sering kita dengar dan rasakan. Apalagi bagi warga pendatang yang baru menginjakkan kakinya di Jakarta. Ungkapan ini pernah pula menjadi judul sebuah film di era 80-an.
Kurang lebih 30 tahun berlalu, sepertinya hal yang sama masih kita rasakan. Apalagi bagi para komuter yang bekerja di Jakarta. Potret suram layanan transportasi massal di Jakarta berdampak pada ketidaknyamanan yang dirasakan para komuter, terutama pengguna Kereta Api.

Tak dapat dipungkiri, Kereta Api masih menjadi salah satu sarana tranportasi andalan masyarakat yang bermukim di daerah penyangga ibukota. Sayangnya, tingginya animo warga menggunakan kereta api tidak diiringi perbaikan layanan dari pengelola, PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ).

Seringkali kita mendengar dari media banyaknya gangguan kereta Jabodetabek yang berujung pada demo dan pemblokiran rel, penuh sesaknya kereta terutama di jam-jam kantor hingga egoisnya penumpang kereta yang tidak mau berbagi kursi dengan ibu-ibu hamil atau warga lanjut usia (lansia).

Karut marut layanan Kereta Api ternyata tidak menyurutkan niat beberapa pasangan lansia untuk beraktifitas menggunakan si roda besi ini. Beberapa kali saya mendapati pasangan lansia berjuang keras untuk sekedar dapat masuk ke dalam kereta menembus sesaknya penumpang.

Jika beruntung, ada penumpang yang akan memberikan tempat duduknya,. Sebaliknya, jika tidak mereka akan mencoba bertahan sambil bergenggaman tangan satu dengan yang lainnya. Sungguh romantis. Tak sedikitpun keluhan keluar dari mulut mereka. Kerutan-kerutan di wajah mereka makin menguatkan betapa kerasnya perjuangaan hidup sudah mereka lewati.
Pemandangan ini harusnya bisa menjadi bahan kontemplasi, tak hanya bagi pengguna kereta namun juga bagi anak-anak muda masa kini. Bahagia itu sederhana. Menikmati setiap waktu bersama orang-orang yang dikasihi tanpa banyak mengeluh dalam situasi dan kondisi apapun ternyata dapat memberikan energi positif.

Di sisi lain, sudah saatnya pemerintah mulai memperbaiki pelayanan publik, terutama trasportasi massal. Warga tentu sudah bosan melihat pemberitaan media yang didominasi kasus korupsi pejabat negara. Di negara lain, warga dengan mudah protes jika ada pelayanan publik yang tidak memuaskan.

Namun, di Indonesia, khususnya Jakarta, warga ‘dipaksa’ untuk menerima pelayanan publik yang buruk sekalipun. Warga juga sudah lelah untuk sekedar protes. Mereka lebih memilih pasrah dan memendam rasa kecewa.

Setidaknya, kehadiran pasangan lansia di kereta komuter mengajarkan kita untuk belajar menerima kenyataan. Di titik ini, kita belajar bahagia dengan segala ketidaknyamanan negeri.


                                                                Winny Arfiani

Pasangan lansia menjajal kereta


PS : Tugas Diklat Teknik Penulisan Kehumasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar