Kamis, 06 Maret 2014

Menyadari Potensi Diri #1

Banyak diantara kita yang merasa terlambat atau bahkan sulit menemukan potensi diri. Apalagi kaum remaja yang sering disebut dengan istilah ABG (Anak Baru Gede). Puncaknya ketika lulus SMU dan mulai memilih jurusan kuliah terjadilah pergolakan bathin, "Sebenarnya aku mau jadi apa".

Hal ini juga saya alami pada masa-masa itu (ga usah sebut tahun lah ya, biar ga ktahuan betul tuwirnya, hehe). Setamat SMU, tuntutan orang tua agar anak perempuan satu-satunya ini menjadi dokter cukup besar. Namapun anak penurut dan tidak mau mengecewakan orang tua, ya sudah ikut saja. Namun apa yang terjadi? Semesta menolak (Gagal UMPTN/Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan tak mungkin memaksa Perguruan Tinggi Swasta menimbang biaya yang pasti besar). Saat itulah akhirnya kita dipaksas untuk menyadari bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan bukan.

And life must go on....

Terinspirasi gejolak reformasi yang saat itu masih cukup hangat (jiaaah, jadi ketahuan deh angkatan berapanya, hahahaha), tiba-tiba saat itu saya merasa kok keren ya kalau bisa kuliah di bidang komunikasi. Sebagai anak IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) tentu ini menjadi pilihan yang cukup ekstrim. Tapi, entah karena masih kecewa dengan jurusan berbau medis itu, rasanya saat itu saya memang pengen mencoba sesuatu yang baru saja (kasihan ya kuliah kok nyoba-nyoba *biarin).

Tahun-tahun pertama kuliah komunikasi cukup bikin akuh shock pemirsah. IPA itu ternyata sangat berbeda dengan bidang sosial (ya iyalah ya, menurut ngana). Saya yang terbiasa dengan sesuatu yang serba pasti harus meraba-raba segala sesuatu yang serba tidak pasti. Tak hanya soal bidang ilmunya tapi juga kelakuan  dosennya *tepok jidat. Jadi, kadang ke kampus, saya merasa kok ya lebih banyak kongkow-kongkownya saja dibanding kuliahnya, alasan standar dosen ga datang atau telat berjam-jam sudah jadi template sehari-hari. Sebagai anak perantauan yang bertanggung jawab dan newbie pula dalam ilmu sosial ini sempat loh agak-agak kecewa dan sedikit frustrasi, ppppffhhh, what a life.....

Seribu pertanyaan berkecamuk dalam hati. "Mau jadi apa aku nanti?", "Katanya kampus terkenal, tapi kok dosennya jarang masuk?". Sempat mau pindah jurusan tapi merasa sayang aja gitu sama umur. Jadi, ya akhirnya terpaksa dikelarin juga (lucky me tetap bisa lulus cum laude #dagu diangkat sombong). Hiburan dan penyemangat selama kuliah siy paling standar lah ya, misalnya bisa menikmati paras cowok-cowok bandung nan kece *kedip2mata, dikelilingi teman-teman baik yang rata-rata jilbaber (dulu belum ada istilah hijabers deh kayanya), jadinya tidak sampai terperosok pergaulan anak-anak Bandung yang negatif-negatif gitu, alhamdulillah.

Masa-masa gaul dan galau, hihihihi...Pic taken by everyone


Trus, menjelang semester akhir, saya pun mencoba peruntungan di dunia kerja. Niatnya, biar ga bete aja terus-terusan di kampus tapi tidak merasakan seperti apa dunia kerja yang sesungguhnya. Ternyata proses mendapatkan pekerjaan dengan status mahasiswa semester akhir ini tidaklah gampang. Koran Pikiran Rakyat yang terbit setiap hari sabtu dan biasanya memuat banyak lowongan pekerjaan menjadi santapan rutin tiap minggu. Tak terhitung jumlah surat lamaran yang dikirim, namun cuma beberapa yang merespons. Kebanyakan telepon yang masuk biasanya tawaran untuk jadi marketing kartu kredit atau asuransi *nangis guling-guling.

Syukurnya, dari sekian puluh surat lamaran yang dikirim, saya sempat merasakan bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan CCTV a.k.a kamera pengintai di kawasan Sukajadi. Tugasnya ya seperti tenaga marketing kebanyakan, menawarkan  dan mencari prospek pemasangan CCTV di kantor-kantor atau perusahaan gitu. Pengalaman bekerja  pertama memang ga begitu mengasyikkan. Karena emang bukan passion nya juga kali ya, saya sukses bertahan hanya 1,5 bulan saja, hihihihi.

Tak kapok mencoba peruntungan di dunia kerja, selang beberapa bulan kemudian saya kembali menjajal sebuah tantangan baru. Kali ini sebagai tenaga marketing di gedung Sabuga (Sasana Budaya Ganesa) Convention Centre di Jalan Taman Sari., Bandung. Setelah sebelumnya gagal berjualan CCTV, sekarang saya dituntut berjualan space di Sabuga ini. Sabuga ITB ini kan memang sering banget ya dipakai buat berbagai acara gitu, biasanya pameran, konser musik bahkan wedding. Harganya pun lumayan. Tapi tetap saja, saat itu saya digaji ngepas UMR saja, hahahaha. Beruntung masih mahasiswa yang memang lagi mencari jati diri, saat itu saya mah seru-seru saja. Apalagi akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman yang asyik juga *lirik jeung Sari dan jeung Prita. Sesekali kita juga bisa nonton konser musik grateeeesss. Sebut saja Kris Dayanti (masa itu lagi jaya-jayanya), Siti Nurhaliza, Ahmad Dhani and family (waktu itu masih ama mbak Maia lah ya), sampai KH Abdullah Gymnastiar atau lebih dikenal A Agym (sampai minta tanda tangan A Agym loh akuh dan dikasih pesan khusus "Sholehah itu Indah" berhubung waktu itu belum berhijab,  hahaha). Nikmatnya lagi kerja di ini waktu itu karena akses pun bebas sodara-sodara, mau ke ruang ganti artis sekalipun bisa loh, huehehehe. Tapi ya karena memang dari dulu saya anaknya gak narsis, maka harap maklum ya, bukti-bukti foto pun masih sangat minim, hihihi.

Overall, kerja di Sabuga Convention Centre ini cukup seru. Selain bisa bertemu artis, bisa melatih kemampuan komunikasi juga terutama dalam menghandle klien yang beragam jenisnya itu. Selain itu, saya juga bisa mengenali dunia kerja dalam arti sesungguhnya , maksudnya lengkap dengan intrik-intrik, persaingan sesama marketing, ngakalin HRD karena ngerjain tugas kuliah sampai diomelin bos saat weekly meeting (bos nya ampe gebrak meja lo karena ga terima dengan penjelasaan akuh tentang complain klien, bahahahahaa). Tapi, namapun kerja sambil kuliah dan niatnya memang iseng belaka, jadi ya tetap tidak bertahan lama juga. Akhirnya karena memang si bos nya sudah ga aseek lagi dan mau ngebut ngelarin skripsi juga, memasuki bulan kelima saya pun mengundurkan diri dengan sangat hormat, pheeeew.

Laluuuuu, kira-kira bagaimana akhirnya saya bisa terjun ke dunia jurnalis dan menjadi anchor (nyaris) terkenal itu, hahahahaa, simak kisah selengkapnya sesaat lagi yaaaa.....*wink wink

Tidak ada komentar:

Posting Komentar