Minggu, 13 April 2014

Pencapaian saat Berdagang


Lahir sebagai warga keturunan Padang, saya seringkali di judge jago berdagang. Sesuai singkatan yang sering disematkan pada orang-orang Padang lainnya yaitu Pandai Berdagang. Padahal, dulunya saya merasa sama sekali tidak memiliki bakat berdagang. Namun tuntutan hidup di ibukota yang cukup tinggi kadang membuat kita tidak boleh terlena dengan hanya mengandalkan gaji (cieeeee). Apalagi, belakangan, pekerjaan sebagai abdi negara ini membuka peluang yang cukup besar untuk mengasah kemampuan berdagang, hehehehe. Jika di swasta dulu waktu tersita untuk berburu berita demi berita, kini sebagai PNS kita bisa lebih pintar memanfaat peluang waktu (untuk berdagang).

Nah, sejak jadi PNS saya akhirnya mulai belajar berdagang. Beberapa komoditi sudah sempat saya jual, hahaha. Pastinya gak mungkin jual Sembako lah ya. Awal-awal berdagang, saya mulai dengan berjualan kerudung. Ini sebenarnya agak cukup dipertanyakan karena sebagai penjual kerudung, saat itu saya sama sekali tidak pakai kerudung, hihi.

Jadi, ceritanya, dulu waktu di stasiun TV 'Satu Untuk Semua' itu saya sempat berkenalan dengan Da Aldi. Orang Padang yang juga jadi reporter dan selang beberapa bulan saya baru mulai bekerja di TV, eh si Da Aldi ini hijrah menjadi. Nah, beberapa tahun berselang, saat saya juga move on dengan jadi abdi negara ini, eh, ga taunya kantor saya dan Da Aldi ini bersebelahan namun beda instansi. Sesekalinya bertemu, eh doi nawarin saya jualan kerudung. Konon katanya di kantor nya dia laris manis. Tergoda rupiah dari pedagang kerudung asal Bukit Tinggi ini akhirnya saya memutuskan menerima tawarannya.

Kerudung-kerudung yang dijual memang tergolong unik (saat itu), sulaman tangan hasil kerajinan asli dari Bukit Tinggi. Karena memang unik dan jarang ditemukan di Jakarta, jadi kerudung yang saya jual pun laris manis. Belasan, puluhan, hinggga ratussan kerudung saat itu terjual lo mengisi kekosongan waktu. Senaaaaang sekali rasanya saat itu. Ajang jualan pertama ini sebagai sebuah pembuktian diri saya sebaga keturunan Padang (penting banget yaaaa). Ilmu pemasaran yang diaplikasikan saat itu antara lain diferensiasi produk. Jika anda menjual produk-produk yang berbeda dan tidak pasaran tentu pembeli akan lebih penasaran untuk memilikinya (entah dari Philip Kottler atau Rhenald Kasali dan dimodifikasi oleh saya tentunya, hehe).

Sukses berjualan kerudung yang hanya beberapa bulan saja, hahaha (ga konsisten, ya iyalah kalau konsisten pasti saya sudah buka toko di Tanah Abang kali yaaaa), selanjutnya saya berjualan tissue. Jauh banget ya lompatannya. Ini juga sebenarnya karena ada ibu-ibu yang suka nitip tissue karena setiapkali turun di stasiun suka ada abang-abang tissue yang menjual dengan promo beli tiga discount Rp. 1000,-. Jadi, ada ibu-ibu yang suka nitip beliin 3, toh tissue ga berat ini jadi saya siy ayo saja. Eh, ga sadar saya malah ikut nyetok tissue di laci kantor. Nah, ketika ada ibu-ibu yang butuh tissue, iseng saya nawarin stok tissue di laci saja seharga beli satunya. Lumayan kan kalau ada 3 pembeli saya untung Rp. 1000,- (hahahaha). Pesan moral berjualan tissue ; jangan lihat nominal profit yang didapat, namun lihatlah keceriaan ibu-ibu yang terlihat bahagia waktu mendapatkan tissue sebungkus:p

Seperti halnya kerudung, jualan tissue ini juga hanya berlangsung beberapa bulan, nama pun iseng jadi ya suka-suka saya dong ah mau jualan lama atau sebentar, hehehehe.

Bapak suami sempat terkagum-kagum loh dengan bakat terpendam saya dalam berdagang. Beberapa kali sempat bilang kamu resign saja nanti biar bisnis dari rumah sambil ngurusin anak (klasik ya, tapi so far masih terdengar wacana karena memang ga ada bayangan mau bisnis apa).

Lalu, pencapaian lain saya saat berdagang adalah menjual baby stuff Neio di toko online. Jarak usia Nadhifa dan Neio yang hampir 4 tahun membuat kemarin kita sempat latah membeli babby box dan stroller. Ternyata ketika bisa berjalan si Baby Neio ini sudah tidak betah di baby boxnya. Begitu juga halnya dengan stroller. Daripada menuh-menuhin space rumah jadi akhirnya kita coba jual di situs online saja. Lagi-lagi dong si Bapak suami takjub ama pencapaian saya. Dalam hitungan minggu, barang-barang tersebut bisa berpindah tangan *kibas rambut. Selain itu, ada tas oleh-oleh dari Eropa yang gak mungkin saya pakai karena pertimbangan banyak hal (warna dan harga tas yang tidak cocok naik turun kereta, pantesnya dipakai pengguna Vellfire jadi ijin sama papa untuk dijual lagi aja. Soal hasil penjualan ya buat saya dong, hahahaha) yang juga berhasil saya jual dalam hitungan hari (ini siy dibeli kolega yang memang duitnya sering berlebih, hehehe).
Oleh-oleh Eropa dari Papa yang dengan sangat terpaksa harus dijual

Beli...beli...beli....
sold out

Namun, yang lebih gokil lagi, saya juga sudah menjajakan rumah yang kami tempati sekarang di situs jual beli rumah online. Sampai-sampai ada tetangga yang liat dan nanya, "Mbak, memang rumahnya mau dijual?". Santai saya menjawab "Gak juga siy bu, kemaren mau tes pasar saja". Eh, besoknya ada tetangga yang juga melakukan hal yang sama demi mencari tahu harga pasaran rumahnya, hahahah.

Namun, sekarang saya jadi benaran kepikiran untuk mulai berjualan. Tapi galau sebenarnya passionnya berjualan apa. Selama ini pengalaman berjualan saya masih dilandasi karena iseng dan terdesak demi mendapat space rumah lebih luas (lewat jualan baby box dan stroller). Untuk menseriusinya tentu butuh riset dan pastinya modal (ini niy yang paling berat).

Bagaimanapun profesi pengusaha memang menjanjikan apalagi jika sebagai pengusaha kira bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya tentu jauh lebih menentramkan jiwa. Saya berjanji dalam hati sambil menguatkan tekad dalam hati "Suatu hari saya benar-benar ingin jadi pengusaha". Semoga semesta mendengar...

So, modal...modal...modal...come on...come to me...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar