Minggu, 02 Maret 2014

Ketika Separuh Jiwaku Pergi #1

Sebelum memulai kisah ini, ada baiknya ngucapin makasih dulu buat Mas Anang karena lagunya menginspirasi buat judul tulisan kali ini, jiahahahaha. Thanks Mas Anang, semoga kali ini "jiwa" yang ini tidak pergi lagi ya...#colek mbak Ashanti #sok ikriiib (apaciiih....)

Let the story begin....

Ditinggal orang tua pasti menyisakan duka mendalam bagi semua orang. Tak terkecuali bagi saya. Meninggalnya mama karena sakit kronis hampir 2 tahun lalu benar-benar ujian hidup yang paling berat. Tak pernah terbayang, mama yang tadinya segar bugar, sehat wal'afiat kecuali keluhan sakit kaki dibagian lutut (osteoporosis) tiba-tiba harus terbaring lemah tak berdaya.

Akhir Juni 2012, ujian kehidupan itu dimulai. Hari-hari menjelang kelahiran Neio, saya harus bolak-balik Rumah Sakit mengantarkan mama berobat. Awalnya kami berpikir hanya akan ada tindakan/operasi di bagian lutut mama yang terkena pengapuran. Dana sudah disiapkan, mental mama pun dikuatkan kalau ini hanya operasi biasa yang akan dilanjutkan fisioterapi buat melatih tempurung lutut baru.

Tapi Allah SWT berkehendak lain, beberapa jam menjelang operasi ternyata dokter menemukan massa/tumor di tulang belakang mama. Singkat cerita, mama divonis Kanker Paru stadium lanjut karena sudah ada penyebaran hingga tulang belakang. Allah Maha Besar. Seketika dunia bagaikan runtuh.

Kelahiran anak kedua yang sedianya akan disambut penuh suka cita mendadak berubah haru. Saya berjuang melahirkan anak kedua hanya berdua suami di Rumah Sakit. Mama yang dulu waktu kelahiran Nadhifa setia mendampingi kini hanya bisa mengirimkan do'a. Alhamdulillah kelahiran Neio berjalan lancar, kurang dari 3 jam sejak masuk RS, tepat sebelum azan subuh, tangis jagoanku sudah mewarnai dunia. Mama pun sempat datang ke RS sambil nyuapin makan si Kakak. Hari-hari berikutnya kulalui di RS seorang diri (alhamdulillah normal procedure, jadi cuma 3 hari saja di RS nya). Sementara, Mama harus siap-siap masuk RS dan Bapaknya anak-anak harus dituntut tidak sekedar siaga, tapi harus sigap. Tak hanya mengurus isteri tapi juga mendampingi perawatan ibu mertua (thansk a lot papi, you're the best).

Tanpa disadari, kehadiran Neio sekaligus menjadi penguat di saat-saat berat dalam hidup saya. Lucky me, baby Neio terlahir sebagai bayi sehat dan sangat pengertian. Sama sekali tidak menyusahkan. Selain tidak rewel, malam pun jagoan kecil ini tidak ngajak begadang, pokoknya bayi manis banget deh (semoga sampai gede konsisten begitu ya nak). Sayangnya, Mama yang sudah mulai dirawat di RS tidak sempat sepenuhnya menyaksikan masa bayi Neio ini. Padahal mau dicompare ama tingkah si Kakak waktu bayi yang cukup merepotkan (maaf ya Kak). Tapi, benaran beda masalahnya. Jika si Kakak sering kolik, Neio malah ga pernah. Kakak yang bentar-bentar dibawa ke RS karena ga berhenti-berhenti nangis, Neio ke RS paling buat imunisasi saja. Tapi, gedenya Kakak baik loh, pintar lagi, nama pun anak pertama plus cucu pertama, pasti wajib ya Kak agak-agak ngerjain dikit, hehehehe #piss ya Kak.

Intinya, si baby Neio ini seolah-olah mengerti betul kondisi mak nya yang lagi banyak pikiran, sedih, dan galau. Sehingga sebagai bayi pun sama sekali tidak merepotkan maminya *peyukciumbabyboy. Sementara, si Mama mendapat perawatan di RS ditemani Papa, kita hanya bisa telpon-telponan dan mengirimkan do'a.

Mom's last birthday :(


Kurang lebih 2,5 bulan menjalani perawatan di RS (sempat bolak-balik pulang sebentar ke rumah) akhirnya di usia 59 tahun 11 bulan Mama berpulang ke Rahmatullah untuk selama-lamanya. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan saya waktu itu. Tapi kehadiran anak-anak terutama Neio benar-benar menjadi penyemangat untuk tetap kuat dan tabah.

Berhubung tulisan yang ini agak-agak panjang, jadi mari kita bagi dua chapter aja ya, biar lebih afdhol dan bikin penasaran (padahal biasa aja...*muka flat)


(to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar