Saya sebagai salah satu konsumen aktifkuaci ini sempat kepikiran lo mau menyelenggarakan kompetisi kuaci se katnor. Tapi, masih bingung nyari sponsor, hahahaha. Namapun kompetisi, at least ada hadiah lah ya yang harus diperebutkan. Semoga Gubernur atau Wakil Gubernur berkenan menyumbangkan 1 buah piala bergilir demi terselenggaranya kompetisi kuaci ini *mimpiiiiiiii.
Talking about kuaci, adalah Mince (penjual berbaagai macam produk yang sudah belasan tahun ngider di kawasan Balaikota DKI Jakarta dan popularitasnya dipastikan mengalahkan Bapak Jokowi sekalipun *di Balaikota DKI lo ya) yang mulai membangkitkan kenangan kita kembali terhadap butir-butir imut yang suka bikin penasaran ini. Entah kapan terakhir kali mengonsumsi kuaci, tapi ketika kembali mencoba menguliti butir demi butir kuaci ini koq ada sensasi tersendiri ya, hahahaha.
foto dari sini |
Berikut beberapa filosofi kuaci yang sangat personal dan subjektif menurut saya :
1. Kuaci mengajarkan pada kita untuk selalu berusaha. Bayangkan ketika kita mengambil sebutir kuaci dan dan berupaya mengupasnya namun terkadang isi di dalamnya malah rusak atau rasanya tidak seperti yang kita byangkan, bahkan terkadang ada yang kosong alias hampa. Sejatinya hidup juga begitu kan ya?!. Usaha yang sudah kita lakukan tidak selamanya berbuah manis:p. Apapun hasilnya, yang penting jangan cepat menyerah dan tetap optimis.
2.Menikmati kuaci juga berarti melatih kesabaran. Kenikmatan kuaci baru terasa ketika sudah memakan minimal satu genggaman kecil. Jadi, tidak sedikit orang yang akhirnya berhenti di tengah jalan sebelum menikmati sensasi sang kuaci. Biasanya komentarnya, "udah ah, malas, capek makannya" atau "kurang kerjaan ngulitin kuaci di dalamnya cuma secuil doang". Justru, bukankah semua yang dijalani dengan penuh kesabaran pasti akan berakhir indah pada waktunya:)
3. Mengonsumsi kuaci juga harus konsisten. Konsisten agar ketika proses menguliti jangan sampai kena bibir (baik atas maupun bawah). Kadar garam kuaci yang cukup tinggi membuat bibir berasa jontor kalo terkena kulit kuaci saat mengulitinya.
4. Melalui kuaci kita bisa menguatkan silaturrahmi dan persaudaraan. Bayangkan, ngobrol sambil ngemil kuaci itu benar-benar ga berasa bow. Di saat tangan dan mulut saling berkoordinasi untuk 'menaklukkan" si kuaci, beragam tema dan topik obrolan pun bisa mengalir saat itu. Bener ga siy...bener aja lah ya...*maksa
5. Last but not least, kuaci juga menguji komitmen kita dalam menjaga kebersihan. Biasanya, makan kuaci enaknya sambil duduk ya, lalu bekal tissue satu lembar dan begiru selesai dikulitin, kulitnya langsung ditaruh deh di tissue. Nanti kalau sudah kelar gampang dong, tinggal gulung tissue trus buang ke tempat sampah terdekat. Tapi, kenyatannya, pernah loh ketemu sama 2 orang anak manusia yang sedang berdiri dalam Kereta Commuter Line Jabodetabek sambil menikmati kuaci. Tanpa merasa berdosa, 2 orang cewek-cewek ini malah membuang kulit kuaci langsung ke lantai yang jelas-jelas mengotori lantai kereta. Memang siy, ada petugas kebersihan, tapi kok terlihat norak aja ya, makan kuaci jorok begitu. Spontan saat itu karena gemes saya langsung negur dong "Mbak, sampah kuacinya jangan dibuang sembarangan gitu, jorok". Eh, si mbak nya bete dong pemirsah. Sambil memandang dengan sudut mata gitu ke arah saya. Saya balik menatap dengan tatapan yang kalau diartikan kurang lebih maknanya, "Halllllooooo....hari gini kok ya masih nyampah sembarangan". Semoga mbak itu bisa ya menerjemahkan arti tatapan saya saat itu dan gak nyampah lagi kalo makan kuaci, hehehe.
Mmmmhhh, kira-kira ada pembelajaran apalagi ya dari si kuaci ini? hehehehe. Kalau menurut saya sih kayanya baru itu aja...Any idea Kuaciers?
Eh, pas lagi nyari foto buat tulisan yang ini malah ketemu artikel manfaat kuaci dari salah satu berita on line surat kabar di sini, makin cinta deh ama kuaci...I love you kuaci, camilan ringan menyehatkan, hahahaha *ala duta kuaci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar