Senin, 31 Maret 2014
April Mop
Kisah di bulan April yang selalu saya ingat adalah pengalaman April Mop dari si adik. Tepatnya tahun 2000 ketika baru menyandang status sebagai anak perantauan merangkap anak kos yang tengah berjuang menggapai impian tiba-tiba saya ditelepon oleh adik yang saat itu masih duduk di bangku SMA di Padang.
Entah terinspirasi dari mana, sore hari si bungsu ini nelpon ke Hand Phone Nokia 6210 (ceileeeh pake disebutin detail gitu seri nya, ya iyalah ya, secara lagi happening sangat pada masanya dan sebagai mahasiswa baru pastinya punya kebanggan tersendiri memiliki HP Nokia 'pisang' itu, halaaah) dan dengan suara bergetar doi bilang "mama baru saja jatuh dari tangga dan sekarang lagi dibawa ke rumah sakit". Whaaaat...kebayang kan rasanya, terpisah jarak ribuan kilometer trus bingung gak tahu harus ngapain, yang terasa saat itu hanyalah dunia berubah gelap dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya saat itu merasakan dengkul lemas. Dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk saya menguatkan diri bertanya kronologis kejadian sambil tertatih-tatih menggapai tempat tidur seorang diri (fakta bukan drama*bolditalic).
Tak mau mendengar kakaknya semakin panik, akhirnya si adik rese ini langsung tertawa sambil teriak "I GOT YOU, APRIL MOP". "Hah, makhluk apalagi ini si April Mop ini?", ujarku saat itu. Maklum ndeso bro, heheh. Tanpa merasa berdosa dia menjelaskan lah kalau di tanggal itu kita bisa bebas ngerjain orang. Tapi, ya tetap saja ngarang orang tua jatuh (jelas-jelas sehat pada saat itu) dan dilegitimasi oleh moment April Mop tidak dapat dibenarkan. Apalagi buat saya yang saat itu bersekolah di pulau seberang, jauh dari saudara dan keluarga. Setelah ngomel-ngomel akhirnya si adik yang baru 'ngeh' dan baru belajar iseng di saat April Mop ini pun minta maaf.
Setelah ditelisik lebih jauh ternyata 1 April dikenal juga dengan istilah April Fool’s Day. Pada 1 April setiap orang diperbolehkan untuk berbohong atau membuat lelocon konyol tanpa rasa bersalah atau tidak boleh disalahkan. Hari ini ditandai dengan bercanda, tipu menipu kepada keluarga, teman, sahabat, musuh, siapapun.
Namun, menurut sebuah situs surat kabar di sini, para sejarawan mengklaim bahwa April Mop sebenarnya adalah sebuah perayaan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara Spanyol yang dilakukan lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.
Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-8 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi negeri yang makmur. Islam saat itu berkembang hingga Prancis Selatan. Beberapa kota seperti Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, penduduknya dengan sukarela memeluk agama Islam.
Hal ini jelas merisaukan beberapa negara tetangga di Spanyol. Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya. Mereka mengirimkan alkohol ke wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Alquran. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niupkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil. Akhirnya Spanyolpun jatuh dan bisa dikuasai oleh pasukan yang dikirim oleh Kerajaan Spanyol yang tersingkir. Penyerangan yang dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh. Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day).
Wallahualam bishawab ya, yang penting pagi ini tepat pada saat April Mop, saya berdesak-desakan di kereta Commuter Line diwarnai teriakan histeris ibu-ibu di gerbong kereta wanita yang tergencet-gencet (including me for sure) dan endingnya telat 38 menit saja pas ngabsen di kantor, huaaaa (nangis bayangin potongan gaji).
Kamis, 27 Maret 2014
Broadcaster
Kenangan bersama Mr. Foke #2
Singkat cerita, memasuki bulan ketiga dengan status Abdi negara, saya mulai melihat secercah harapan (apaaaa coba). Tanda-tanda akan ditarik ke Balaikota di Jalan Medan Merdeka Selatan makin terlihat nyata. Apalagi beberapa kali saya sudah mendatangi bagian Humas Pemprov. DKI dan semi interview dengan beberapa pejabat di sana. Mendengar background kami (bersama 2 orang teman) yang jurnalis, mereka langsung terlihat antusias menyambut rencana kepindahan kita (Ge Er, hihihi).
Agustus 2010 saya resmi bergabung di Humas Pemprov. DKI Jakarta. Nama seksinya saat itu Kemitraan dan Kerjasama Kehumasan. Di bagian ini juga akhirnya saya menemukan kembali dunia yang hilang itu. Ternyata seksi ini juga menggarap talkshow televisi yang melibatkan pejabat Pemprov. DKI Jakarta. Biasanya topiknya seputar progress pembangunan dan berbagai kebijakan di Pemprov. DKI Jakarta. Bertemu kamera (meski bukan saya yang di shoot), bertemu make up artist (meski bukan saya yang di make up in), bertemu lighting dan merasakan atmosfer studio kembali. Woooowww, this is so me....:p
Bahkan, seringkali juga bertemu teman-teman di kantor yang lama. Mulai dari yang masih sebagai reporter, presenter, dan teman-teman cameraman, audioman, lighting man. Mereka biasanya pada side job nyari tambahan dengan menggarap project di instansi pemerintahan. Senangnyaaaaaa.
Tak hanya itu, dalam beberapa kesempatan shooting televisi yang melibatkan Gubernur, sedringkali saya diberi kepercayaan untuk mendampingi beliau. Biasanya sih Pak Foke suka ngeledekin, "bingung gue, ini kenapa bisa nyasar jadi Penyuluh KB ya dulu, mending kita berdayakan di Humas lah". Thank you Mister....
Pada suatu kesempatan, saat kegiatan "berkantor di kelurahan" (setiap hari Rabu, biasanya Mr. Foke selalu mengunjungi salah satu kelurahan dan bertemu warga) kebetulan ada salah satu TV Swasta yang akan shooting untuk program talkshow. Kebetulan, saat itu host talkshownya juga teman saya waktu kerja di TV dulu. Setelah ngobrol ngalor-ngidul menunggu si Bapak yang masih bertatap muka dengan warga, shooting pun dimulai. Tapi, make up artistnya si Bapak kok masih belum datang ya. Memang, setiap kali mau shooting biasanya Bapak Foke ini akan mendatangkan stylist khusus untuk menata rambut (kumis juga kali ya) dan make up tipis di wajah. Pokoknya doi paham betul bagaimana tampil okeh di layar.
Setelah menunggu dan menunggu, mas stylist ini tak kunjung datang. Akhirnya, Bu Sylviana (Pejabat Eselon 2) yang mendampingi Bapak malah menyuruh aku untuk make up in si babeh. Sambil menyodorkan make up kit nya, si ibu bilang "udah, kamu kan biasa dampingin Bapak, kamu aja, pasti Bapaknya lebih nyaman, daripada sama saya" ujar Bu Silvi panik. Bingung gak tahu harus jawab apa, akhirnya saya pun masuk ruangan dan ijin babeh untuk menjalankan tugas dadakan ini. Huuuffff.....
Emang dasar panik dan amatiran, entah kenapa pas saya lagi bedakin si Bapak Gubernur, tiba-tiba spon bedaknya jatuh sodara-sodara. Oooppsss, untung saat itu di ruangan lagi ramai orang-orang dan si Bapak kayanya ga 'ngeh' juga. Tanpa dosa, saya ambil spon di lantai dan lanjut bedakin si Bapak dong ah, hahahahaha.
Maaf ya Pak Foke, gak sengaja, toh ga ada efek samping apa-apa juga terhadap wajah Bapak yang masih bersih dan bersinar itu, hihihi.
O, ya, sejak Januari lalu, Pak Foke sudah resmi berkantor di Jerman dan menjadi Duta Besar Jerman untuk Indonesia. Selamat bernostalgia dan semoga sukses ya Pak di tempat yang baru, amin.
Agustus 2010 saya resmi bergabung di Humas Pemprov. DKI Jakarta. Nama seksinya saat itu Kemitraan dan Kerjasama Kehumasan. Di bagian ini juga akhirnya saya menemukan kembali dunia yang hilang itu. Ternyata seksi ini juga menggarap talkshow televisi yang melibatkan pejabat Pemprov. DKI Jakarta. Biasanya topiknya seputar progress pembangunan dan berbagai kebijakan di Pemprov. DKI Jakarta. Bertemu kamera (meski bukan saya yang di shoot), bertemu make up artist (meski bukan saya yang di make up in), bertemu lighting dan merasakan atmosfer studio kembali. Woooowww, this is so me....:p
Bahkan, seringkali juga bertemu teman-teman di kantor yang lama. Mulai dari yang masih sebagai reporter, presenter, dan teman-teman cameraman, audioman, lighting man. Mereka biasanya pada side job nyari tambahan dengan menggarap project di instansi pemerintahan. Senangnyaaaaaa.
Tak hanya itu, dalam beberapa kesempatan shooting televisi yang melibatkan Gubernur, sedringkali saya diberi kepercayaan untuk mendampingi beliau. Biasanya sih Pak Foke suka ngeledekin, "bingung gue, ini kenapa bisa nyasar jadi Penyuluh KB ya dulu, mending kita berdayakan di Humas lah". Thank you Mister....
Pada suatu kesempatan, saat kegiatan "berkantor di kelurahan" (setiap hari Rabu, biasanya Mr. Foke selalu mengunjungi salah satu kelurahan dan bertemu warga) kebetulan ada salah satu TV Swasta yang akan shooting untuk program talkshow. Kebetulan, saat itu host talkshownya juga teman saya waktu kerja di TV dulu. Setelah ngobrol ngalor-ngidul menunggu si Bapak yang masih bertatap muka dengan warga, shooting pun dimulai. Tapi, make up artistnya si Bapak kok masih belum datang ya. Memang, setiap kali mau shooting biasanya Bapak Foke ini akan mendatangkan stylist khusus untuk menata rambut (kumis juga kali ya) dan make up tipis di wajah. Pokoknya doi paham betul bagaimana tampil okeh di layar.
Setelah menunggu dan menunggu, mas stylist ini tak kunjung datang. Akhirnya, Bu Sylviana (Pejabat Eselon 2) yang mendampingi Bapak malah menyuruh aku untuk make up in si babeh. Sambil menyodorkan make up kit nya, si ibu bilang "udah, kamu kan biasa dampingin Bapak, kamu aja, pasti Bapaknya lebih nyaman, daripada sama saya" ujar Bu Silvi panik. Bingung gak tahu harus jawab apa, akhirnya saya pun masuk ruangan dan ijin babeh untuk menjalankan tugas dadakan ini. Huuuffff.....
Emang dasar panik dan amatiran, entah kenapa pas saya lagi bedakin si Bapak Gubernur, tiba-tiba spon bedaknya jatuh sodara-sodara. Oooppsss, untung saat itu di ruangan lagi ramai orang-orang dan si Bapak kayanya ga 'ngeh' juga. Tanpa dosa, saya ambil spon di lantai dan lanjut bedakin si Bapak dong ah, hahahahaha.
Maaf ya Pak Foke, gak sengaja, toh ga ada efek samping apa-apa juga terhadap wajah Bapak yang masih bersih dan bersinar itu, hihihi.
O, ya, sejak Januari lalu, Pak Foke sudah resmi berkantor di Jerman dan menjadi Duta Besar Jerman untuk Indonesia. Selamat bernostalgia dan semoga sukses ya Pak di tempat yang baru, amin.
Nice to know you Mr. Foke... |
Kenangan bersama Mr. Foke #1
Tapi, roda nasib memang Rahasia Illahi *pinjam judul lagunya ya Mas Ari Lasso. Hampir 6 tahun berkutat sebagai reporter dan News Anchor di salah satu stasiun TV Swasta akhirnya ngalah juga ikut arahan orang tua agar ikut mencoba tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Akhir tahun 2009 kebetulan banyak instansi yang membuka lowongan CPNS. Ada beberapa instansi yang saya coba waktu itu. Kepikirannya waktu itu bisa berkarir sebagai PNS di Kementerian. Tapi setelah melihat hasil pengumuman ujian, saya malah diterima di Pemprov. DKI Jakarta. Alhamdulillah juga lah pastinya. Secara saingannya banyak pake banget ya bow.
Awal menerima Surat Keputusan (SK CPNS) jadi moment galau tingkat tinggi dalam hidup saya. Bayangkan, lulusan Ilmu Komunikasi dan berpengalaman di bidang jurnalistik hampir 6 tahun tapi saya harus menerima kenyataan jika jabatan yang tertera di SK CPNS saya adalah Penyuluh KB. Yup, jauh banget dari mimpi dan cita-cita saya selama ini. Kalut, saya langsung menelepon orang tua. Dilema itu pun mendera. Di satu sisi bersyukur bisa menerima SK yang dinanti-nanti, tapi di sisi lain tidak terbayang akan menjadi Penyuluh KB.
Setelah mendapat dukungan orang-orang terdekat terutama orang tua dan mengingat status diri sebagai ibu beranak 1 akhirnya saya menguatkan diri untuk tetap maju sebagai PNS. Ditambah lagi keyakinan akan The Power of Networking (kekuatan jaringan), hehehe.
Tidak mau larut dalam ketidakjelasan, akhirnya saya berinisiatif mencari kemungkinan pindah unit kerja, istilah kerennya di PNS adalah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Buka-buka Phone Book di Hand Phone, beruntung saya masih menyimpan nomor HP nya Pak Foke, ihiiiiiiy. Jadi, ceritanya dulu waktu masih siaran pagi, saya pernah Live antisipasi banjir bersama Pak Foke di kali Pesanggrahan IKPN Bintaro. Alhamdulillah bisa dikasih langsung nomor HP nya juga dari si Bapak.
Awalnya, standar lah ya SMS dulu (biar sopan cyiiin). Eits, ga lama langsung dibalas (kayanya siy dibalas asisten pribadinya) dan beliau janji nanti akan menghubungi saya. Benar saja, malamnya doi langsung telepon.
Pak Foke : Hi Winny, apa kabar?
Saya : Alhamdulillah, baik Pak, Bapak apa kabar? (ga dijawab, hiks)
Pak Foke : Iya, ada berita apa nih?
Saya : Bapak, saya baru saja ambil SK CPNS, jadi sekarang saya resmi jadi staf bapak nih...
Pak Foke : Are you kidding me?
Saya : Seriously sir, tapi jabatan saya kok Penyuluh KB Pak di BP****, any idea Pak?
Pak Foke : OK, gak apa-apa, kamu jalani saja dulu, saya monitor kamu dan nanti saya tarik ke balaikota...
Saya : Terima kasih pak, ditunggu ya Pak....
Percakapan cukup singkat yang mambawa sejuta harapan untuk berkarir sebagai PNS.
Sesuai pesan Pak Foke, Mei 2010 akhirnya resmi lah saya berseragam PNS Pemprov. DKI Jakarta (eits masih pake C a.k.a Calon actually). Menikmati gaji CPNS yang 80 persen dan biar gak shock-shock banget masih sempat jadi News Anchor di salah satu TV Lokal Jakarta, ceritanya lain waktu saja ya bagian ini.
Lantas, apa rasanya jadi PNS?. Semua berubah drastis pemirsa. Suasana kerja yang berubah 180 derajat celcius (suhu kali, hehehe), teman-teman yang pastinya baru juga, juga atasan-atasan yang 'unik'. Saat itu, saya juga berasa ke kantor nya makin jauh karena dari rumah Bintaro (Tangerang Selatan) biasa ke kawasan Senayan di Jakarta Selatan sekarang harus ke Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Berangkat sebelum matahari muncul dan nyampe rumah setelah matahari tenggelam. Motto 'Hidup adalah Perjuangan' memang benar adanya.
Hari-hari pertama sebagai CPNS dihabiskan dengan baca novel Tere Liye, hahahaha (Semoga menteri PAN gak baca tulisan ini ya, hehehe). Bosan dengan Tere Liye, saya baca novel perdananya Adenita, 9 Matahari. Kebetulan ada tokoh di novel itu yang akrab banget dengan saya *colek Cirgobanggocir. Kurang lebih 4 novel saya selesaikan dalam waktu 2 bulan (cukup produktif lah ya *siap-siap digampar). Tapi, ya begitulah, entah karena memang kurang siap atau gimana, kayanya saat itu saya dan teman-teman CPNS merasa terombang ambing di antara ketidakjelasan. Kalau saya pribadi siy lebih seperti culture shock aja. Biasanya dikejar-kejar deadline tayang, sekarang dikejar deadline novel *pisss.
New me... |
===to be continue===
Selasa, 25 Maret 2014
Ada Apa dengan 'Kamu'
Lahir sebagai gadis virgo, which is sama dengan mak nya membuat si Kakak Nadhifa tumbuh dengan rasa sensitifitas yang tinggi. Seringkali kejadian, karena beberapa hal yang kita anggap sepele mata si kakak bisa berkaca-kaca atau bahkan menangis. Harus nya siy kalau begini Kakak Nadhifa bisa jadi artis dong ya, sangat membantu kalo ada scene nangis, huehehehe (kayanya ini cita-cita maknya yang ga kesampaian niy):).
Nah, beberapa waktu lalu sempat dapat cerita dari ibu guru lewat buku penghubung sekolah kalau kakak pernah sedih waktu ibu guru cerita tentang carrot, cucumber dan spinach.
Ceritanya si cucumber dan spinach tidak mau berteman dengan carrot. Jadi carrot nya sedih karena ga punya teman en bla bla bla bla bla......Singkat cerita, akhirnya mereka mau berteman lagi dan carrotnya senang. Ibu guru pun menulis di buku penghubung sewaktu story telling kakak nadhifa terlihat sangat terharu dan sedih sampai matanya berkaca-kaca. Pffffhhh, langsung deh mak nya cerita ama si papi dan si papi ngakak abis sambil komentar "sabaleh duo baleh" (a.k.a mirip ama maknya:D).
Tapi... ya begitulah adanya kami kaum virgo ini. Konon, menurut para pakar astrolog, di balik keceriaan kaum virgo yang selalu bisa menghangatkan suasana dimanapun (siap-siap digetok, hihihi) memang tersimpan sifat sensitif yang cukup besar. Tapi bukan berarti kita cengeng juga. Karena beberapa rekan virgo justru malah tangguh banget, semoga kakak Nadhifa juga ya. Boleh sensitif tapi harus tetap tough ya Kak seperti super hero, halaaaaah.
Cerita lainnya soal sensitifitas si Kakak Nadhifa ini terjadi beberapa hari yang lalu. Sebagai gadis cilik berusia 5,5 tahun, Kakak ini memang lagi lucu-lucunya (kombinasi nyenengin dan sedikit nybelin, hahaha) ceriwis dan kritis. Ada aja yang dikomentarin.
Jadi, suatu waktu saat si Kakak uring-uringan mengerjakan PR Kumon nya, si papi langsung kesel dan bilang, "Udah, besok kamu ga usah ikut kumon lagi, kan kemarin sudah janji kalau ikut kumon PR nya dikerjakan". Eeeeeeh, langsung mewek aja dong desye, lalu balik bentak papinya sambil terisak-isak "Aku ga mau dipanggil Kamu, papi panggil aku kamu jadi aku ga mau ngerjain PR nya". Nah, lhooo...
Di beberapa kesempatan lain, pas pulang kantor juga si kakak suka ngadu sama saya, "Mi, tadi kakek marah sampai panggil aku kamu". Bingung kan ya, ada apa dengan "Kamu" sebenarnya. Kenapa kakak Nadhifa harus marah dipanggil "Kamu"?. Tapi, samar-samar sepertinya saya punya pengalaman yang kurang lebih sama dengan Nadhifa.
Flashback jauh ke belakang waktu masih masa-masa sekolah, kayanya dulu kalau dimarahi Mama dan Papa pasti mereka akan selalu menggunakan kata ganti 'Ka-wu' (sebenarnya terdengar seperti kau biasa saja, dan digunakan kusus untuk anak perempuan di Padang, ditambah ada sedikit penekanan). Begitu juga dengan anak laki-laki, kalau marah pasti Mama dan Papa menggunakan kata Wa-ang (juga dengan sedikit penekanan). Kata ganti Ka-wu (untuk perempuan) dan Wa-ang (untuk anak laki-laki) ini sebenarnya juga merupakan kata ganti yang sangat lazim bagi orang-orang Padang lainnya (terutama yang tinggal di kampung-kampung). Tapi bagi kita saat itu, kata ganti ini malah menjadi suatu penanda bahwa Mama dan Papa tidak suka dengan tingkah kita atau ada kesalahan yang kita lakukan.
Sama seperti Kakak Nadhifa, tentu kami (saya, kakak dan adik) juga tidak suka dipanggil dengan kata ganti tersebut. Hanya saja, kok ya saat itu kita gak pernah protes tuh sama orang tua dengan panggilan itu. Justru kita maklum saja karena memang kita salah atau kita akan balik berargumentasi melakukan pembelaan sesuai substansi kemarahan orang tua pada saat itu. Tanpa ada complain "Ambo indak suko diimbau Ka-wu atau Wa-ang (saya tidak suka dipanggil ka-wu atau wa-ang).
Ya, jaman memang telah berganti, kini disaat punya anak sendiri dan harus menegaskan suatu hal lewat sedikit kemarahan, complain si anak tidak lagi hanya menyangkut substansi tapi malah kata ganti nama yang digunakan. Huuuffff, sampai sekarang si papi tentu masih tidak habis pikir Ada apa dengan "Kamu", meski saya sedikit sudah mulai mengerti alasan kakak tidak mau dipanggil "Kamu" :).
Nah, beberapa waktu lalu sempat dapat cerita dari ibu guru lewat buku penghubung sekolah kalau kakak pernah sedih waktu ibu guru cerita tentang carrot, cucumber dan spinach.
Ceritanya si cucumber dan spinach tidak mau berteman dengan carrot. Jadi carrot nya sedih karena ga punya teman en bla bla bla bla bla......Singkat cerita, akhirnya mereka mau berteman lagi dan carrotnya senang. Ibu guru pun menulis di buku penghubung sewaktu story telling kakak nadhifa terlihat sangat terharu dan sedih sampai matanya berkaca-kaca. Pffffhhh, langsung deh mak nya cerita ama si papi dan si papi ngakak abis sambil komentar "sabaleh duo baleh" (a.k.a mirip ama maknya:D).
Tapi... ya begitulah adanya kami kaum virgo ini. Konon, menurut para pakar astrolog, di balik keceriaan kaum virgo yang selalu bisa menghangatkan suasana dimanapun (siap-siap digetok, hihihi) memang tersimpan sifat sensitif yang cukup besar. Tapi bukan berarti kita cengeng juga. Karena beberapa rekan virgo justru malah tangguh banget, semoga kakak Nadhifa juga ya. Boleh sensitif tapi harus tetap tough ya Kak seperti super hero, halaaaaah.
Cerita lainnya soal sensitifitas si Kakak Nadhifa ini terjadi beberapa hari yang lalu. Sebagai gadis cilik berusia 5,5 tahun, Kakak ini memang lagi lucu-lucunya (kombinasi nyenengin dan sedikit nybelin, hahaha) ceriwis dan kritis. Ada aja yang dikomentarin.
Jadi, suatu waktu saat si Kakak uring-uringan mengerjakan PR Kumon nya, si papi langsung kesel dan bilang, "Udah, besok kamu ga usah ikut kumon lagi, kan kemarin sudah janji kalau ikut kumon PR nya dikerjakan". Eeeeeeh, langsung mewek aja dong desye, lalu balik bentak papinya sambil terisak-isak "Aku ga mau dipanggil Kamu, papi panggil aku kamu jadi aku ga mau ngerjain PR nya". Nah, lhooo...
Di beberapa kesempatan lain, pas pulang kantor juga si kakak suka ngadu sama saya, "Mi, tadi kakek marah sampai panggil aku kamu". Bingung kan ya, ada apa dengan "Kamu" sebenarnya. Kenapa kakak Nadhifa harus marah dipanggil "Kamu"?. Tapi, samar-samar sepertinya saya punya pengalaman yang kurang lebih sama dengan Nadhifa.
Flashback jauh ke belakang waktu masih masa-masa sekolah, kayanya dulu kalau dimarahi Mama dan Papa pasti mereka akan selalu menggunakan kata ganti 'Ka-wu' (sebenarnya terdengar seperti kau biasa saja, dan digunakan kusus untuk anak perempuan di Padang, ditambah ada sedikit penekanan). Begitu juga dengan anak laki-laki, kalau marah pasti Mama dan Papa menggunakan kata Wa-ang (juga dengan sedikit penekanan). Kata ganti Ka-wu (untuk perempuan) dan Wa-ang (untuk anak laki-laki) ini sebenarnya juga merupakan kata ganti yang sangat lazim bagi orang-orang Padang lainnya (terutama yang tinggal di kampung-kampung). Tapi bagi kita saat itu, kata ganti ini malah menjadi suatu penanda bahwa Mama dan Papa tidak suka dengan tingkah kita atau ada kesalahan yang kita lakukan.
Sama seperti Kakak Nadhifa, tentu kami (saya, kakak dan adik) juga tidak suka dipanggil dengan kata ganti tersebut. Hanya saja, kok ya saat itu kita gak pernah protes tuh sama orang tua dengan panggilan itu. Justru kita maklum saja karena memang kita salah atau kita akan balik berargumentasi melakukan pembelaan sesuai substansi kemarahan orang tua pada saat itu. Tanpa ada complain "Ambo indak suko diimbau Ka-wu atau Wa-ang (saya tidak suka dipanggil ka-wu atau wa-ang).
Ya, jaman memang telah berganti, kini disaat punya anak sendiri dan harus menegaskan suatu hal lewat sedikit kemarahan, complain si anak tidak lagi hanya menyangkut substansi tapi malah kata ganti nama yang digunakan. Huuuffff, sampai sekarang si papi tentu masih tidak habis pikir Ada apa dengan "Kamu", meski saya sedikit sudah mulai mengerti alasan kakak tidak mau dipanggil "Kamu" :).
Gadis Virgo yang tidak suka dipanggil 'Kamu' |
Minggu, 23 Maret 2014
Istano Rajo Basa Pagaruyuang #2013
Pertengahan Oktober 2013 lalu, kurang lebih setahun setelah Mama berpulang, kami menyempatkan diri liburan ke Batusangkar, Tanah Datar. Kota kelahiran Mama yang menyimpan segudang cerita dan berjuta kenangan. Tempat menghabiskan masa liburan masa kecil, tempat 'kabur' kalau lagi malas di rumah dan tempat makan enak pastinya. Nama pun kunjungan langka, sekalinya datang, pasti akan disambut bermacam suguhan makanan lokal yang menggugah selera. Kalau dirumuskan secara matematis kurang lebih begini, Batusangkar = Diet gagal (rumus yang sama berlaku buat kota Padang dan sekitarnya, hahahahaha).
Berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari kota Padang, Batusangkar ini berhawa sejuk dan masih cukup 'genuine'. Hamparan padi menguning, penduduk lokal yang juga masih memegang teguh adat istiadat, pokoknya suasana kampung dalam arti sesungguhnya begitu kental terasa. Sayangnya, memang ga sempat poto-poto juga, hiks. Pulang kampung bersama 2 bocah dimana si kecil Neio masih 15 bulan jadi tantangan tersendiri untuk bisa mendokomentasikan kearifan lokal budaya setempat *alesaaaaan.
Tapi, beruntungnya kita masih bisa poto-poto seru di lokasi wajib yang harus dikunjungi jika anda mengaku sudah ke Batusangkar. Yup, apalagi kalau bukan Istana Pagaruyuang. Istana yang sudah beberapa kali terbakar (2 kali kalo ga salah) ini memang baru abis direnovasi. Berkunjung pagi sekitar jam 9 an memang paling pas buat keluarga yang punya anak kecil. Udara yang tidak terlalu panas (masih agak gersang soalnya) setidaknya bersahabat lah buat kita dan para bocah tentunya. Udah gitu, jam 10 an biasanya dek Neio pan juga tidur pagi (alasan yang sangat personal):).
Sebenarnya dalam kesempatan ini kita juga sempat ke Bukit Tinggi, Lunch di Aie Badarun, lanjut Bukit Tinggi trus Danau Di Ateh Danau Bawah (Maninjau). Namun karena ke-rieuweuh-an kita, foto-fotonya belum maksimal sodara-sodara. Bahkan ketika di Danau Ateh Danau Bawah kita ga sempat turun lo karena bertepatan dengan tidur sorenya Neio, hahahaha. Jadi sukses menatap keindaha dari balik kaca (mobil) saja. Next time kidddos, kita tuntaskan eksplorasi yang tertunda ini, sehat dan semangat nyari duit liburannya ya papi darling, aminnn
Berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari kota Padang, Batusangkar ini berhawa sejuk dan masih cukup 'genuine'. Hamparan padi menguning, penduduk lokal yang juga masih memegang teguh adat istiadat, pokoknya suasana kampung dalam arti sesungguhnya begitu kental terasa. Sayangnya, memang ga sempat poto-poto juga, hiks. Pulang kampung bersama 2 bocah dimana si kecil Neio masih 15 bulan jadi tantangan tersendiri untuk bisa mendokomentasikan kearifan lokal budaya setempat *alesaaaaan.
Tapi, beruntungnya kita masih bisa poto-poto seru di lokasi wajib yang harus dikunjungi jika anda mengaku sudah ke Batusangkar. Yup, apalagi kalau bukan Istana Pagaruyuang. Istana yang sudah beberapa kali terbakar (2 kali kalo ga salah) ini memang baru abis direnovasi. Berkunjung pagi sekitar jam 9 an memang paling pas buat keluarga yang punya anak kecil. Udara yang tidak terlalu panas (masih agak gersang soalnya) setidaknya bersahabat lah buat kita dan para bocah tentunya. Udah gitu, jam 10 an biasanya dek Neio pan juga tidur pagi (alasan yang sangat personal):).
Partner in Crime |
Happy with you... |
My little princess in action |
Jurus Tangan Kosong 'Pendekar Neio' |
Happy family |
Jumat, 21 Maret 2014
Seragam TK (ku)
Duh, ga berasa dalam hitungan beberapa bulan ke depan si kakak Nadhifa bakal jadi siswa SD...
Daaaan, mami nya masih berjuang mengumpulkan gambar-gambar (baca:foto) yang terserak sebagai gambaran milestone (halah...) nya si Kakak....hiks. Pesan moral : kalau ada niat menulis jangan pernah menunda-nunda, just do it (with love).
so, mari (lagi-lagi) kita flashback belakang, ini hari-hari pertama kakak di sekolah TK....
Daaaan, mami nya masih berjuang mengumpulkan gambar-gambar (baca:foto) yang terserak sebagai gambaran milestone (halah...) nya si Kakak....hiks. Pesan moral : kalau ada niat menulis jangan pernah menunda-nunda, just do it (with love).
so, mari (lagi-lagi) kita flashback belakang, ini hari-hari pertama kakak di sekolah TK....
waiting... |
Halo Nenek, aku lagi tunggu jemputan nih nek, nenek lagi apa? :) |
Kamis, 20 Maret 2014
Tampil Perdana
Melihat anak berani tampil di panggung dan menuntaskan satu buah lagu di usia yang masih cukup belia pastinya menghadirkan kebahagiaan tersendiri bagi orang tua. Saya jugaaaa...
Umur 3 tahun 1 bulan Kakak Nadhifa berani tampil menyanyi di acara Halal Bihalal Komplek Rumah, yipppieee...
Cerita bermula dari kekhawatiran mak nya yang lagi tugas nge mc dadakan mendadak galau karena pukul 8 malam lewat ini anak-anak (terutama Nadhifa) koq masih ngider di luar. Nah, niatnya mau nyuruh pulang para bocah ini. Mc (nyaris) kondang nan kreatif ini *siap-siap dilempar sendal, anak-anak ini diajak berinteraksi dengan penawaran tampil ke atas pentas. Bebas mau ngapain aja. Pas mau penawaran kok yang tunjuk tangan cuma Nadhifa doang. Jadilah ya si MC langsung tunjuk saja si anak kecil nan manis ini.. Percakapan singkat dengan artis (dadakan) yang sangat dikenal baik si MC ini pun terjadi di atas panggung:
MC : adek kecil mau nyanyi apa?
Nadhifa : Bintang Kecil
MC : Baiklah, silahkan, tapi nanti abis nyanyi pulang ya dek, kan udah malam (pesan penting yang ingin disampaikan, hehehe)....Tariiik mang....
Langsung lah ya, kakak pegang mic dan menyanyikan lagu andalannya.
Ihhiiiy, itu kayanya salah satu unforgettable moment ya dalam hidup akuuuh. Menyaksikan anak sendiri mewarisi keberanian ibunya yang sangat suka tampil ini, hahahahaha. Selamat Nadhifa, semoga nanti bisa tampil di panggung yang lebih besar ya, seperti Indonesian Idol misalnya (obsesive mommy, hahahahaha)....
Makasih mas/mbak yang sudah men "tag" in foto mahal ini di akun facebook saya, hihihi....Thanks a lot....
Selain tampil menyanyi di acara Halal bi halal, bakat tampil kakak sudah ketahuan sejak masuk TPQ (Taman Pendidikan Al Qur'an), masih di usia 3 tahun-an...Benar ya, buah ga jatuh jauh dari pohonnya *wink-wink...
Umur 3 tahun 1 bulan Kakak Nadhifa berani tampil menyanyi di acara Halal Bihalal Komplek Rumah, yipppieee...
Cerita bermula dari kekhawatiran mak nya yang lagi tugas nge mc dadakan mendadak galau karena pukul 8 malam lewat ini anak-anak (terutama Nadhifa) koq masih ngider di luar. Nah, niatnya mau nyuruh pulang para bocah ini. Mc (nyaris) kondang nan kreatif ini *siap-siap dilempar sendal, anak-anak ini diajak berinteraksi dengan penawaran tampil ke atas pentas. Bebas mau ngapain aja. Pas mau penawaran kok yang tunjuk tangan cuma Nadhifa doang. Jadilah ya si MC langsung tunjuk saja si anak kecil nan manis ini.. Percakapan singkat dengan artis (dadakan) yang sangat dikenal baik si MC ini pun terjadi di atas panggung:
MC : adek kecil mau nyanyi apa?
Nadhifa : Bintang Kecil
MC : Baiklah, silahkan, tapi nanti abis nyanyi pulang ya dek, kan udah malam (pesan penting yang ingin disampaikan, hehehe)....Tariiik mang....
Langsung lah ya, kakak pegang mic dan menyanyikan lagu andalannya.
Ihhiiiy, itu kayanya salah satu unforgettable moment ya dalam hidup akuuuh. Menyaksikan anak sendiri mewarisi keberanian ibunya yang sangat suka tampil ini, hahahahaha. Selamat Nadhifa, semoga nanti bisa tampil di panggung yang lebih besar ya, seperti Indonesian Idol misalnya (obsesive mommy, hahahahaha)....
Makasih mas/mbak yang sudah men "tag" in foto mahal ini di akun facebook saya, hihihi....Thanks a lot....
So proud of u little girl... |
'Tersangka' |
Selain tampil menyanyi di acara Halal bi halal, bakat tampil kakak sudah ketahuan sejak masuk TPQ (Taman Pendidikan Al Qur'an), masih di usia 3 tahun-an...Benar ya, buah ga jatuh jauh dari pohonnya *wink-wink...
Mendominasi mic saat baca surat-surat pendek:) Di saat yang sama jadi juara 3 di kelas A TPQ *proud of u little girl |
Rabu, 19 Maret 2014
Ancol Beach City #2014
Mengawali tahun 2014 kemarin, iseng aja kepikiran ngajak bocah2 ke pantai. Selama ini si kakak nadhifa siy yang sering ngajak tapi berhubung orang tuanya niat ga niat (terutama mak nya) jadi ya batal terus. Nah, kebetulan si kakak saat itu memang lagi musim liburan dan kasihan belum sempat kemana-mana juga, sementara musim sekolah sudah makin dekat, maka kami orang tua yang pengertian ini mengumpulkan niat sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk mengajak liburan singkat, praktis dan tentunya murah meriah, ihiiiiiyyy.
Beberapa kali liat artikel tentang pantai asyik di seputaran Jakarta, akhirnya kita nyobain datang ke Ancol Beach City, ya pastinya di Ancol lah ya. Tapi kayanya ke pantai ini memang enaknya pagi-pagi gitu, karena selain masih sepi, pastinya udaranya juga enak, tidak terlalu panas untuk bocah2 ini. Niat banget lo kita, malam beberes dan bebenah baju ganti serta perlengkapan mandi yang mau dibawa, trus menyiapkan camilan seperlunya, biar pagi kita bisa langsung cabsss abis subuh. Bahkan, kita bela-belain beli perkakas khusus main pasir segala....
Nah, kebenaran juga, pagi itu, bocah2 bangunnya pas banget dah. Gak nyangka 05.15 pagi udah pada melek aja nih si kakak dan adek. Dengan muka yang masih ngantuk, kakak sempat bertanya, "Emang kita mau kemana Mi?". Sok berahasia, maminya sambil senyum-senyum jawab dengan singkat, "Surprise Kak, lihat saja nanti" (ceileeeh, kaya mau kemana aja, padahal ke Ancol doang, hehehe). Akhirnya, kurang lebih 05.40 kita berangkatlah ke Ancol. Jalanan yang memang masih sepi membuat perjalanan ke Ancol kali ini berasa cepat banget. Karena kita masuk Ancol jam 7 pagi kurang, kita juga masih dapat harga spesial lo tiketnya (senyum jumawaaa ke si papi).
Lokasi Ancol Beach City ini memang paling ujung tepatnya dekat Mall Ancol. Pantainya ga terlalu luas tapi pasirnya masih bersih (konon memang pasir khusus yang diuruk biar kesan pantainya 'dapat'). Setelah parkir, dengan semangat 45 kita langsung nurunin barang siap-siap mau main di pantai. Apalagi si kakak dan adek yang sudah tidak sabaran ingin bikin istana pasir. Tapi, kok kayanya ada tas yang kurang ya...
Yup, benar saja, saking buru-buru dan bersemangatnya mau ke pantai, tas baju gantinya ketinggalan di rumah dong sodara-sodara. Si teteh sempat telpon-telpon tapi hp kita masih dalam posisi silent aja, jadi pastinya ga kedengaran. Huaaaaa, untung baru ke Ancol ya, apa jadinya kalau kita liburannya ke Pantai Sanur trus tiba-tiba tasnya ga kebawa? (lebaaaay:p).
Tidak mau merusak mood anak-anak, kita tetap menikmati liburan singkat ini sambil mak nya berharap semoga toko baju segera buka jadi bisa beli baju ganti dan perlengkapan mandi (niat liburan murah sirna sudah, hiksss).
Tapi, melihat ekpsresi anak-anak yang sangat excited itu memang priceless banget yaaaa...
Love you kiddos
Beberapa kali liat artikel tentang pantai asyik di seputaran Jakarta, akhirnya kita nyobain datang ke Ancol Beach City, ya pastinya di Ancol lah ya. Tapi kayanya ke pantai ini memang enaknya pagi-pagi gitu, karena selain masih sepi, pastinya udaranya juga enak, tidak terlalu panas untuk bocah2 ini. Niat banget lo kita, malam beberes dan bebenah baju ganti serta perlengkapan mandi yang mau dibawa, trus menyiapkan camilan seperlunya, biar pagi kita bisa langsung cabsss abis subuh. Bahkan, kita bela-belain beli perkakas khusus main pasir segala....
Nah, kebenaran juga, pagi itu, bocah2 bangunnya pas banget dah. Gak nyangka 05.15 pagi udah pada melek aja nih si kakak dan adek. Dengan muka yang masih ngantuk, kakak sempat bertanya, "Emang kita mau kemana Mi?". Sok berahasia, maminya sambil senyum-senyum jawab dengan singkat, "Surprise Kak, lihat saja nanti" (ceileeeh, kaya mau kemana aja, padahal ke Ancol doang, hehehe). Akhirnya, kurang lebih 05.40 kita berangkatlah ke Ancol. Jalanan yang memang masih sepi membuat perjalanan ke Ancol kali ini berasa cepat banget. Karena kita masuk Ancol jam 7 pagi kurang, kita juga masih dapat harga spesial lo tiketnya (senyum jumawaaa ke si papi).
Lokasi Ancol Beach City ini memang paling ujung tepatnya dekat Mall Ancol. Pantainya ga terlalu luas tapi pasirnya masih bersih (konon memang pasir khusus yang diuruk biar kesan pantainya 'dapat'). Setelah parkir, dengan semangat 45 kita langsung nurunin barang siap-siap mau main di pantai. Apalagi si kakak dan adek yang sudah tidak sabaran ingin bikin istana pasir. Tapi, kok kayanya ada tas yang kurang ya...
Yup, benar saja, saking buru-buru dan bersemangatnya mau ke pantai, tas baju gantinya ketinggalan di rumah dong sodara-sodara. Si teteh sempat telpon-telpon tapi hp kita masih dalam posisi silent aja, jadi pastinya ga kedengaran. Huaaaaa, untung baru ke Ancol ya, apa jadinya kalau kita liburannya ke Pantai Sanur trus tiba-tiba tasnya ga kebawa? (lebaaaay:p).
Tidak mau merusak mood anak-anak, kita tetap menikmati liburan singkat ini sambil mak nya berharap semoga toko baju segera buka jadi bisa beli baju ganti dan perlengkapan mandi (niat liburan murah sirna sudah, hiksss).
Tapi, melihat ekpsresi anak-anak yang sangat excited itu memang priceless banget yaaaa...
Love you kiddos
My everything:) |
Mana istana pasirnya Kak? kok ga jadi-jadi... |
'My CR7' |
loves for mommy:) |
Selasa, 18 Maret 2014
Jogja Trip #Vacation2013
Seperti alasan saya ngeblog yang memang buat mengumpulkan cerita dan foto yang terserak, jadi jangan heran ya temans kalau cerita-cerita di blog ini agak terkesan flashback gitu. Buat Kakak Nadhifa, nanti kalau udah punya blog sendiri jangan tiru mami mu ini ya nak...hihihi. Kakak harus lebih update dan lebih rajin nulisnya, siapa tau nanti kita bisa berkolaborasi bikin buku dan film yang based on true story from our blog, halaaaah kejauhan niy si mami mikirnya (maklum ya kak, maminya kan visioner, hahaha).
Tak berlama-lama di Borobudur, Magelang, Java Road Trip kita di bulan Mei 2013 dilanjutkan menuju DIY Yogyakarta. Disambut suasana malam di Jogja sayup-sayup terdengar lah lantunan lagu Yogyakarta nya "Kla Project" nan legendaris itu......
Pulang ke kotamu
ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa maknaaaaa...
Duuuh, nendang banget deh lagu yang satu ini....secara dulu saya juga punya sedikit story kan ya dengan kota Jogja ini #mukamerahmendadak. Ya wis, daripada makin ngelantur, mending kita langsung liat moment-moment yang berhasil didokumentasikan...Check it out...
O ya, di Jogja kita nginap di Hotel Eclipse (rekomendasinya ok lo dari Ago** dan alhamdulillah servis dan makanannya juga lumayan koq) daerah Prawirotaman, kawasan nongkrongnya bule-bule sebenarnya. Tapi berhubung saya sudah disibukkan dengan bule-bule domestik ini jadi ga usah nanya apakah bule-bulenya cakep-cakep atau ngga ya, hehehehe.
Tak berlama-lama di Borobudur, Magelang, Java Road Trip kita di bulan Mei 2013 dilanjutkan menuju DIY Yogyakarta. Disambut suasana malam di Jogja sayup-sayup terdengar lah lantunan lagu Yogyakarta nya "Kla Project" nan legendaris itu......
Pulang ke kotamu
ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa maknaaaaa...
Duuuh, nendang banget deh lagu yang satu ini....secara dulu saya juga punya sedikit story kan ya dengan kota Jogja ini #mukamerahmendadak. Ya wis, daripada makin ngelantur, mending kita langsung liat moment-moment yang berhasil didokumentasikan...Check it out...
Landscape |
Mommy and son will love forever:) |
bukti konkrit cuaca panas, niatnya mau begaya eh.....*tutupmuka |
My girl...'my partner in crime', mmmhhh... |
My (lucky) boys |
Senin, 17 Maret 2014
Borobudur Trip #Vacation2013
Mei 2013 lalu waktu mudik ke Jepara kita sempat-sempatin Road to Jogja, sebelum nyampe Jogja kita juga bela-belain mampir ke Candi Borobudur meski waktu itu udah agak kesorean. Gimana gak kesorean, si papi niy ngitung estimasi perjalanannya selalu ngaco, bilangnya Jepara - Jogja hanya 4 jam ternyata meleset banyak aja.
Sampai di candi Borobudur sore siy sebenarnya asyik juga, ga panas bow (lah, lagi-lagi gak konsisten, tadi bukannya ada yang ngeluh kesorean yak, hahahaha). Tapi tetep ya, untuk sampai ke puncak kita mesti mikir lagi. Nama pun bawa bocah pasti PR banget nanjak setinggi itu. Jadi, kita puas-puasin foto di pelataran nya saja dan beli oleh-oleh juga tentunya.
One day, kalau bocah-bocah sudah bisa diajak kompromi, jangankan puncak Borobudur nak, puncak Himalaya pun akan kita daki, amin (berharap gak osteoporosis aja niy lutut mak nya buat mengejar impian, hahahahaha).
Berikut hasil jepretan kami sore itu, muka agak kusut harap maklum ya, secara antar kota antar provinsi (muka menyesuaikan bus eh jarak tempuh maksudnya, hehe).
Sampai di candi Borobudur sore siy sebenarnya asyik juga, ga panas bow (lah, lagi-lagi gak konsisten, tadi bukannya ada yang ngeluh kesorean yak, hahahaha). Tapi tetep ya, untuk sampai ke puncak kita mesti mikir lagi. Nama pun bawa bocah pasti PR banget nanjak setinggi itu. Jadi, kita puas-puasin foto di pelataran nya saja dan beli oleh-oleh juga tentunya.
One day, kalau bocah-bocah sudah bisa diajak kompromi, jangankan puncak Borobudur nak, puncak Himalaya pun akan kita daki, amin (berharap gak osteoporosis aja niy lutut mak nya buat mengejar impian, hahahahaha).
Berikut hasil jepretan kami sore itu, muka agak kusut harap maklum ya, secara antar kota antar provinsi (muka menyesuaikan bus eh jarak tempuh maksudnya, hehe).
Bocah on vacation |
Anti mati gaya |
Putri Ariel wanna be |
We'll be back to the peak of you, Borobudur |
Back to 'Teteh'
Setelah 2 bulan lebih kita mulai beradaptasi dengan 'mbak' baru berinisial H (macam tersangka kriminal saja diinisialin, hahaha) di rumah dengan ritme kerja rumah tangga yang tentunya baru juga, akhirnya kita memutuskan kembali pada si teteh.
Mbak yang tergolong masih ABG (Anak Baru Gede) ini ternyata membawa masalah. Awalnya waktu jemput di penyalur sebenarnya sudah merasa agak-agak kurang dapat "chemistry" nya. Tapi apa daya, lantaran tidak punya alternatif lain, sementara si teteh harus segera pulang kampung karena urusan keluarga yang mendesak, ya sudahlah agak-agak dipaksakan saja.
Hari-hari pertama sebenarnya biasa saja, mbak nya mau belajar, komunikatif dengan anak-anak, mau dikasih tau, tapi eh tapi, minggu berjalan dan bulan berganti kok mulai berasa agak ngeyel dan pintar berargumentasi ya. Sebenarnya kriteria pintar berargumentasi bisa berarti bagus kan ya kalau si mbak ini seorang diplomat atau politisi. Tapi, jika sebagai Asisten Rumah Tangga dan harus berargumentasi untuk urusan domestik seperti ini kok ya lama-lama saya malas juga. Bahkan, beberapa kali dikasih tau malah balik nyalahin anak-anak. Lah, bukannya sebagai orang dewasa kita yang harusnya bisa ngasih tau dan ngarahin anak-anak?! Bingung aku bingung.....
Sebagai Ibu Rumah Tangga yang sebenarnya tidak mau ribet dengan urusan ART ini tadinya saya mau berusaha kompromi sambil berusaha sabar dan maklum. Hingga akhirnya, pada suatu pagi yang cerah, tiba-tiba saya dihebohkan dengan suara tangis si mpok (Asisten RT pulang-pergi) di telepon yang sambil terisak bilang "Bu, saya mau berhenti saja, si H selingkuh sama suami saya, sms-sms an terus malam-malam. Ibu ngapain ngasih kerja tukang bohong, mending sama si teteh lagi aja, itu si teteh mau balik kerja katanya, kalau gak, saya mau berhenti saja, hikkksss". Jiaaaahhh, kenapa saya harus diribetkan lagi dengan urusan cinta segi tiga ini. Tak tahu harus komentar apa, saat itu saya hanya bilang sama si mpok untuk sabar dan nanti saya akan menyelesaikan urusan si mbak ini.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, langsung deh sms si teteh yang ternyata beneran mau kerja lagi. Malamnya, setelah acara masak-memasak saya klarifikasi dong cerita si mpok ini langsung dengan TSK nya (si mbak H). Lagi-lagi, si mbak berkilah dia ga balas sms si lakinya mpok dan menuding lakinya mpok lah yang sering sms malam-malam. Tapi, karena saya memang sudah capek dengan urusan begini-beginian (sebelumnya, lakinya si mpok pernah kasih sejumlah uang pada si mbak ini yang ama si mpok akhirnya suruh dibalikin, ckckckckck) akhirnya memutuskan untuk move on eh move back to teteh lah ya, hehehe. Saya sudah nyerah ama kelakuannya. Untung banpaknya anak-anak juga support karena beberapa kali si papi juga sempat nge gap si mbak lagi tukeran no hp di taman ama tukang-tukang bangunan komplek. Haddddeeeuuuh, padahal ngakunya abis lebaran mau nikah ama cowoknya di kampung *tepokjidat.
Malamnya, saya langsungberbicara dari hati ke hati dengan kakak Nadhifa yang paling tidak terima dengan pemberhentian mendadak si mbak ini lantaran sudah merasa dekat dan sehati (si mbak ini memang paling klop dengan si kakak, tapi kan tugasnya bukan ngasuh anak 5,5 tahun yang sedang belajar mandiri juga). Berbagai alasan diutarakan agar si kakak Nadhifa bisa terima. Hingga akhirnya ketika si mbak nya bicara langsung dengan Nadhifa, kakak pun dapat mengerti.
Life must go on lah ya, sabtu pagi si mbak dipulangkan, hari minggunya kita langsung kerja bakti di rumah (tetehnya baru datang sore dan si mpok memang jadwalnya libur) *kibas rambut singsingkan lengan daster:p.
Tak terasa, sore yang ditunggu pun tiba....Alhamdulillah teteh yang dinanti datang juga. Bermodal senyum ceria ala host acara musik anak-anak, teteh langsung memanggil Nayru yang kebetulan lagi nongkrong di teras.
Tak dinyana, Neio yang mungkin masih kehilangan si mbak nya hanya menyambut dengan muka datar tanpa ekspresi, hahahaha.
Welcome home teteh, semoga betah yaaaa...till death part of us, dan sepertinya si teteh pun menjawab dalam hati "Mmmhh, gak janji deh".....:D
Mbak yang tergolong masih ABG (Anak Baru Gede) ini ternyata membawa masalah. Awalnya waktu jemput di penyalur sebenarnya sudah merasa agak-agak kurang dapat "chemistry" nya. Tapi apa daya, lantaran tidak punya alternatif lain, sementara si teteh harus segera pulang kampung karena urusan keluarga yang mendesak, ya sudahlah agak-agak dipaksakan saja.
Hari-hari pertama sebenarnya biasa saja, mbak nya mau belajar, komunikatif dengan anak-anak, mau dikasih tau, tapi eh tapi, minggu berjalan dan bulan berganti kok mulai berasa agak ngeyel dan pintar berargumentasi ya. Sebenarnya kriteria pintar berargumentasi bisa berarti bagus kan ya kalau si mbak ini seorang diplomat atau politisi. Tapi, jika sebagai Asisten Rumah Tangga dan harus berargumentasi untuk urusan domestik seperti ini kok ya lama-lama saya malas juga. Bahkan, beberapa kali dikasih tau malah balik nyalahin anak-anak. Lah, bukannya sebagai orang dewasa kita yang harusnya bisa ngasih tau dan ngarahin anak-anak?! Bingung aku bingung.....
Sebagai Ibu Rumah Tangga yang sebenarnya tidak mau ribet dengan urusan ART ini tadinya saya mau berusaha kompromi sambil berusaha sabar dan maklum. Hingga akhirnya, pada suatu pagi yang cerah, tiba-tiba saya dihebohkan dengan suara tangis si mpok (Asisten RT pulang-pergi) di telepon yang sambil terisak bilang "Bu, saya mau berhenti saja, si H selingkuh sama suami saya, sms-sms an terus malam-malam. Ibu ngapain ngasih kerja tukang bohong, mending sama si teteh lagi aja, itu si teteh mau balik kerja katanya, kalau gak, saya mau berhenti saja, hikkksss". Jiaaaahhh, kenapa saya harus diribetkan lagi dengan urusan cinta segi tiga ini. Tak tahu harus komentar apa, saat itu saya hanya bilang sama si mpok untuk sabar dan nanti saya akan menyelesaikan urusan si mbak ini.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, langsung deh sms si teteh yang ternyata beneran mau kerja lagi. Malamnya, setelah acara masak-memasak saya klarifikasi dong cerita si mpok ini langsung dengan TSK nya (si mbak H). Lagi-lagi, si mbak berkilah dia ga balas sms si lakinya mpok dan menuding lakinya mpok lah yang sering sms malam-malam. Tapi, karena saya memang sudah capek dengan urusan begini-beginian (sebelumnya, lakinya si mpok pernah kasih sejumlah uang pada si mbak ini yang ama si mpok akhirnya suruh dibalikin, ckckckckck) akhirnya memutuskan untuk move on eh move back to teteh lah ya, hehehe. Saya sudah nyerah ama kelakuannya. Untung banpaknya anak-anak juga support karena beberapa kali si papi juga sempat nge gap si mbak lagi tukeran no hp di taman ama tukang-tukang bangunan komplek. Haddddeeeuuuh, padahal ngakunya abis lebaran mau nikah ama cowoknya di kampung *tepokjidat.
Malamnya, saya langsungberbicara dari hati ke hati dengan kakak Nadhifa yang paling tidak terima dengan pemberhentian mendadak si mbak ini lantaran sudah merasa dekat dan sehati (si mbak ini memang paling klop dengan si kakak, tapi kan tugasnya bukan ngasuh anak 5,5 tahun yang sedang belajar mandiri juga). Berbagai alasan diutarakan agar si kakak Nadhifa bisa terima. Hingga akhirnya ketika si mbak nya bicara langsung dengan Nadhifa, kakak pun dapat mengerti.
Life must go on lah ya, sabtu pagi si mbak dipulangkan, hari minggunya kita langsung kerja bakti di rumah (tetehnya baru datang sore dan si mpok memang jadwalnya libur) *kibas rambut singsingkan lengan daster:p.
Tak terasa, sore yang ditunggu pun tiba....Alhamdulillah teteh yang dinanti datang juga. Bermodal senyum ceria ala host acara musik anak-anak, teteh langsung memanggil Nayru yang kebetulan lagi nongkrong di teras.
Tak dinyana, Neio yang mungkin masih kehilangan si mbak nya hanya menyambut dengan muka datar tanpa ekspresi, hahahaha.
Welcome home teteh, semoga betah yaaaa...till death part of us, dan sepertinya si teteh pun menjawab dalam hati "Mmmhh, gak janji deh".....:D
Teteh on Vacation #BorobudurTrip |
Rabu, 12 Maret 2014
Menjadi Pribadi yang Menyenangkan
Siapa siy di dunia ini yang tidak mau menjadi pribadi yang menyenangkan. Punya banyak teman, kehadirannya selalu dinantikan, trus kalimat "kalo ga ada lo ga rame" (tulus dalam arti sebenarnya) akan selalu tedengar kapanpun. Pastinya mau kan ya....
Tapi entah kenapa, di lingkungan manapun kita selalu saja menemukan orang-orang yang menjadi public enemy (musuh bersama). Ya, nama pun di dunia, mana ada siy yang seideal di pikiran kita. Justru Allah menciptakan manusia dengan berbagai karakter itu pasti ada maksudnya dong.
Setidaknya kehadiran orang-orang yang tidak menyenangkan itu akan menguji keimanan, kesabaran dan ketangguhan kita sebagai manusia. Tantangan lainnya, tentu konsistensi kita untuk terus belajar menjadi orang yang menyenangkan di tengah kehadiran para public enemy itu.
Saya pribadi juga tidak mengklaim diri sebagai orang yang menyenangkan. Yang pasti saya terus berupaya untuk tidak menyakiti orang-orang di sekitar saya. Tapi ya gitu deh, kalau ada yang mulai nyakitin dulu pasti sering banget tergoda untuk ngebalas, pokoknya "lo jual, gue beli deh", heheheh (kurang konsisten).
Tapi kayanya seru juga niy baca artikel Om Mario Teguh yang biasanya selalu menginspirasi, ijin share ya om...
Mario Teguh Super Forum
ALL ABOUT LOVE - Attractiveness
MENJADI PRIBADI YANG MUDAH DICINTAI
Sesungguhnya, setiap dari kita dilahirkan sebagai bayi yang lucu, menggemaskan, dan sangat mengundang kasih sayang.
Tapi kemudian kita tumbuh menjadi pribadi yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak peka terhadap kebutuhan orang lain untuk diperlakukan dengan hormat, tidak berlaku seanggun yang diharapkan dari pribadi sebaik kita, dan tidak berupaya membantu orang lain untuk merasa gembira dengan diri dan kehidupan mereka.
Dan kemudian tidak sedikit dari kita yang tumbuh menjadi PRIBADI YANG RINDU DICINTAI, TAPI MEMPERSULIT ORANG LAIN UNTUK MENCINTAINYA.
Saya mohon Anda bebas membahas dan bertanya di www.MTSuperClub.com mengenai beberapa butir pembuka diskusi kita pagi ini, agar saya dan para MTSC Greeters dapat menemani Anda dalam menemukan sudut-sudut pandang yang baik mengenai kebutuhan kita untuk menjadi pribadi yang lebih mudah dicintai.
1. Kita dilahirkan sangat menarik; tetapi kemudian tumbuh lebih tertarik kepada hal-hal yang menurunkan daya tarik kita.
2. Kecantikan alamiah seorang wanita tidak akan bertahan lama, jika ia tidak memindahkan kecantikan itu kedalam hatinya.
3. Semua yang cantik dan indah memiliki saat dan masa-nya, dan kemudian berlalu. Tetapi, kecantikan dan keindahan itu bisa tetap bersama kita bila kita memeliharanya.
4. Kecantikan pada usia 16 tahun adalah hasil pekerjaan alam, tetapi kecantikan pada 60 tahun adalah hasil dari kepemimpinan diri yang baik.
Sahabat Indonesia yang baik hatinya,
yang kebaikan hatinya menjadi penanda bagi kebaikan rezekinya,
Tetaplah menjadi jiwa yang dicintai Tuhan.
Terima kasih dan salam super,
Mario Teguh, SM 1
Founder | MTSuperClub | A Friend For Your Success | Jakarta
Tapi entah kenapa, di lingkungan manapun kita selalu saja menemukan orang-orang yang menjadi public enemy (musuh bersama). Ya, nama pun di dunia, mana ada siy yang seideal di pikiran kita. Justru Allah menciptakan manusia dengan berbagai karakter itu pasti ada maksudnya dong.
Setidaknya kehadiran orang-orang yang tidak menyenangkan itu akan menguji keimanan, kesabaran dan ketangguhan kita sebagai manusia. Tantangan lainnya, tentu konsistensi kita untuk terus belajar menjadi orang yang menyenangkan di tengah kehadiran para public enemy itu.
Saya pribadi juga tidak mengklaim diri sebagai orang yang menyenangkan. Yang pasti saya terus berupaya untuk tidak menyakiti orang-orang di sekitar saya. Tapi ya gitu deh, kalau ada yang mulai nyakitin dulu pasti sering banget tergoda untuk ngebalas, pokoknya "lo jual, gue beli deh", heheheh (kurang konsisten).
Tapi kayanya seru juga niy baca artikel Om Mario Teguh yang biasanya selalu menginspirasi, ijin share ya om...
Mario Teguh Super Forum
ALL ABOUT LOVE - Attractiveness
MENJADI PRIBADI YANG MUDAH DICINTAI
Sesungguhnya, setiap dari kita dilahirkan sebagai bayi yang lucu, menggemaskan, dan sangat mengundang kasih sayang.
Tapi kemudian kita tumbuh menjadi pribadi yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak peka terhadap kebutuhan orang lain untuk diperlakukan dengan hormat, tidak berlaku seanggun yang diharapkan dari pribadi sebaik kita, dan tidak berupaya membantu orang lain untuk merasa gembira dengan diri dan kehidupan mereka.
Dan kemudian tidak sedikit dari kita yang tumbuh menjadi PRIBADI YANG RINDU DICINTAI, TAPI MEMPERSULIT ORANG LAIN UNTUK MENCINTAINYA.
Saya mohon Anda bebas membahas dan bertanya di www.MTSuperClub.com mengenai beberapa butir pembuka diskusi kita pagi ini, agar saya dan para MTSC Greeters dapat menemani Anda dalam menemukan sudut-sudut pandang yang baik mengenai kebutuhan kita untuk menjadi pribadi yang lebih mudah dicintai.
1. Kita dilahirkan sangat menarik; tetapi kemudian tumbuh lebih tertarik kepada hal-hal yang menurunkan daya tarik kita.
2. Kecantikan alamiah seorang wanita tidak akan bertahan lama, jika ia tidak memindahkan kecantikan itu kedalam hatinya.
3. Semua yang cantik dan indah memiliki saat dan masa-nya, dan kemudian berlalu. Tetapi, kecantikan dan keindahan itu bisa tetap bersama kita bila kita memeliharanya.
4. Kecantikan pada usia 16 tahun adalah hasil pekerjaan alam, tetapi kecantikan pada 60 tahun adalah hasil dari kepemimpinan diri yang baik.
Sahabat Indonesia yang baik hatinya,
yang kebaikan hatinya menjadi penanda bagi kebaikan rezekinya,
Tetaplah menjadi jiwa yang dicintai Tuhan.
Terima kasih dan salam super,
Mario Teguh, SM 1
Founder | MTSuperClub | A Friend For Your Success | Jakarta
Selasa, 11 Maret 2014
Rumah (Penuh) Cinta #2
Yuhuuuu, sudah siapkan ya mendengar celotehan tentang perumahan episode 2 ini...yuk mareee
Setelah melewati masa-masa penantian panjang dan melelahkan, perlahan rumah yang tadinya hancur-hancuran tak berbentuk mulai menampakkan wujudnya. Selama kurang lebih 4 bulan kita deg-deg an menunggu (ya iyalah ya, secara rumah kontrakannya bocor sana sini, waktu berasa lama banget, hiks) akhirnya kita belum bisa sepenuhnya bernapas lega juga, huaaaa. Anggaran yang sudah dirancang sedemikian rupa sepertinya jebol karena di pertengahan jalan banyak pretelan perubahan yang membuat biaya renov terus bertambah. Kita terjebak dengan kalimat, "Ya sudahlah sekalian aja". Padahal itu kan ada konsekuensi nya pada jumlah rupiah yang harus dibayarkan. Nama pun ama saudara, udah dikasih harga khusus masa iya mesti nyusahin dengan membebani keinginan-keinginan pasangan muda nan banyak maunya ini, hahahaha.
Belum lagi menjelang pindahan kita juga harus membeli/memperbarui sejumlah perabotan kan yaaa (kalap kombinasi lapar mata, padahal sudah ditahan-tahan *bela diri:p). Sukses deh renovasi kemarin bikin kita speechless tak berdaya. Alhamdulillah ketika melihat hasilnya, sedikit bisa bernapas lega. Lebih bagus dari gambar 3D nya sang arsitek (at least menurut kita lo ya). Pokoknya puas banget banget deh.
Hampir 4 tahun berlalu, kita selalu bersyukur lo nekat melakukan renovasi rumahlebih awal. Harga properti di kawasan yang bertajuk "The Profesional City" ini naik gila-gilaan setiap tahun. Mau pindah nyari rumah yang lebih besar pasti berasa ga mungkin aja. Jadi pilihan renovasi memang sudah yang paling tepat. Terbukti banyak tetangga yang saat ini berbondong-bondong melakukan renovasi karena tuntutan tumbuh kembang dan kembang biak, hahahaha.
Selain nilai investasi yang meningkat sangat signifikan tiap tahun (bahkan tiap bulan lo), makin lama beragam fasilitas juga sudah mulai ditambah. Targetnya tahun ini jalan tembus ke Central Business District Sektor 7 sudah harus jadi. Jadi ga perlu bermacet macet ria melewati jalan yang dikelola Pemerintah Kota yang ga pernah beres dan sering macet. Gimana mau beres, lah wong walikotanya saja bolak-balik KPK jenguk suami *tepok jidat. Belum lagi Gubernurnya yang sudah masuk Rumah Tahanan tapi tidak legowo untuk mundur, ngenes banget punya Gubernur memerintah dari Rutan karena diduga terlibat korupsi *kocaknegeriku.
Terlepas dari masalah-masalah pemerintahannya, kami merasa makin beruntung deh memutuskan untuk tinggal di kawasan ini. Kesimpulan saya siy, semua kawasan yang dikelola developer (terutama developer yang sudah memiliki nama besar) di Tangerang Selatan ini sudah cukup bagus. Berbanding terbalik dengan semua kawasan yang dikelola Pemerintah Kota nya yang identik dengan jalan rusak dan pengelolaan sampah yang buruk (semoga aparat dan warga segera insyaf ya kembali ke jalan yang lurus).
Anyway, memasuki rumah baru gak afdhol kan ya kalau ga pake tasyakuran kecil-kecilan. Alhamdulillah, lagi-lagi, semua niat baik pasti akan ada jalan, tiba-tiba saja menjelang pindah rumah, insentif tahunan si Papi cair dong *sujud syukur. Kami pun bisa mengundang kerabat serta tetangga untuk sekedar berbagi dan mengadakan syukuran kecil-kecilan. Teriiring do'a, kami berharap rumah ini dapat menjadi 'sorga' buat keluarga dan kerabat...Amin
Setelah melewati masa-masa penantian panjang dan melelahkan, perlahan rumah yang tadinya hancur-hancuran tak berbentuk mulai menampakkan wujudnya. Selama kurang lebih 4 bulan kita deg-deg an menunggu (ya iyalah ya, secara rumah kontrakannya bocor sana sini, waktu berasa lama banget, hiks) akhirnya kita belum bisa sepenuhnya bernapas lega juga, huaaaa. Anggaran yang sudah dirancang sedemikian rupa sepertinya jebol karena di pertengahan jalan banyak pretelan perubahan yang membuat biaya renov terus bertambah. Kita terjebak dengan kalimat, "Ya sudahlah sekalian aja". Padahal itu kan ada konsekuensi nya pada jumlah rupiah yang harus dibayarkan. Nama pun ama saudara, udah dikasih harga khusus masa iya mesti nyusahin dengan membebani keinginan-keinginan pasangan muda nan banyak maunya ini, hahahaha.
Masa-masa yang menguras tenaga, pikiran dan tentunya kantong:) |
Belum lagi menjelang pindahan kita juga harus membeli/memperbarui sejumlah perabotan kan yaaa (kalap kombinasi lapar mata, padahal sudah ditahan-tahan *bela diri:p). Sukses deh renovasi kemarin bikin kita speechless tak berdaya. Alhamdulillah ketika melihat hasilnya, sedikit bisa bernapas lega. Lebih bagus dari gambar 3D nya sang arsitek (at least menurut kita lo ya). Pokoknya puas banget banget deh.
Foto yang sama sudah terpampang di situs jual beli rumah buat tes harga pasar :D |
Hampir 4 tahun berlalu, kita selalu bersyukur lo nekat melakukan renovasi rumahlebih awal. Harga properti di kawasan yang bertajuk "The Profesional City" ini naik gila-gilaan setiap tahun. Mau pindah nyari rumah yang lebih besar pasti berasa ga mungkin aja. Jadi pilihan renovasi memang sudah yang paling tepat. Terbukti banyak tetangga yang saat ini berbondong-bondong melakukan renovasi karena tuntutan tumbuh kembang dan kembang biak, hahahaha.
Selain nilai investasi yang meningkat sangat signifikan tiap tahun (bahkan tiap bulan lo), makin lama beragam fasilitas juga sudah mulai ditambah. Targetnya tahun ini jalan tembus ke Central Business District Sektor 7 sudah harus jadi. Jadi ga perlu bermacet macet ria melewati jalan yang dikelola Pemerintah Kota yang ga pernah beres dan sering macet. Gimana mau beres, lah wong walikotanya saja bolak-balik KPK jenguk suami *tepok jidat. Belum lagi Gubernurnya yang sudah masuk Rumah Tahanan tapi tidak legowo untuk mundur, ngenes banget punya Gubernur memerintah dari Rutan karena diduga terlibat korupsi *kocaknegeriku.
Terlepas dari masalah-masalah pemerintahannya, kami merasa makin beruntung deh memutuskan untuk tinggal di kawasan ini. Kesimpulan saya siy, semua kawasan yang dikelola developer (terutama developer yang sudah memiliki nama besar) di Tangerang Selatan ini sudah cukup bagus. Berbanding terbalik dengan semua kawasan yang dikelola Pemerintah Kota nya yang identik dengan jalan rusak dan pengelolaan sampah yang buruk (semoga aparat dan warga segera insyaf ya kembali ke jalan yang lurus).
Anyway, memasuki rumah baru gak afdhol kan ya kalau ga pake tasyakuran kecil-kecilan. Alhamdulillah, lagi-lagi, semua niat baik pasti akan ada jalan, tiba-tiba saja menjelang pindah rumah, insentif tahunan si Papi cair dong *sujud syukur. Kami pun bisa mengundang kerabat serta tetangga untuk sekedar berbagi dan mengadakan syukuran kecil-kecilan. Teriiring do'a, kami berharap rumah ini dapat menjadi 'sorga' buat keluarga dan kerabat...Amin
Pic Ibu-ibu taken by Mbak Nining, makasih sudah datang ibu-ibu pengajian MP |
Senin, 10 Maret 2014
Rumah (Penuh) Cinta #1
Memiliki rumah impian di kawasan Jakarta dan sekitarnya menjadi impian para pekerja perantau seperti saya (mungkin juga jutaan pekerja lainnya). Ini pula yang saya alami setelah beberapa tahun bekerja di belantara Ibukota ini. Masuk Jakarta sebagai karyawan swasta di akhir tahun 2004 cukup membuat saya akrab dengan suasana permukiman ibukota yang padat, sempit dan sumpek namun harga sewa selangit. Jadi setelah beberapa tahun bersatus sebagai Kosser alias anak kos akhirnya saya bertekad suatu hari harus bisa punya rumah sendiri.
Gaji karyawan baru yang saat itu juga masih pas-pasan tidak menyurutkan niat saya dong untuk rajin menabung (salah satu kriteria cewek idaman banget ya:D). Apalagi pekerjaan sebagai seorang Reporter yang cukup sering bertugas ke luar kota tentu bisa dapat tambahan income ekstra dari Surat Perjalanan Dinas (SPJ). Ditambah gaya hidup yang biasa-biasa saja, membuat saldo tabungan saya kala itu cukup lumayan lo (ini bakat nabung atau pelit ya *thinking). Tapi, ya sebagai warga pendatang yang terbiasa hidup biasa-biasa saja, jadi memang saya tidak terlalu mementingkan gaya hidup juga. Selama bisa makan teratur, sesekali hang out iseng ama teman (hang out serius tetap nungguin fasilitas kantor aja #indahnya liputan luar kota), nonton juga jarang-jarang (kecuali kalau ada yang traktir) jadi cukup membantu peningkatan jumlah saldo rekening.
Hingga akhirnya bertemu calon pendamping saat itu yang sama-sama berorientasi melanjutkan hubungan ke tingkatan yang lebih tinggi, akhirnya saya mengutarakan niat dan mimpi saya bisa membeli rumah. Sempat kaget lo calon bapaknya anak-anak ini ketika mendengar obsesi saya yang cukup visioner itu. Meski kita sudah sepakat untuk menikah, tapi buat desye, nyari (beli) rumah mah ntar-ntar aja gitu. Yang penting kan nikah dulu saja, toh buat nikah juga pasti sudah mengeluarkan dana cukup besar. Saya bersikeras menolak dan keukeuh kita harus beli rumah dulu sebelum menikah (stress ga tuh calonnya, hahahaha).
Beruntung, setelah argumentasi panjang lebar dan si pacar ini mulai luluh juga, lanjutlah kita hunting mencari sosok rumah impian. Listing budget dan lokasi dirancang, ternyata tabungan saya dan si calon ini saat itu tidak ada apa-apanya dibandingkan biaya DP rumah, hahaha.
Setelah hunting beberapa lama, akhirnya kita sreg dengan salah satu perumahan di kawasan selatan Jakarta (saat ini dikenal Tangerang Selatan) yang dikelola Pak Ciputra. Namun, apa daya, karena belum resmi menikah, jadi susah juga buat perhitungan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) skema joint income.
Lucky us, saat itu, orang tua saya yang juga punya mimpi yang sama dengan anak perempuan visioner nya ini bersedia meminjamkan sejumlah dana untuk tambahan biaya DP (status pinjaman cicilan sangat sangat lunak:p) sampai akhirnya nanti kita resmi bisa mengajukan KPR joint income. Beruntung jarak antara DP dan proses KPR cukup lama, jadi saat itu kita masih bisa fokus mengurus persiapan pernikahan. Bahkan setelah menikah kita juga masih bisa santai menikmati fasilitas rumah dinas kakaknya suami di kawasan Kalibata yang tidak ditempati pemiliknya (thanks ya mas sudah mengijinkan kita tinggal sementara di sana, hehehe). Barulah ketika santer berita kalau rumah dinas tersebut akan direnovasi kita mulai kalang kabut, hahaha. Buru-buru telepon Bank dan menanyakan kelanjutan proses KPR.
Setelah membereskan dokumen-dokumen kelengkapan persyaratan KPR, pertengahan Maret 2008 kita resmi melakukan akad jual beli rumah di salah satu kantor notaris ternama di Bintaro. Kurang lebih 1 bulan setelah proses akad, kita resmi menempati rumah baru kita, yipppiiieee. Rasanya tak terbayangkan sodara-sodara. Akhirnya bisa punya istana sendiri yang akan memberi warna-warna indah dalam kehidupan pernikahan kita kelak. Apalagi, saat itu kita juga tengah menunggu kehadiran baby pertama yang akan meramaikan suasana rumah dan komplek rumah yang masih sepi itu, hehehe.
Lalu, 2 tahun berlalu sejak tinggal di rumah (penuh) cinta ini, tak terasa si Kakak Nadhifa sudah tumbuh besar saja. Anaknya sangat aktif dan lincah. Ditambah kehadiran sejumlah orang dewasa (kadang-kadang Nenek-Kakek sering stay untuk jangka waktu lama demi nemenin cucu tersayang) kok ya rumah ini berasa sangat kecil. Padahal, saat itu kita sudah ambil yang luas paling besar di cluster tersebut tapi masih berasa main Ci Luk Ba aja gitu. Empat L banget deh pokoknya (jalan muter dikit, eh lo lagi-lo lagi, hehehehe). Akhirnya, kita mulai berhitung untuk melakukan renovasi. Pertimbangan saat itu siy memang karena kebutuhan yang mendesak dan tau sendiri kan ya, kalau harga-harga bahan bangunan itu kecenderungannya meningkat. Apalagi di tengah kegalauan Bapak Presiden menetapkan kenaikan harga BBM saat harga minyak dunia tak menentu.
Berbekal Bismillah, sedikit tabungan dan fasilitas kredit kantor suami kita pun melakukan renovasi besar-besaran. Agar tidak mengganggu proses renovasi, kita juga memutuskan ngontrak rumah (untung dapat yang satu komplek dan bersedia dikontrak untuk jangka waktu 3-4 bulan). Namapun niat baik memberikan kenyamanan bagi orang-orang disayang, Alhamdulillah banyak sekali kemudahan dalam proses renovasi ini. Salah satunya adalah dapat arsitek dan kontraktor yang recommended dan sabar banget meladeni complain perempuan visioner merangkap mantan reporter (kala itu eykeh sudah berstatus PNS bow). Ya iyalah, secara arsitek dan kontraktornya masih sepupu sendiri jadi kita benar-benar bebas berdiskusi dan berekspresi, hehehe (thanks banget ya Nal, the architect...).
Penasaran kan, seperti apa kira-kira rumah (penuh) cinta episode 2 kami dan seperti apa prosesnya....
Jangan kemana-mana ya, I''ll be back soon....:)
-to be continue-
Gaji karyawan baru yang saat itu juga masih pas-pasan tidak menyurutkan niat saya dong untuk rajin menabung (salah satu kriteria cewek idaman banget ya:D). Apalagi pekerjaan sebagai seorang Reporter yang cukup sering bertugas ke luar kota tentu bisa dapat tambahan income ekstra dari Surat Perjalanan Dinas (SPJ). Ditambah gaya hidup yang biasa-biasa saja, membuat saldo tabungan saya kala itu cukup lumayan lo (ini bakat nabung atau pelit ya *thinking). Tapi, ya sebagai warga pendatang yang terbiasa hidup biasa-biasa saja, jadi memang saya tidak terlalu mementingkan gaya hidup juga. Selama bisa makan teratur, sesekali hang out iseng ama teman (hang out serius tetap nungguin fasilitas kantor aja #indahnya liputan luar kota), nonton juga jarang-jarang (kecuali kalau ada yang traktir) jadi cukup membantu peningkatan jumlah saldo rekening.
Hingga akhirnya bertemu calon pendamping saat itu yang sama-sama berorientasi melanjutkan hubungan ke tingkatan yang lebih tinggi, akhirnya saya mengutarakan niat dan mimpi saya bisa membeli rumah. Sempat kaget lo calon bapaknya anak-anak ini ketika mendengar obsesi saya yang cukup visioner itu. Meski kita sudah sepakat untuk menikah, tapi buat desye, nyari (beli) rumah mah ntar-ntar aja gitu. Yang penting kan nikah dulu saja, toh buat nikah juga pasti sudah mengeluarkan dana cukup besar. Saya bersikeras menolak dan keukeuh kita harus beli rumah dulu sebelum menikah (stress ga tuh calonnya, hahahaha).
Beruntung, setelah argumentasi panjang lebar dan si pacar ini mulai luluh juga, lanjutlah kita hunting mencari sosok rumah impian. Listing budget dan lokasi dirancang, ternyata tabungan saya dan si calon ini saat itu tidak ada apa-apanya dibandingkan biaya DP rumah, hahaha.
Setelah hunting beberapa lama, akhirnya kita sreg dengan salah satu perumahan di kawasan selatan Jakarta (saat ini dikenal Tangerang Selatan) yang dikelola Pak Ciputra. Namun, apa daya, karena belum resmi menikah, jadi susah juga buat perhitungan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) skema joint income.
Lucky us, saat itu, orang tua saya yang juga punya mimpi yang sama dengan anak perempuan visioner nya ini bersedia meminjamkan sejumlah dana untuk tambahan biaya DP (status pinjaman cicilan sangat sangat lunak:p) sampai akhirnya nanti kita resmi bisa mengajukan KPR joint income. Beruntung jarak antara DP dan proses KPR cukup lama, jadi saat itu kita masih bisa fokus mengurus persiapan pernikahan. Bahkan setelah menikah kita juga masih bisa santai menikmati fasilitas rumah dinas kakaknya suami di kawasan Kalibata yang tidak ditempati pemiliknya (thanks ya mas sudah mengijinkan kita tinggal sementara di sana, hehehe). Barulah ketika santer berita kalau rumah dinas tersebut akan direnovasi kita mulai kalang kabut, hahaha. Buru-buru telepon Bank dan menanyakan kelanjutan proses KPR.
Setelah membereskan dokumen-dokumen kelengkapan persyaratan KPR, pertengahan Maret 2008 kita resmi melakukan akad jual beli rumah di salah satu kantor notaris ternama di Bintaro. Kurang lebih 1 bulan setelah proses akad, kita resmi menempati rumah baru kita, yipppiiieee. Rasanya tak terbayangkan sodara-sodara. Akhirnya bisa punya istana sendiri yang akan memberi warna-warna indah dalam kehidupan pernikahan kita kelak. Apalagi, saat itu kita juga tengah menunggu kehadiran baby pertama yang akan meramaikan suasana rumah dan komplek rumah yang masih sepi itu, hehehe.
our 'heaven' on earth |
Lalu, 2 tahun berlalu sejak tinggal di rumah (penuh) cinta ini, tak terasa si Kakak Nadhifa sudah tumbuh besar saja. Anaknya sangat aktif dan lincah. Ditambah kehadiran sejumlah orang dewasa (kadang-kadang Nenek-Kakek sering stay untuk jangka waktu lama demi nemenin cucu tersayang) kok ya rumah ini berasa sangat kecil. Padahal, saat itu kita sudah ambil yang luas paling besar di cluster tersebut tapi masih berasa main Ci Luk Ba aja gitu. Empat L banget deh pokoknya (jalan muter dikit, eh lo lagi-lo lagi, hehehehe). Akhirnya, kita mulai berhitung untuk melakukan renovasi. Pertimbangan saat itu siy memang karena kebutuhan yang mendesak dan tau sendiri kan ya, kalau harga-harga bahan bangunan itu kecenderungannya meningkat. Apalagi di tengah kegalauan Bapak Presiden menetapkan kenaikan harga BBM saat harga minyak dunia tak menentu.
Berbekal Bismillah, sedikit tabungan dan fasilitas kredit kantor suami kita pun melakukan renovasi besar-besaran. Agar tidak mengganggu proses renovasi, kita juga memutuskan ngontrak rumah (untung dapat yang satu komplek dan bersedia dikontrak untuk jangka waktu 3-4 bulan). Namapun niat baik memberikan kenyamanan bagi orang-orang disayang, Alhamdulillah banyak sekali kemudahan dalam proses renovasi ini. Salah satunya adalah dapat arsitek dan kontraktor yang recommended dan sabar banget meladeni complain perempuan visioner merangkap mantan reporter (kala itu eykeh sudah berstatus PNS bow). Ya iyalah, secara arsitek dan kontraktornya masih sepupu sendiri jadi kita benar-benar bebas berdiskusi dan berekspresi, hehehe (thanks banget ya Nal, the architect...).
Penasaran kan, seperti apa kira-kira rumah (penuh) cinta episode 2 kami dan seperti apa prosesnya....
Jangan kemana-mana ya, I''ll be back soon....:)
-to be continue-
Minggu, 09 Maret 2014
Weekend Getaway #Bogor
Urusan membeli sepatu bagi sebagian orang mungkin hal yang cetek lah ya. Sambil main ke mall, mampir toko sepatu, suka, cocok, beli deh. Tapi, tidak buat si papi satu ini. Beli sepatu harus jadi sebuah ritual khusus karena kita harus meluangkan waktu untuk mengantarkan si Papi memilah dan memilih, menimbang-nimbang hingga akhirnya memutuskan (dah kaya proses bikin Surat Keputusan/SK aja ya Pi:D).
Dari jaman masih pacaran dulu siy sebenarnya udah ketauan adatnya si Papi ini, tapi ya karena dianggap masih bisa ditolerir ya sudah hubungan berlanjut, hahahaha.
Setelah beberapa tahun terakir setia dengan merk sepatu B****** yang biasanya awet setahunan gitu kemudian si Papi ini sempat upgrade sepatu import merk E******* yang harganya agak lumayan buat kita. Namun karena emang ga jodoh pake sepatu mihil kali ya, sukses baru pakai 2 bulan sepatunya hilang aja di mesjid saat jum'atan *pppfffhhh (kutukan sok-sok an pakai sepatu import:D)
Setelah tragedi sepatu ilang di mesjid, akhirnya balik lagi lah si Papi pakai merk lokal dan nyari kualitas yang agak oke. Setelah berkonsultasi dengan sang isteri yang sangat bisa diandalkan ini, kali ini mau nyoba merk D********, karena dulu jaman kuliah di Bandung, sepatu merk lokal ini sempat menjadi andalan saya (awet boww). Eh, ternyata terbukti cocok juga lo buat si Papi. Merk terakhir ini bisa bertahan 1.5 tahun sampai akhirnya si Papi ngeluh mau beli sepatu baru lagi. Ya udah, daripada nyari sepatu ke Pasar Baru ngiderin toko-toko (pernah lo jaman pacaran ngiderin toko se Pasar Baru eh, balik-balik beli di toko pertama lagi, namapun masih pacaran jadi indah aja lah ya) langsung saja saya tawarin ke Bogor, salah satu cabang D******** disana. Selain bisa ajak anak-anak jalan juga, sekalian saya juga udah niat banget ikut nimbrung beli sepatu dan sendal *siap-siap malak:).
Niat berangkat pagi biar ga kejebak macet pastinya biar urusan shooping ini juga lancar ya. Tapi menjelang nyampe Bogor, tiba-tiba Neio yang tadinya anteng liat-liat buku malah terlihat ngantuk berat. Benar saja, sodorin ASI sebentar, Neio langsung terlelap. Itinerary kita berubah dong ya (biar Mak nya bisa tetap bisa ikut shopping maksudnya, hihi). Niat awal yang maunya langsung ke toko sepatu malah berubah dulu beli roti unyil. Abis dari roti unyil kita muter-muter Bogor lagi dan mampir ke Macaroni Panggang untuk take away saja.
Sejaman sudah berlalu sejak Neio tidur, kita pede aja meluncur ke toko sepatu yang kebetulan memang searah. Itung-itungannya siy biasanya baby Neio ini suka bangun sendiri kalau mobil berhenti. Tapi ternyata prediksi kali ini salah besar sodara-sodara. Setengah jam berlalu nunggu di parkiran, Neio belum menunjukkan tanda-tanda bangun. Eh, malah dapat kabar duka dulu (temen papa meninggal) bisa baca kisahnya di post yang ini.
Sampai akhirnya ketika si papi keluar dengan 1 tentengan paper bag sepatu, baby Neio tetap anteng belum menunjukkan tanda-tanda mau bangun juga. Pupuslah sudah harapan nebeng shopping kali ini. Akhirnya kita bergerak menuju Istana Bogor, tadinya memang niat mau ngajak Neio lihat-lihat rusa di sana. Beruntung, kali ini sampai di Istana Bogor, Neio langsung bangun dengan muka nyegir Rusa sambil seolah-olah ngeledek Maknya yang masih sedih gagal shopping *goodjob Neio.
Ya wis, biar ga pegel di mobil terus, kita akhirnya keluar dan liat-liat rusa sambil nyuapin wortel (seikat wortel isi 4 biji kecil-kecil bisa dibeli seharga Rp 1000,-). Eh, Neio berani lo ngasi makan langsung ke mulut Rusa. Giliran saya yang liat aja jadi ngeri, ntar kalau tangan kecilnya dikira wortel juga kan gawat urusannya, jadi heboh deh tiba-tiba selalu teriak kalau wortel di pegangan tangan Neio mau abis.
Berlakulah teori psikologi komunikasi jaman kuliah dulu kalau sebenarnya orang dewasa/lingkungan berperan besar menciptakan rasa takut pada manusia dalam hal ini anak kecil (maaf ya lupa nama yang bikin teorinya *kaya gini ngaku cumlaude, hahahaha). Benar saja, dengar saya teriak heboh gitu, Neio nya jadi ga mau nyuapin lagi lo, si wortel pun dilempar begitu saja dan si Rusa disuruh makan sendiri seolah-olah sambil bilang, "Kamu kan sudah besar Rusa, jadi harus bisa makan sendiri *lirik nakal ke kakak, hehehe.
Capek nyuapin Rusa, akhirnya kita lunch di Nasi Timbel langganan. Namanya apa ya? wah, lupa, pokoknya tempatnya agak-agak nyempil gitu tapi rame banget. Udah gitu ada playground anak-anaknya juga (meski ga terlalu luas). Saat-saat menyuapi Neio ini memang kadang seringkali berubah drama karena sering banget GTM (Gerakan Tutup Mulut) nya. Mak-mak yang gampang sekali senewen saat menyuapi makan baby Neio ini akhirnya harus mendengar nasehat Kakak Nadhifa yang dengan bijak (tentunya diiringi volume yang cukup terdengar hingga beberapa meja sekitarnya yang memang rapat) bilang "Sabar ya Mi, jangan marah-marah, nanti yang lain dengar mami marah-marah loh". Huaaaaa, terima kasih kakak, muka mami sudah cukup merah padahal belum sempat marah #dilemma keseringan marah kalau nyuapin Neio.
Ayo baby Neio, makannya kaya kakak dung, biar bisa liburan agak jauh dikit tapi ga jadi drama buat si mami yang masih belajar sabar ini. Deal ya Baby Boy...*kisskiss
Dari jaman masih pacaran dulu siy sebenarnya udah ketauan adatnya si Papi ini, tapi ya karena dianggap masih bisa ditolerir ya sudah hubungan berlanjut, hahahaha.
Setelah beberapa tahun terakir setia dengan merk sepatu B****** yang biasanya awet setahunan gitu kemudian si Papi ini sempat upgrade sepatu import merk E******* yang harganya agak lumayan buat kita. Namun karena emang ga jodoh pake sepatu mihil kali ya, sukses baru pakai 2 bulan sepatunya hilang aja di mesjid saat jum'atan *pppfffhhh (kutukan sok-sok an pakai sepatu import:D)
Setelah tragedi sepatu ilang di mesjid, akhirnya balik lagi lah si Papi pakai merk lokal dan nyari kualitas yang agak oke. Setelah berkonsultasi dengan sang isteri yang sangat bisa diandalkan ini, kali ini mau nyoba merk D********, karena dulu jaman kuliah di Bandung, sepatu merk lokal ini sempat menjadi andalan saya (awet boww). Eh, ternyata terbukti cocok juga lo buat si Papi. Merk terakhir ini bisa bertahan 1.5 tahun sampai akhirnya si Papi ngeluh mau beli sepatu baru lagi. Ya udah, daripada nyari sepatu ke Pasar Baru ngiderin toko-toko (pernah lo jaman pacaran ngiderin toko se Pasar Baru eh, balik-balik beli di toko pertama lagi, namapun masih pacaran jadi indah aja lah ya) langsung saja saya tawarin ke Bogor, salah satu cabang D******** disana. Selain bisa ajak anak-anak jalan juga, sekalian saya juga udah niat banget ikut nimbrung beli sepatu dan sendal *siap-siap malak:).
Sekarang sudah bisa anteng duduk sendiri kalo di mobil tapi tetap ngambil gambar anak kecil di mobil yang sedang berjalan itu susah ya fokusnya....mmmhhh |
Sejaman sudah berlalu sejak Neio tidur, kita pede aja meluncur ke toko sepatu yang kebetulan memang searah. Itung-itungannya siy biasanya baby Neio ini suka bangun sendiri kalau mobil berhenti. Tapi ternyata prediksi kali ini salah besar sodara-sodara. Setengah jam berlalu nunggu di parkiran, Neio belum menunjukkan tanda-tanda bangun. Eh, malah dapat kabar duka dulu (temen papa meninggal) bisa baca kisahnya di post yang ini.
Sampai akhirnya ketika si papi keluar dengan 1 tentengan paper bag sepatu, baby Neio tetap anteng belum menunjukkan tanda-tanda mau bangun juga. Pupuslah sudah harapan nebeng shopping kali ini. Akhirnya kita bergerak menuju Istana Bogor, tadinya memang niat mau ngajak Neio lihat-lihat rusa di sana. Beruntung, kali ini sampai di Istana Bogor, Neio langsung bangun dengan muka nyegir Rusa sambil seolah-olah ngeledek Maknya yang masih sedih gagal shopping *goodjob Neio.
Neio said, "Hi Rusa...Nice too see u..." |
Ya wis, biar ga pegel di mobil terus, kita akhirnya keluar dan liat-liat rusa sambil nyuapin wortel (seikat wortel isi 4 biji kecil-kecil bisa dibeli seharga Rp 1000,-). Eh, Neio berani lo ngasi makan langsung ke mulut Rusa. Giliran saya yang liat aja jadi ngeri, ntar kalau tangan kecilnya dikira wortel juga kan gawat urusannya, jadi heboh deh tiba-tiba selalu teriak kalau wortel di pegangan tangan Neio mau abis.
Berlakulah teori psikologi komunikasi jaman kuliah dulu kalau sebenarnya orang dewasa/lingkungan berperan besar menciptakan rasa takut pada manusia dalam hal ini anak kecil (maaf ya lupa nama yang bikin teorinya *kaya gini ngaku cumlaude, hahahaha). Benar saja, dengar saya teriak heboh gitu, Neio nya jadi ga mau nyuapin lagi lo, si wortel pun dilempar begitu saja dan si Rusa disuruh makan sendiri seolah-olah sambil bilang, "Kamu kan sudah besar Rusa, jadi harus bisa makan sendiri *lirik nakal ke kakak, hehehe.
Bye...bye...Rusa, I'm bored with you *sambil menatap kuda delman |
Capek nyuapin Rusa, akhirnya kita lunch di Nasi Timbel langganan. Namanya apa ya? wah, lupa, pokoknya tempatnya agak-agak nyempil gitu tapi rame banget. Udah gitu ada playground anak-anaknya juga (meski ga terlalu luas). Saat-saat menyuapi Neio ini memang kadang seringkali berubah drama karena sering banget GTM (Gerakan Tutup Mulut) nya. Mak-mak yang gampang sekali senewen saat menyuapi makan baby Neio ini akhirnya harus mendengar nasehat Kakak Nadhifa yang dengan bijak (tentunya diiringi volume yang cukup terdengar hingga beberapa meja sekitarnya yang memang rapat) bilang "Sabar ya Mi, jangan marah-marah, nanti yang lain dengar mami marah-marah loh". Huaaaaa, terima kasih kakak, muka mami sudah cukup merah padahal belum sempat marah #dilemma keseringan marah kalau nyuapin Neio.
Ayo baby Neio, makannya kaya kakak dung, biar bisa liburan agak jauh dikit tapi ga jadi drama buat si mami yang masih belajar sabar ini. Deal ya Baby Boy...*kisskiss
Saat Maut Begitu Dekat
Sejak sakitnya Mama sampai akhirnya Mama berpulang tentu banyak pelajaran kehidupan yang saya dapat. Selain selalu mensyukuri nikmat sehat dan rezeki dari Allah SWT, saya juga selalu menyempatkan untuk membesuk saudara dan teman yang sedang sakit. Rasanya dengan mendatangi teman-teman yang tertimpa musibah, sedikit banyaknya kita bisa menghibur mereka dengan berbagi cerita dan menyemangati mereka untuk berjuang melawan sakitnya. Sementara, bagi kita yang berkunjung, tentunya akan semakin bersyukur atas karunia sehat dari Illahi, iya kan?!
Nah, apa yang ingin saya ceritakan di sini sebenarnya cerita weekend kemarin ketika besuk teman Papa di salah satu Rumah Sakit di Bintaro. Sebelumnya saya sempat baca timeline si om ini yang memang cukup aktif facebook-an. Karena memang ga jauh juga dari rumah, makanya saya dan Papa menyempatkan diri besuk ke RS (sebenarnya Papa malas juga ke RS ini, karena di RS ini pula Mama dulu divonis sakit, jadi masih suka terharu, me too pap, hikkksss).
Sesampainya di RS kami langsung menuju kamar si om setelah sebelumnya bertanya pada Customer Sevice. Pas datang dan mengucap salam, kebenaran si om lagi menikmati santap siangnya seorang diri (kurang lebih setahun yang lalu sang isteri juga sudah meninggal karena sakit) dan si om ini memang bersiukukuh tidak mau ditemani kerabat juga. Begitu melihat saya, si om ini langsung kaget dan raut gembira di wajahnya tak dapat disembunyikan.
Masih jelas terbayang bagaimana si om dengan lahapnya menuntaskan makan siangnya dilanjutkan ngobrol ngalor ngidul dengan kami (kebanyakan siy cerita nostalgia semasa masih bekerja dan menanyakan kabar anak-anaknya, yang salah satunya sempat jadi teman sekolah saya juga). Bahkan ketika kami pamit dengan semangat om ini juga mengantarkan kita sampai ke dekat lift.
Tapi, umur memang rahasia Allah. Keesokannya karena memang niat mau ke Bogor nemenin si Papi beli sepatu sekalian ajak anak-anak jalan-jalan, saya iseng buka fb. Dan alangkah kagetnya saya ketika melihat status fb si om yang ditulis anaknya. Ya, pukul 22.15 (kurang 12 jam sejak kami bertemu) si om berpulang ke Rahmatullah menyusul isteri tercinta. Siapa yang menyangka, orang yang terlihat segar bugar, sangat bersemangat untuk sembuh dan pulang ke rumah, bahkan saya sempat berjanji akan menepati janji berkunjung ke rumahnya (setelah sejak lebaran tertunda terus) tiba-tiba 'pergi' menghadap-Nya. Bahkan, menurut cerita para kerabat ketika sorenya kami mampir ke rumah si om ini, anak-anak yang datang membesuk malam hari pun ke RS belum sampai di rumah ketika pihak RS mengabarkan om sudah berpulang. Selamat jalan Om, semoga tenang bersama tante di sisi Allah SWT. Andai om di sana bertemu Almh Mama, at least pasti om akan cerita sama Mama abis ketemu saya dan Papa:).
Ya, betapa maut itu begitu sangat dekat dengan kita. Bahkan ungkapan maut ada di depan mata sepertinya memang benar adanya. Di saat yang hampir bersamaan dunia juga digemparkan dengan hilangnya pesawat Boeing 777-200 milik Malaysia Airlines. Entah bagaimana nasib ratusan penumpang pesawat tersebut yang terdiri dari 227 penumpang (termasuk dua anak-anak) dan 12 orang awak pesawat sehingga jumlah keseluruhan ada 239 orang tersebut. Wallahualam bishawab...
Nah, apa yang ingin saya ceritakan di sini sebenarnya cerita weekend kemarin ketika besuk teman Papa di salah satu Rumah Sakit di Bintaro. Sebelumnya saya sempat baca timeline si om ini yang memang cukup aktif facebook-an. Karena memang ga jauh juga dari rumah, makanya saya dan Papa menyempatkan diri besuk ke RS (sebenarnya Papa malas juga ke RS ini, karena di RS ini pula Mama dulu divonis sakit, jadi masih suka terharu, me too pap, hikkksss).
Sesampainya di RS kami langsung menuju kamar si om setelah sebelumnya bertanya pada Customer Sevice. Pas datang dan mengucap salam, kebenaran si om lagi menikmati santap siangnya seorang diri (kurang lebih setahun yang lalu sang isteri juga sudah meninggal karena sakit) dan si om ini memang bersiukukuh tidak mau ditemani kerabat juga. Begitu melihat saya, si om ini langsung kaget dan raut gembira di wajahnya tak dapat disembunyikan.
Masih jelas terbayang bagaimana si om dengan lahapnya menuntaskan makan siangnya dilanjutkan ngobrol ngalor ngidul dengan kami (kebanyakan siy cerita nostalgia semasa masih bekerja dan menanyakan kabar anak-anaknya, yang salah satunya sempat jadi teman sekolah saya juga). Bahkan ketika kami pamit dengan semangat om ini juga mengantarkan kita sampai ke dekat lift.
Tapi, umur memang rahasia Allah. Keesokannya karena memang niat mau ke Bogor nemenin si Papi beli sepatu sekalian ajak anak-anak jalan-jalan, saya iseng buka fb. Dan alangkah kagetnya saya ketika melihat status fb si om yang ditulis anaknya. Ya, pukul 22.15 (kurang 12 jam sejak kami bertemu) si om berpulang ke Rahmatullah menyusul isteri tercinta. Siapa yang menyangka, orang yang terlihat segar bugar, sangat bersemangat untuk sembuh dan pulang ke rumah, bahkan saya sempat berjanji akan menepati janji berkunjung ke rumahnya (setelah sejak lebaran tertunda terus) tiba-tiba 'pergi' menghadap-Nya. Bahkan, menurut cerita para kerabat ketika sorenya kami mampir ke rumah si om ini, anak-anak yang datang membesuk malam hari pun ke RS belum sampai di rumah ketika pihak RS mengabarkan om sudah berpulang. Selamat jalan Om, semoga tenang bersama tante di sisi Allah SWT. Andai om di sana bertemu Almh Mama, at least pasti om akan cerita sama Mama abis ketemu saya dan Papa:).
Ya, betapa maut itu begitu sangat dekat dengan kita. Bahkan ungkapan maut ada di depan mata sepertinya memang benar adanya. Di saat yang hampir bersamaan dunia juga digemparkan dengan hilangnya pesawat Boeing 777-200 milik Malaysia Airlines. Entah bagaimana nasib ratusan penumpang pesawat tersebut yang terdiri dari 227 penumpang (termasuk dua anak-anak) dan 12 orang awak pesawat sehingga jumlah keseluruhan ada 239 orang tersebut. Wallahualam bishawab...
Jumat, 07 Maret 2014
Menyadari Potensi Diri #2
Tadaaaaaa, kembali bersama saya dalam topik menyadari potensi diri session 2....*halah masih berasa aja
Singkat cerita (tentunya juga diwarnai drama percintaan ala-ala mahasiswa tempo doeloe, jiaahahahaha), setelah berhenti bekerja saya benar-benar ingin menyelesaikan kuliah sesegera mungkin. Motivasinya sederhana, karena memang sudah tidak betah berada di kampus dengan birokrasi kampus yang saat itu menuurut saya "ngga banget" lah ya.
Namun, pada saat skripsi, saya sempat-sempatin dong pulang ke Padang. Niatnya siy penelitian skripsi sekalian pulang kampung, hehehehe. Saat itu kebetulan saya tertarik dengan kegiatan Roadshow salah satu TV Swasta Nasional yang bertajuk S*** Goes to Campuss (ketebaklah ya:)). Dan kebenaran ada yang ke Padang akhirnya dibela-belain deh tuh disamperin.
Tapi ternyata, di saat lagi repot-repotnya nyiapin kuesioner penelitian, tiba-tiba si Papa malah menawarkan saya untuk ikut lomba. Nah, loh, kaget dong, sempat nolak-nolak juga percuma, intinya kalau Papa sudah bertitah, ya terima saja. Antara kaget dang bingung bahkan ga punya persiapan apa-apa, jadilah saat itu saya merangkap sebagai peneliti dan peserta, hahahaha.
Alhamdulillah siy penelitiannya lancar jaya dan alhamdulillah juga, saya si peserta lomba presenter culun yang jika dibandingkan dengan peserta lain yang punya sejuta prestasi dan profesi (banyak di antara mereka sudah berprofesi sebagai penyiar radio bahkan televisi lokal) tentu tidak ada apa-apanya, malah melenggang mulus ke babak final 10 besar. Di babak final, dengan modal nekat dan pastinya gak berpengalaman, saya akhirnya saya bisa keluar sebagai Juara Harapan 1 (prestasi banget kan yaaaaa:p).
Lomba itupun menjadi titik balik saya di dunia komunikasi. Dunia yang sempat saya pandang sebelah mata justru telah membuka mata saya akan potensi diri yang terpendam. Kembali ke Bandung untuk menyetorkan hasil penelitian dan mengolah data, saya kembali iseng ikut audisi presenter "Indonesian Star" yang diselenggarakan TV swasta nasional lain yang bekerja sama dengan sebuah BUMN. Kali ini siy bukan iseng lagi, tapi uji nyali aja. Biar ga dibilang jago kandang juga, hahaha. Hasilnya, lagi-lagi nasib baik sedang berpihak pada saya (tentu diiringi usaha juga dong ah).
Mewakili kota Bandung dan sekitarnya, saya berhasil masuk ke babak 6 besar pemirsah. Saya pun berhak ke Jakarta untuk tampil live di studio TV yang berkantor di Kedoya, Jakarta Barat. Unfortunately, lagi-lagi karena minim jam terbang dan tiba-tiba harus tampil live, saya keder juga. Pokoknya sukses deh tampil ancur-seancurnya (rasanya hari itu pengen di skip dari memory otak saat itu *kunci pintu ngumpet di balik selimut).
Mmmmhhh, untungnya saya bermental baja dan muka badak, hahaha, kegagalan di lomba kedua mendorong untuk ngelarin skripsi secepatnya. Lagian karena sudah tak sabar juga bisa segera bekerja di TV impian (ada tawaran menarik dari seorang petinggi stasiun TV S*** saat itu).
Hitungan hari usai wisuda, saya langsung menjalani tes masuk sebagai reporter baru di Jakarta. Meski ada wild card tetap harus prosedural pastinya. Do'a dan cinta dari keluarga tentu menjadi 'oli' melancarkan semua ikhtiar yang dilakukan. Setelah melewati kurang lebih 6 tahapan tes, pertengahan Desember 2004 saya resmi memegang kartu karyawan baru S*** sebagai reporter.
Love this job ever and ever...#tvjournalist |
Jadi, jangan pernah ragu mencoba, dengarkanlah kata hati, tidak selamanya potensi diri kita temukan sendiri. Bahkan, adakalanya orang-orang terkasih jauh lebih mengetahui bakat terpendam dalam diri kita. So, jangan pernah ragu mencoba. Kalau kamu, potensi dirinya apa hayoooo?
Kamis, 06 Maret 2014
Menyadari Potensi Diri #1
Banyak diantara kita yang merasa terlambat atau bahkan sulit menemukan potensi diri. Apalagi kaum remaja yang sering disebut dengan istilah ABG (Anak Baru Gede). Puncaknya ketika lulus SMU dan mulai memilih jurusan kuliah terjadilah pergolakan bathin, "Sebenarnya aku mau jadi apa".
Hal ini juga saya alami pada masa-masa itu (ga usah sebut tahun lah ya, biar ga ktahuan betul tuwirnya, hehe). Setamat SMU, tuntutan orang tua agar anak perempuan satu-satunya ini menjadi dokter cukup besar. Namapun anak penurut dan tidak mau mengecewakan orang tua, ya sudah ikut saja. Namun apa yang terjadi? Semesta menolak (Gagal UMPTN/Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan tak mungkin memaksa Perguruan Tinggi Swasta menimbang biaya yang pasti besar). Saat itulah akhirnya kita dipaksas untuk menyadari bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan bukan.
And life must go on....
Terinspirasi gejolak reformasi yang saat itu masih cukup hangat (jiaaah, jadi ketahuan deh angkatan berapanya, hahahaha), tiba-tiba saat itu saya merasa kok keren ya kalau bisa kuliah di bidang komunikasi. Sebagai anak IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) tentu ini menjadi pilihan yang cukup ekstrim. Tapi, entah karena masih kecewa dengan jurusan berbau medis itu, rasanya saat itu saya memang pengen mencoba sesuatu yang baru saja (kasihan ya kuliah kok nyoba-nyoba *biarin).
Tahun-tahun pertama kuliah komunikasi cukup bikin akuh shock pemirsah. IPA itu ternyata sangat berbeda dengan bidang sosial (ya iyalah ya, menurut ngana). Saya yang terbiasa dengan sesuatu yang serba pasti harus meraba-raba segala sesuatu yang serba tidak pasti. Tak hanya soal bidang ilmunya tapi juga kelakuan dosennya *tepok jidat. Jadi, kadang ke kampus, saya merasa kok ya lebih banyak kongkow-kongkownya saja dibanding kuliahnya, alasan standar dosen ga datang atau telat berjam-jam sudah jadi template sehari-hari. Sebagai anak perantauan yang bertanggung jawab dan newbie pula dalam ilmu sosial ini sempat loh agak-agak kecewa dan sedikit frustrasi, ppppffhhh, what a life.....
Seribu pertanyaan berkecamuk dalam hati. "Mau jadi apa aku nanti?", "Katanya kampus terkenal, tapi kok dosennya jarang masuk?". Sempat mau pindah jurusan tapi merasa sayang aja gitu sama umur. Jadi, ya akhirnya terpaksa dikelarin juga (lucky me tetap bisa lulus cum laude #dagu diangkat sombong). Hiburan dan penyemangat selama kuliah siy paling standar lah ya, misalnya bisa menikmati paras cowok-cowok bandung nan kece *kedip2mata, dikelilingi teman-teman baik yang rata-rata jilbaber (dulu belum ada istilah hijabers deh kayanya), jadinya tidak sampai terperosok pergaulan anak-anak Bandung yang negatif-negatif gitu, alhamdulillah.
Trus, menjelang semester akhir, saya pun mencoba peruntungan di dunia kerja. Niatnya, biar ga bete aja terus-terusan di kampus tapi tidak merasakan seperti apa dunia kerja yang sesungguhnya. Ternyata proses mendapatkan pekerjaan dengan status mahasiswa semester akhir ini tidaklah gampang. Koran Pikiran Rakyat yang terbit setiap hari sabtu dan biasanya memuat banyak lowongan pekerjaan menjadi santapan rutin tiap minggu. Tak terhitung jumlah surat lamaran yang dikirim, namun cuma beberapa yang merespons. Kebanyakan telepon yang masuk biasanya tawaran untuk jadi marketing kartu kredit atau asuransi *nangis guling-guling.
Syukurnya, dari sekian puluh surat lamaran yang dikirim, saya sempat merasakan bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan CCTV a.k.a kamera pengintai di kawasan Sukajadi. Tugasnya ya seperti tenaga marketing kebanyakan, menawarkan dan mencari prospek pemasangan CCTV di kantor-kantor atau perusahaan gitu. Pengalaman bekerja pertama memang ga begitu mengasyikkan. Karena emang bukan passion nya juga kali ya, saya sukses bertahan hanya 1,5 bulan saja, hihihihi.
Tak kapok mencoba peruntungan di dunia kerja, selang beberapa bulan kemudian saya kembali menjajal sebuah tantangan baru. Kali ini sebagai tenaga marketing di gedung Sabuga (Sasana Budaya Ganesa) Convention Centre di Jalan Taman Sari., Bandung. Setelah sebelumnya gagal berjualan CCTV, sekarang saya dituntut berjualan space di Sabuga ini. Sabuga ITB ini kan memang sering banget ya dipakai buat berbagai acara gitu, biasanya pameran, konser musik bahkan wedding. Harganya pun lumayan. Tapi tetap saja, saat itu saya digaji ngepas UMR saja, hahahaha. Beruntung masih mahasiswa yang memang lagi mencari jati diri, saat itu saya mah seru-seru saja. Apalagi akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman yang asyik juga *lirik jeung Sari dan jeung Prita. Sesekali kita juga bisa nonton konser musik grateeeesss. Sebut saja Kris Dayanti (masa itu lagi jaya-jayanya), Siti Nurhaliza, Ahmad Dhani and family (waktu itu masih ama mbak Maia lah ya), sampai KH Abdullah Gymnastiar atau lebih dikenal A Agym (sampai minta tanda tangan A Agym loh akuh dan dikasih pesan khusus "Sholehah itu Indah" berhubung waktu itu belum berhijab, hahaha). Nikmatnya lagi kerja di ini waktu itu karena akses pun bebas sodara-sodara, mau ke ruang ganti artis sekalipun bisa loh, huehehehe. Tapi ya karena memang dari dulu saya anaknya gak narsis, maka harap maklum ya, bukti-bukti foto pun masih sangat minim, hihihi.
Overall, kerja di Sabuga Convention Centre ini cukup seru. Selain bisa bertemu artis, bisa melatih kemampuan komunikasi juga terutama dalam menghandle klien yang beragam jenisnya itu. Selain itu, saya juga bisa mengenali dunia kerja dalam arti sesungguhnya , maksudnya lengkap dengan intrik-intrik, persaingan sesama marketing, ngakalin HRD karena ngerjain tugas kuliah sampai diomelin bos saat weekly meeting (bos nya ampe gebrak meja lo karena ga terima dengan penjelasaan akuh tentang complain klien, bahahahahaa). Tapi, namapun kerja sambil kuliah dan niatnya memang iseng belaka, jadi ya tetap tidak bertahan lama juga. Akhirnya karena memang si bos nya sudah ga aseek lagi dan mau ngebut ngelarin skripsi juga, memasuki bulan kelima saya pun mengundurkan diri dengan sangat hormat, pheeeew.
Laluuuuu, kira-kira bagaimana akhirnya saya bisa terjun ke dunia jurnalis dan menjadi anchor (nyaris) terkenal itu, hahahahaa, simak kisah selengkapnya sesaat lagi yaaaa.....*wink wink
Hal ini juga saya alami pada masa-masa itu (ga usah sebut tahun lah ya, biar ga ktahuan betul tuwirnya, hehe). Setamat SMU, tuntutan orang tua agar anak perempuan satu-satunya ini menjadi dokter cukup besar. Namapun anak penurut dan tidak mau mengecewakan orang tua, ya sudah ikut saja. Namun apa yang terjadi? Semesta menolak (Gagal UMPTN/Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan tak mungkin memaksa Perguruan Tinggi Swasta menimbang biaya yang pasti besar). Saat itulah akhirnya kita dipaksas untuk menyadari bahwa harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan bukan.
And life must go on....
Terinspirasi gejolak reformasi yang saat itu masih cukup hangat (jiaaah, jadi ketahuan deh angkatan berapanya, hahahaha), tiba-tiba saat itu saya merasa kok keren ya kalau bisa kuliah di bidang komunikasi. Sebagai anak IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) tentu ini menjadi pilihan yang cukup ekstrim. Tapi, entah karena masih kecewa dengan jurusan berbau medis itu, rasanya saat itu saya memang pengen mencoba sesuatu yang baru saja (kasihan ya kuliah kok nyoba-nyoba *biarin).
Tahun-tahun pertama kuliah komunikasi cukup bikin akuh shock pemirsah. IPA itu ternyata sangat berbeda dengan bidang sosial (ya iyalah ya, menurut ngana). Saya yang terbiasa dengan sesuatu yang serba pasti harus meraba-raba segala sesuatu yang serba tidak pasti. Tak hanya soal bidang ilmunya tapi juga kelakuan dosennya *tepok jidat. Jadi, kadang ke kampus, saya merasa kok ya lebih banyak kongkow-kongkownya saja dibanding kuliahnya, alasan standar dosen ga datang atau telat berjam-jam sudah jadi template sehari-hari. Sebagai anak perantauan yang bertanggung jawab dan newbie pula dalam ilmu sosial ini sempat loh agak-agak kecewa dan sedikit frustrasi, ppppffhhh, what a life.....
Seribu pertanyaan berkecamuk dalam hati. "Mau jadi apa aku nanti?", "Katanya kampus terkenal, tapi kok dosennya jarang masuk?". Sempat mau pindah jurusan tapi merasa sayang aja gitu sama umur. Jadi, ya akhirnya terpaksa dikelarin juga (lucky me tetap bisa lulus cum laude #dagu diangkat sombong). Hiburan dan penyemangat selama kuliah siy paling standar lah ya, misalnya bisa menikmati paras cowok-cowok bandung nan kece *kedip2mata, dikelilingi teman-teman baik yang rata-rata jilbaber (dulu belum ada istilah hijabers deh kayanya), jadinya tidak sampai terperosok pergaulan anak-anak Bandung yang negatif-negatif gitu, alhamdulillah.
Masa-masa gaul dan galau, hihihihi...Pic taken by everyone |
Trus, menjelang semester akhir, saya pun mencoba peruntungan di dunia kerja. Niatnya, biar ga bete aja terus-terusan di kampus tapi tidak merasakan seperti apa dunia kerja yang sesungguhnya. Ternyata proses mendapatkan pekerjaan dengan status mahasiswa semester akhir ini tidaklah gampang. Koran Pikiran Rakyat yang terbit setiap hari sabtu dan biasanya memuat banyak lowongan pekerjaan menjadi santapan rutin tiap minggu. Tak terhitung jumlah surat lamaran yang dikirim, namun cuma beberapa yang merespons. Kebanyakan telepon yang masuk biasanya tawaran untuk jadi marketing kartu kredit atau asuransi *nangis guling-guling.
Syukurnya, dari sekian puluh surat lamaran yang dikirim, saya sempat merasakan bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan CCTV a.k.a kamera pengintai di kawasan Sukajadi. Tugasnya ya seperti tenaga marketing kebanyakan, menawarkan dan mencari prospek pemasangan CCTV di kantor-kantor atau perusahaan gitu. Pengalaman bekerja pertama memang ga begitu mengasyikkan. Karena emang bukan passion nya juga kali ya, saya sukses bertahan hanya 1,5 bulan saja, hihihihi.
Tak kapok mencoba peruntungan di dunia kerja, selang beberapa bulan kemudian saya kembali menjajal sebuah tantangan baru. Kali ini sebagai tenaga marketing di gedung Sabuga (Sasana Budaya Ganesa) Convention Centre di Jalan Taman Sari., Bandung. Setelah sebelumnya gagal berjualan CCTV, sekarang saya dituntut berjualan space di Sabuga ini. Sabuga ITB ini kan memang sering banget ya dipakai buat berbagai acara gitu, biasanya pameran, konser musik bahkan wedding. Harganya pun lumayan. Tapi tetap saja, saat itu saya digaji ngepas UMR saja, hahahaha. Beruntung masih mahasiswa yang memang lagi mencari jati diri, saat itu saya mah seru-seru saja. Apalagi akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman yang asyik juga *lirik jeung Sari dan jeung Prita. Sesekali kita juga bisa nonton konser musik grateeeesss. Sebut saja Kris Dayanti (masa itu lagi jaya-jayanya), Siti Nurhaliza, Ahmad Dhani and family (waktu itu masih ama mbak Maia lah ya), sampai KH Abdullah Gymnastiar atau lebih dikenal A Agym (sampai minta tanda tangan A Agym loh akuh dan dikasih pesan khusus "Sholehah itu Indah" berhubung waktu itu belum berhijab, hahaha). Nikmatnya lagi kerja di ini waktu itu karena akses pun bebas sodara-sodara, mau ke ruang ganti artis sekalipun bisa loh, huehehehe. Tapi ya karena memang dari dulu saya anaknya gak narsis, maka harap maklum ya, bukti-bukti foto pun masih sangat minim, hihihi.
Overall, kerja di Sabuga Convention Centre ini cukup seru. Selain bisa bertemu artis, bisa melatih kemampuan komunikasi juga terutama dalam menghandle klien yang beragam jenisnya itu. Selain itu, saya juga bisa mengenali dunia kerja dalam arti sesungguhnya , maksudnya lengkap dengan intrik-intrik, persaingan sesama marketing, ngakalin HRD karena ngerjain tugas kuliah sampai diomelin bos saat weekly meeting (bos nya ampe gebrak meja lo karena ga terima dengan penjelasaan akuh tentang complain klien, bahahahahaa). Tapi, namapun kerja sambil kuliah dan niatnya memang iseng belaka, jadi ya tetap tidak bertahan lama juga. Akhirnya karena memang si bos nya sudah ga aseek lagi dan mau ngebut ngelarin skripsi juga, memasuki bulan kelima saya pun mengundurkan diri dengan sangat hormat, pheeeew.
Laluuuuu, kira-kira bagaimana akhirnya saya bisa terjun ke dunia jurnalis dan menjadi anchor (nyaris) terkenal itu, hahahahaa, simak kisah selengkapnya sesaat lagi yaaaa.....*wink wink
Langganan:
Postingan (Atom)